Menelusuri Jejak Kolonial dan Tionghoa di Banyumas Raya (2)
SOKARAJA hingga Banyumas, dalam kacamata pecinta sejarah Banyumas pada sekitar tahun 1900 bisa dibilang sebagai kota industri yang maju. Roda perekonomian berputar demikian cepat dibandingkan dengan Purwokerto yang kala itu belum dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Ingatan ini coba ditanamkan oleh Tri Muji Lestari, seorang guru sekaligus pecinta sejarah Banyumas saat para peserta Jelajah Banjoemas “Mrapat” mampir di titik kedua penelusuran peninggalan masa kolonial di Sokaraja, Banyumas, Jumat (14/7).
Di masa lalu, Sokaraja dan Banyumas adalah “Kota Putih”, kota yang dipenuhi dengan arsitektur yang didominasi cat berwarna putih. “Setiap hari, berlalu lalang, noni dan tuan-tuan Belanda yang berpakaian putih. Di sini dahulu, banyak bangunan Belanda yang megah dan bercat putih. Sekarang seperti terlupakan,” ujarnya.
Di bagian utara rumah tinggal para meneer itu, juga terdapat kampung pecinan – hingga saat ini masih ada-. Salah satunya buktinya adalah sebuah rumah tinggal yang tercatat sebagai benda cagar budaya. Sayangnya, rumah tersebut dibongkar dua tahun silam.
Kunjungan Pabrik
Konon, bangunan yang pernah dipakai menjadi kantor ekspor impor pada awal 1900. Bangunan yang berada di Jalan Gatot Soebroto, Sokaraja itu pernah menjadi kantor NV Ko Lie yang merupakan perusahaan ekspor impor. Kemudian tempat tersebut berubah menjadi tempat tinggal.
Rombongan kembali melanjutkan perjalanan di sekitar kawasan suikerfabriek (pabrik gula) Kalibagor yang berstatus sebagai benda diduga cagar budaya. Setelah meminta izin kepada penjaga setempat, para penjejelajah masuk ke area tersebut. “Dulu cerobong yang menjadi ciri khas pabrik yang dibangun tahun 1839 ini dibongkar oleh pemiliknya.
Tetapi Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) meminta untuk dikembalikan seperti aslinya,” kata pegiat Banjoemas History Heritage Community (BHHC), Jatmiko Wicaksono. Pabrik ini memiliki jaringan rel kereta terpanjang dan perkebunan yang sangat luas.
Pemiliknya Edward Cooke telah meninggal dan dimakamkan dalam komplek pabrik gula. “Sayangnya kami tidak mendapat izin untuk melihat makam tersebut,” ujarnya.Usai mengunjungi pabrik ini, rombongan menuju Kota Lama Banyumas.
Di kawasan ini beberapa bangunan tua yang tidak terawat. Setelah lelah berjalan, para penjelajah beristirahat di Pendapa Yudhanegara, Kecamatan Banyumas dan berdiskusi.
sumber Suara Merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar