WARGA di sekitar hutan hendaknya dibekali keterampilan untuk melakukan penanganan kebakaran hutan. Warga di sekitar hutan dinilai mempunyai peran strategis untuk membantu pihak-pihak terkait mengantisdipasi kebakaran hutan.
“Setiap menjelang musim kemarau kalau bisa warga yang tinggal di sekitar kawasan hutan dibekali pelatihan khusus untuk melakukan penanganan kebakaran,” kata Komadan Taruna Siaga Bencana (Tagana) Banyumas, Adi Chandra.
Dia mengatakan kesadaran masyarakat juga perlu ditingkatkan untuk bersama-sama menjaga hutan dari bencana kebakaran. Pasalnya kasus kebakaran hutan biasanya terjadi karena kesalahan atau kelalaian manusia itu sendiri.
“Perlu komunikasi yang intens dengan masyarakat di sekitar hutan untuk meningkatkan kesadaran. Hindari pembukaan lahan dengan cara membakar, seringnya pembersihan lahan dilakukan dengan cara membakar semak-semak dan sampah di sekitarnya,” ujar dia.
Dia berharap Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sebagai organisasi di garis terdepan dapat menjembatani pemerintah dan Perhutani untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat. LMDH dapat melakukan pendekatan khusus kepada masyarakat agar turut menjaga hutan.
Kebakaran Hutan Diwaspadai
Memasuki musim kemarau, masyarakat diminta mewaspadai potensi terjadinya kebakaran, khususnya kebakaran lahan dan hutan. Pasalnya pada saat musim kemarau rawan terjadi kebakaran hutan.
Kepala UPT Pemadam Kebakaran (Damkar) Banyumas, Daryono, mengatakan kebakaran hutan biasanya terjadi karena faktor kelalaian manusia. Sebagian masyarakat tidak menyadari aktivitas yang dilakukan berpotensi menyebabkan kebakaran.
“Biasanya masyarakat membersihkan lahan dengan membakar ilalang. Kalau membakar ilalang hendaknya ditunggui sampai benar-benar padam, jangan ditinggal. Hal-hal sepele seperti ini kadangkala masyarakat belum menyadari,” katanya, kemarin.
Menurut dia dari beberapa kasus kebakaran lahan dan hutan yang pernah terjadi akibat pembersihan lahan. Pembakaran ilalang yang sudah kering cepat menjalar dan berpotensi menyebabkan kebakaran lahan yang lebih luas.
“Lebih berbahaya lagi lahan yang terbakar berdekatan dengan permukiman warga. Untuk mengantisipasi hal-hal seperti itu kami sudah melakukan koordinasi dengan Perhutani, harapannya Banyumas bisa terbebas dari kebakaran,” ujar dia.
Selain kebakaran hutan, kata dia, saat musim kemarau juga rawan terjadi kebakaran di permukiman warga. Kebakaran bisanya disebabkan karena hubungan arus pendek listrik atau dari peralatan memasak seperti kompor serta juga peralatan elektronik.
Sementara itu Administratur Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Banyumas Timur, Hilaluddin, mengatakan menjelang musim kemarau lalu telah melakukan koordinasi dengan jajaran Muspida dan Muspika untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan.
“Menjelang kemarau kami sudah berkoordinasi dengan semua pihak, karena kami tidak bisa bekerja sendiri. Kami juga melibatkan masyarakat di sekitar hutan untuk bersama-sama mencegah terjadinya kebakaran hutan,” kata dia.
Menurut dia pada beberapa wilayah hutan yang dikelola, memang rawan terjadi kebakaran karena berisi tanaman yang mengandung resin. Wilayah tersebut tersebar di hutan yang berada di dataran tinggi maupun di dataran rendah.
“Di dataran rendah setiap pelaksanaan penanaman pohon dibuat sekat bakar. Sekat bakar ini bertujuan untuk mencegah api menjalar ke petak di sebelahnya. Kami juga membuat sekat bakar hijau dengan pohon mahoni dengan jarak 1,5 meter dari jalan,” jelas dia.
Selama ini, kata dia, kebakaran hutan biasanya terjadi pada bagian bawah pepohonan. Kebakaran disebabkan karena human error seperti akibat membuang puntung rokok sembarangan dan juga dari sisa pembakaran.
“Kejadian pada 2015 lalu di hutan lereng selatan Gunung Slamet dan lahan di Rawalo disebabkan karena puntung rokok. Untuk tahun kemarin tidak ada kejadian kebakaran hutan karena tidak terjadi kemarau. Kebakaran hutan biasanya terjadi saat kemarau panjang,” ujar dia.
Dia mengatakan telah menyiapkan sejumlah peralatan untuk mengantisipasi terjadi kebakaran hutan. Kesiapan mengantisipasi bencana kebakaran pada musim kemarau ini juga telah diaudit oleh pihak eksternal.
“Peralatan yang kami miliki masih terbatas, untuk itu kami juga bekerjasama dengan isntansi terkait. Untuk memadamkan kebakaran hutan di dataran rendah biasanya kami menggunakan peralatan tradisional seperti gepyok dan dedaunan,” kata dia.
sumber suara merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar