Selamat Kepada Calon Kepala Daerah Banyumas

Senin, 28 November 2016

Pengembangan Wisata Perlu Survei Motivasi Wisata Banyumas Bagian Barat

PURWOKERTO – Pengembangan kawasan wisata di Banyumas bagian barat membutuhkan survei motivasi kunjungan. Hal ini menentukan ikon yang bakal dijual di wilayah tersebut.
Pemerhati budaya dan wisata, Yatman S mengatakan, selama ini konsep pengembangan wisata hanya berdasar keinginan pemilik atau pengelola objek, baik pihak swasta maupun pemerintah.
Pengembangan sangat jarang melibatkan unsur pengunjung sebagai salah satu stakeholder yang penting.
“Penelitian ini dapat mengetahui secara pasti selera dan minat pengunjung yang datang ke Banyumas. Entah karena faktor kejenuhan dengan objek wisata lain, faktor ekonomis dengan harga lebih murah atau faktor daya tarik,” kata Ketua Paguyuban Kerabat Mataram (Pakem) ini, kemarin.
Destinasi Utama
Dia mengatakan, banyak faktor yang menyebabkan wisatawan berkunjung ke Banyumas, khususnya Baturraden yang masih menjadi destinasi utama. Contohnya tren wisata alam yang bersifat massal, lokasi untuk swafoto ataupun kegiatan petualangan.
Menurut Yatman, perlu ada strategi khusus untuk wilayah Banyumas Barat. Tidak hanya mengandalkan wisata religi dan buatan saja, tetapi masih bisa memadukan antara potensi dan keinginan pasar. “Jadi tidak sembarangan untuk mengembangkan kawasan wisatanya,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas, Deskart Sotyo Jatmiko, mengatakan, wilayah Banyumas Barat yang bisa dikembangkan menjadi kawasan wisata terintegrasi antara lain Kecamatan Cilongok, Ajibarang, Pekuncen, Wangon, Lumbir dan Gumelar.
Setiap daerah tersebut memiliki keunikannya masing-masing. “Bisa jadi lokasi untuk wisata minat khusus seperti wisata industri, terapi pijat Husada Tirta Brahma, taman kera, treking, jelajah alam dan sebagainya,” ujarnya. 

Jumat, 25 November 2016

Jalan Nasional Segera Diperbaiki, penanganan permanen mulai Januari 2017

suaramerdeka.com
Satuan kerja (Satker) Jalan Nasional Wilayah Jateng Kementerian Pekerjaan Umum, akhirnya bersedia mengalokoasikan anggaran untuk perbaikan jalan nasional di wilayah Banyumas yang rusak parah, khususnya dari Pekuncen-Ajibarang- Wangon sampai Tambak.
Hal itu terjadi setelah Bupati Achmad Husein sebelumnya mengancam akan mengerakan warga untuk protes menanami pohon di jalan yang rusak, kemudian minta bantuan ke kalangan kontraktor lokal dan pihak ketiga lain melalui model CSR. Bupati mengatakan, setelah mengundang kontraktor lokal Selasa lalu, sehari kemudian bertemu kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jateng dan kepala Satker Jalan Nasional Jateng.
Hasil pertemuan, perbaikan jalan tetap dilakukan pihak satker karena masih ada anggaran perbaikan. “Perbaikan mulai dikerjakan Minggu besok. Yang bisa ditangani model tambal sulam sekitar 3 km, terutama arah Pekuncen-Ajibarang dan ini dikerjakaan. Perbaikan sementara dilakukan Desember ini.
Sedangkan untuk penanganan permanen mulai Januari 2017,” ujar Husein, kemarin. Bupati menegaskan, karena sudah ada penanganan dari provinsi dan satker, sehingga rencana minta bantuan kalangan rekanan dan pihak ketiga (CSR) dibatalkan.
Terkait hal ini, bupati sudah menyampaikan ke kepala dinas SDABM Banyumas untuk mengkomunikasikan dengan kontraktor lokal dan pihak ketiga yang semula diminta berpartisipasi. “Ini murni penanganan dari Dinas Bina Marga Provinsi Jateng dan satker jalan nasional wilayah Jateng,,”tandasnya.
Hasil pertemuan, kata dia, sejak Kamis kemarin alat-alat dan material mulai datang. Hasil pertimbangan, jika ditangani CSR, kemungkinan tidak bisa, karena potensi bantuan kecil. Karena itu, Bupati mengaku langsung minta bantuan ke gubernur. Gubernur kemudian menugaskan kepala Dinas Bina Marga dan satker jalan nasional wilayah Jateng.
“Awalnya kan katanya kehabisan anggaran untuk pemeliharaan jalan nasional di wilayah Jateng bagian selatan, tapi setelah kita biacara dengan gubernur, Dinas Bina Marga dan satker jalan nasional, ternyata ada solusi. Makanya saya minta masyarakat untuk menunggu dan tetap hati-hati saat melalui jalur tersebut,” ujarnya.
Menanggapi pembatalkan terebut, koordinator kontraktor lokal dari sejumlah asosiasi, Sadewo Tri Lastiono mengatakan, setelah dikumpulkan bupati, pihaknya sudah komitmen membantu secara proporsiona. Jika tetap ditangani hasil iuran kontraktor lokal dan pihak ketiga, diakui, tidak mungkin bisa tertangani semua, kerusakan halan nasional di wilayah Banyumas cukup parah dan banyak lokasi.
“Saat ketemu satker jalan nasional, saya sampaikan, kok dana pemeliharaan sampai habis berarti manajemen pengelolaan anggarannya tidak bagus. Jika kontraktor lokal diminta mengerjakan, tidak masalah memakai model penunjukan langsung dan bisa dibayar tahun depan. Yang penting ada SPK-nya,” ujarnya.
Diceritakan, awalnya saat bupati minta bantuan, kebanyakan kontraktor lokal keberatan karena alasan dana perbaikan yang bakal ditanggung cukup besar. Namun pihaknya bisa menyakinkan, kendati masing- masing ouran Rp 1 juta atau sesuai kerelaan. 
Berita sebelumnya...
Kontraktor Lokal Diminta Perbaiki Jalan Nasional
Kalangan kontraktor lokal dari Kabupaten Banyumas dikumpulkan Bupati Achmad Husein dan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (SDABM), di ruang pertemuan Jaka Kaiman Pendapa Si Panji Purwokerto, Selasa (29/11).
Mereka diminta urunan membantu memperbaiki sementara kerusakan jalan nasional yang cukup parah, khusus yang masuk wilayah Banyumas. Bupati mengatakan, pihaknya minta partisipasi dari kalangan jasa konstruksi, PT Semen Bima dan Bank Jateng untuk membantu (CSR) karena hasil koordinasi dengan Satker Direktorat Jenderal Bina Marga Wilayah Jateng bagian selatan, saat ini sudah tidak ada anggaran pemeliharaan dan perbaikan.
”Saya pribadi dan kelembagaan selama ini kan belum pernah minta sesuatu ke kalangan kontraktor dan sekarang saya minta partisiaspinya,” kata Bupati. Menurutnya, jika menunggu penanganan permanen dari pusat dan provinsi, baru bisa ditangani tahun depan. Tahun ini alokasi anggaran dari APBN sudah habis. Sementara kalau tidak segera diitangani, makin banyak keluhan masyarakat dan terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Penanganan sementara, lanjut Husein, paling tidak untuk mengurangi angka kecelakaan dan kemacetan lalu lintas. Pihaknya menyerahkan sepenuhnya ke kalangan kontraktor model bantuan yang akan dilakukan. ”Silakan dirembuk, kira-kira sebaiknya seperti apa. Namanya juga membantu, tapi kalau bisa jalan yang berlubang bisa ditutup dulu, terserah modelnya seperti apa.
Kalau ini ditangani, dannya sampai Rp 46 miliar sendiri. Tahun depan katanya sudah ada alokasi anggaran dari pemerintah Rp 49 miliar,” ujarnya. Bupati sebelum mengumpulkan kontraktor dan pihak ketiga, mengaku melakukan pengecekan bersama Kepala Dinas SDABM Irawadi. Menurutnya, khusus ke jalur arah barat sampai perbatasan Brebes, tergolong rusak parah dan jalannya hancur. Ia sempat balik arah setelah lepas Ajibarang, karena terjebak macet.
Siap Membantu”Tadinya sebagai bentuk protes, saya mau kerahkan warga untuk menanami pohon pisang, tapi saya diingatkan oleh Satker jangan seperti itu. Makanya saya terus koordinasi dengan mereka dan pihak provinsi, Rabu besok (hari ini) dari provinsi mau ke sini,” ujarnya.
Juru bicara kontraktor Banyumas, Sadewo Tri Lastiono menyampaikan, pada prinsipnya mereka siap membantu pemerintah daerah untuk perbaikan sementara jalan nasional. Alasannya, selama ini, mereka juga dianggap sudah ikut menikmati uang APBD dari kegiatan-kegiatan jasa kontruksi. ”Rabu malam besok, kami akan kumpul membahas teknisnya seperti apa.
Apakah nanti kami iuran, terus uangnya kami serahkan ke Satker atau dinas SDABM. Intinya kami siap membantu,” ujarnya. Pihaknya belum bisa memutuskan bentuk dukungan dan bantuannya seperti apa, karena belum punya data soal kerusakan jalan nasional dan di ruas mana saja. Termasuk model penambalannya nanti mau memakai apa.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Jalan Nasional, Dirjen Bina Marga Wilayah Wangon-Slawi, Wahyu SW mengatakan, kegiatan pemiliharaan dilakukan pihak ketiga dan anggaran per Agustus lalu sudah habis. Tahun ini, katanya anggaran untuk perbaikan dan pemeliharaan dari Pejagan Brebes sampai Wangon Banyumas, sekitar Rp 27 miliar dengan ruas sepanjang 90 km. Sedangkan yang ditangani di Banyumas ada sekitar 20 km.
”Kita sudah usulkan dua kali, tapi malah dipotong, padahal kontrak habis sampai 3 Dsember. Dengan demikian tidak ada lagi anggaran untuk perbaikan, tapi kita kerja tetap sampai akhir tahun,” katanya sebelum bertemu dengan Bupati. Dia mengungkapkan, perbaikan dalam sehari hampir 30 ton material. Namun belum sampai selesai penanganan lokasi yang rusak, terkena hujan lagi, sehingga muncul kerusakan kembali.
Pihaknya menyambut baik upaya pemkab menggandeng kontraktor lokal dan pihak ketiga membantu menanganai perbaikan sementara. ”Kalau ada bantuan, ya kita terima, karena kita juga sering membantu pihak provinsi dan kabupaten dalam penanganan jalan di sini. Misalnya untuk jalan yang masuk Ajibarang kita bantu sekitar 10 km,” katanya mencontohkan.
Dia menjelaskan, jalan nasional dari perbatasan Banyumas sampai Wangon sekitar 20 km, sebenarnya sudah tertangani, namun karena hujan terus menerus, kemudian muncul kerusakan lagi, sampai anggaran pemeliharaan sudah habis per Agustus lalu. 

Kusuma Laras Ajibarang Hidupkan Babad Lokal lewat Ketoprak



suaramerdeka.com

Kelompok seni ketoprak tradisional Kusuma Laras, Kracak, Kecamatan Ajibarang terus eksis menghidupkan cerita atau babad lokal Banyumasan dalam pentas ketoprak. Sabtu (26/11) malam di halaman kompleks Pasar Sadar Tani, Ajibarang Kulon, Ajibarang, kelompok ketoprak ini kembali menampilkan lakon Geger Kuthanegara.
Pamong Budaya Dinas Pendidikan Banyumas, Slamet Waluyo yang juga turut menyusun naskah ketoprak ini juga menyatakan selama ini babad kurang dikenal di kalangan generasi muda. Untuk itulah dengan adanya semangat berkesenian kelompok Kusuma Laras, maka cerita dan babad yang kaya nilai moral, gotong royong dan perjuangan ini kembali ditampilkan.
Diharapkan melalui seni pentas tradisional ini yang menggabungkan seni musik, seni peran, pementasan, seni suara, tari, silat maka dikenal generasi muda. “Kami ingin menghidupkan kembali seni teater tradisional yang mengalami kejayaan pada masa 1980-an agar kembali dikenal generasi muda.
Dengan ketoprak ini, para pemain yang sebagian masih generasi muda dapat mengenal seni karawitan, tembang macapat dan sebagainya,” katanya. Ketua Kusuma Laras, Agus Mulyono mengatakan, sejak didirikan pada 2015, Paguyuban Ketoprak Kusuma Laras terus berusaha melestarikan kesenian drama tradisional.
Di tengah kesibukan kerja dari berbagai profesi, para pemain berusaha menyisihkan waktu untuk berkesenian. Karena itu, dari hasil komunikasi yang ada dengan berbagai pihak yang turut mendukung, hingga November 2016 ini telah ditampilkan sejumlah lakon ketoprak di berbagai tempat.
“Awalnya kami pentaskan lakon Alas Pakis Aji Kobong yang merupakan cerita berdirinya Kadipaten Ajibarang. Selanjutnya kami pentaskan kembali lakon Lutung Kasarung yang bercerita kisah percintaan Kamandaka dan Ciptarasa dari Kadipaten Pasirluhur. Sebelum pentas Geger Kuthanegara, kami juga telah pentas di kampung halaman Ibu Bupati Banyumas, Legok Pekuncen,” jelasnya.
Pegiat seni Kusuma Laras, Wanto Tirta juga menyampaikan sebelum pentas, para pemain ketoprak juga berlatih keras mendalami karakter tokoh hingga adegan dalam ketoprak. Para pemain dengan variasi pekerjaan dan status mulai dari petani, PNS, tukang ojek, pemuda, ibu rumah tangga, mahasiswa, kuli bongkar muat, tukang kayu, perangkat desa ini meluangkan waktu selama dua kali seminggu selama dua bulan lebih.
“Kami juga mengapresiasi Bupati Banyumas, Achmad Husein dan berbagai pihak yang telah memberikan semangat dan dukungan dan kehadirannya dalam pentas ini. Kami berharap seni sebagai bagian memberikan pesan moral dan kebaikan di tengah masyarakat saat ini terus didukung dan dilestarikan,” jelas Wanto Tirta selaku sutradara sekaligus pemain.
Sebagai paguyuban seniman ketoprak yang terbilang baru, Kusuma Laras memang mempunyai banyak tantangan. Meskipun semangat para seniman ini masih tinggi, namun permasalahan pendanaan masih menjadi persoalan tersendiri bagi keberlanjutan kesenian ini. Untuk itulah, harapan dukungan masyarakat, pemerintah hingga kalangan swasta juga sangat dibutuhkan bagi hidup dan tumbuhnya iklim berkesenian.
“Berbeda dari seni populer saat ini, pentas ketoprak memang membutuhkan banyak personel, aksesori, properti, dan sebagainya termasuk iringan musik gamelan. Makanya selain dukungan dari masyarakat, sesama anggota paguyuban seniman juga terus mendorong semangat pantang menyerah dalam berkesenian. Apalagi dalam berkesenian harus rela berkorban waktu, pikiran, tenaga bahkan biaya,” jelasnya. 

Petani Desa Jambu Manfaatkan 12 Rubuha



suaramerdeka.com

Petani Desa Jambu Kecamatan Wangon saat ini sedang menikmati manfaat 12 rumah burung hantu (Rubuha) yang dipasang di areal persawahan mereka. Melalui bantuan Bank Indonesia itulah, upaya pengendalian hama terpadu secara alami berdampak meningkatkan hasil pertanian sejak tiga tahun lalu.
Petani Desa Jambu, Duri (56) mengatakan sejak adannya rumah burung hantu itulah, perubahan kemajuan pertanian di wilayah desanya terjadi. Hama tikus mulai berkurang, karena adanya peran aktif burung hantu yang suka berburu di malam hari. Keberadan burung hantu yang tinggal di rubuha ini dinilai sangat membantu petani.
“Boleh dikatakan ada penurunan serangan tikus. Kalau dibilang tidak ada tikus, itu tidak benar. Masih ada tikus tapi serangannya tak begitu parah sebagaimana tahun-tahun sebelum dipasang rumah burung hantu ini,” katanya. Dijelaskan Duri, hingga saat ini sebanyak 12 rumah burung hantu masih dijaga dan dirawat oleh masyarakat setempat.
Apalagi untuk mendukung pengendalian hama terpadu secara alami itu, pemerintah desa setempat juga telah membuatkan peraturan desa tentang larangan perburuan burung hantu. Dalam peraturan desa tersebut, warga dilarang memperjualbelikan, menangkap dan membunuh burung hantu yang ada di wilayah Desa Jambu Kecamatan Wangon.
“Dengan aturan itulah, kami pun juga tak sembarang memperlakukan burung hantu yang ada. Karena memang burung hantu adalah sahabat petani untuk hidup bersama dan saling membutuhkan. Kami berharap hal ini terus berlangsung sehingga petani bisa semakin sejahtera,” ujarnya.
Terbantu
Petani lainnya, Suparno (60) mengatakan berkat adanya rumah burung hantu ini, ia merasa terbantu secara alami. Hama tikus yang menyerang areal persawahan desa setempat, kini sudah berkurang. Terbukti jumlah tikus yang ia dapat dari hasil pengendalian tikus secara manual dengan penyemporan lubang-lubang tikus kini berkurang.
“Apalagi sesuai dengan informasi dari para penyuluh, daya jangkau buru seekor burung hantu ke tikus-tikus ini bisa mencapai 100 meter persegi. Burung hantu ini biasanya berburu pada malam hari, dan dengan suaranya saja yang ramai, maka tikus akan terbirit- birit lari,” katanya. Disebutkan Suparno, sebelum ada rubuha yang dipasang di areal persawahan, jumlah panen padi petani rata-rata sekitar empat ton per hektare.
Sementara sejak dipasang rubuha, rata-rata jumlah panen padi petani di lahan seluas satu hektare bisa mencapai 5-6 ton. Hal ini dinilai sangat meningkat cukup tinggi, karena berkurangnya serangan hama tikus di lokasi areal persawahan di wilayah desa setempat.
“Makanya sesuai dengan imbauan pemerintah desa dan penyuluh kami terus berusaha untuk mempertahankan dan menjaga rumah burung hantu yang ada saat ini. Kami berharap agar rumah burung hantu ini awet sehingga semakin banyak burung hantu yang bisa beranak pinak dan tikus semakin terkendali,” katanya. 

Limbah Tapioka Gumelar Bisa Diolah Jadi Pupuk Organik



suaramerdeka.com

Kelompok Tani Hutan (KTH) Giri Lestari Desa Cihonje Kecamatan Gumelar sejak beberapa tahun terakhir mengolah limbah padat tepung tapioka menjadi pupuk organik. Kini pupuk organik hasil olahan mereka telah dipasarkan di kalangan petani sekaligus menjadi pengurang pencemaran lingkungan. Ketua KTH Giri Lestari, Wakam mengatakan produksi pupuk organik berbahan dasar limbah padat tepung tapioka ini telah dirintisnya sejak tahun 2012.
Melalui pembelajaran dan pelatihan yang dilaksanakan secara mandiri, ia bersama komunitasnya mengolah limbah padat dan cair tepung tapioka yang selama ini menjadi masalah tersendiri bagi masyarakat. “Seperti diketahui limbah cair dan padat tepung tapioka ini selalu dituding menjadi biang pencemaran air hingga udara. Makanya dengan pengolahan limbah menjadi bahan baku pupuk organik inilah, kami berharap permasalahan limbah ini dapat dikurangi,” katanya.
Dijelaskan Wakam, sesuai data yang dihimpunnya, jumlah perajin tepung tapioka yang tersebar di sejumlah desa di wilayah Kecamatan Gumelar mencapai 90 industri rumah tangga. Adapun jumlah produksi tepung tapioka ini bervariasi mulai dari ratusan kilogram hingga mencapai 10 ton/hari.
Sementara ini, karena terbatasnya pengetahuan dan sarana prasarana pengelola limbah, limbah tapioka belum tertangani secara maksimal. “Makanya dengan dukungan dan bimbingan pemerintah dan dinas terkait, kami berhasil memproduksi pupuk organik hingga pestisida organik yang siap dipasarkan ke berbagai pihak. Dengan formula pupuk dan pestisida yang telah berbentuk cair dengan harga terjangkau, ini bisa membantu petani meningkatkan produk hingga mengurangi potensi polusi akibat limbah tapioka,” jelasnya.
Mendukung
Ketua KTH Wana Lestari Widodo, Desa Paningkaban, Kecamatan Gumelar, Sutarjo mengapresiasi dan mendukung upaya dari KTH tetangga desanya tersebut. Makanya melalui koordinasi antara komunitas KTH, pihaknya juga mendorong para petani hutan untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam produksi pupuk dan pestisida organik dari limbah tapioka tersebut.
“Kami berharap dengan keberhasilan KTH dalam memproduksi pupuk dari bahan limbah, maka dukungan pemerintah semakin besar. Apalagi produksi pupuk bisa menjadi bagian dari solusi penanganan limbah produksi tapioka,” ujarnya. Penyuluh Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Wahyono juga terus mendorong KTH yang lainnya untuk turut mengembangkan dan mempraktikan pengetahuannya
. Dengan pengetahuan dan pengelolaan potensi yang ada di lingkungannya masing-masing, diharapkan KTH dapat menjadi kelompok yang berdaya secara ekonomi sekaligus menjadi bagian penyelamatan lingkungan. 

Jalur Pekuncen-Ajibarang-Wangon Akan Dilebarkan



suaramerdeka.com

Jalur Tengah Langganan Macet

Jalur tengah tepatnya Ajibarang-Pekuncen dan Ajibarang Wangon saat ini dikenal sebagai jalur rusak dan langganan macet. Peningkatan dan perbaikan yang lebih kuat diharapkan segera dilaksanakan jelang liburan Natal dan Tahun Baru 2017 mendatang.
Selama beberapa minggu terakhir ini, banyak warga yang melintasi dua jalur tersebut harus bersabar menghadapi tersendatnya arus lalu lintas akibat jalan rusak, kendaraan mogok hingga kecelakaan. Di tengah tingginya curah hujan saat ini, perbaikan jalan di jalur tengah inipun terus dilaksanakan.
Sayangnya, dengan cuaca dan banyaknya kendaraan bermuatan dengan tonase berlebih maka kerusakan jalan semakin cepat terjadi. Warga Desa Kranggan, Kecamatan Pekuncen, Rakhmawati mengatakan, bersama keluarganya lebih sering memilih melintas di jalur alternatif Pekuncen-Ajibarang.
Pasalnya kenyamanan, keamanan hingga kelancaran lalu lintas di jalur utama Ajibarang-Pekuncen saat ini sulit dirasakan.
Apalagi selain rusak, berlubang, bergelombang, jalur ini juga padat kendaraan-kendaraan besar. “Kalau sudah masuk sore hari, maka dipastikan jalur tengah ini akan tersendat. Arus kendaraan yang melaju dari arah Ajibarang- Bumiayu ataupun sebaliknya akan padat merayap.
Apalagi kalau ada kendaraan yang mogok di lokasi jalan rusak, maka akan lebih parah lagi. Akibatnya warga lokal lebih memilih jalan kabupaten, sebagai jalur alternatif yang lebih nyaman dan aman,” katanya.
Adapun jalan alternatif yang sering digunakan oleh warga lokal untuk menghindari jalan utama itu antara lain mulai dari perbatasan Paguyangan, Brebes melalui Desa Krajan, Desa Kranggan, Desa Pekuncen, Pasiraman, Karangklesem, Pandansari dan Ajibarang.
Meski kondisinya lebih sempit, namun jalan kabupaten ini lebih banyak dipilih warga lokal karena lebih halus. Dari segi jarak dan waktu tempuh jalur alternatif ini dinilai lebih singkat dibandingkan dengan menempuh jalan utama yang rusak parah.
“Kami berharap agar jalan utama ini dapat diperbaiki lebih baik lagi, apalagi sebentar lagi akan datang liburan Natal dan Tahun Baru. Kalau jalan di jalur nasional ini rusak terus maka bisa dipastikan kelancarannya akan terganggu.
Kami juga berharap pemerintah lebih tegas dalam membatasi tonase kendaraan bermuatan yang melintas di jalur ini,” jelas Yulianto warga Pekuncen. Warga Purwokerto, Hanan Wiyoko yang sering melintas menuju ke Bumiayu juga mengeluhkan kondisi jalan di jalur tengah Banyumas yang rusak parah. Sebagai pengguna jalan, dia berharap agar jalur Ajibarang- Pekuncen dapat segera ditingkatkan dan diperbaiki.
Karena di ruas jalan lain terutama ketika sudah melintas ke wilayah Paguyangan, jalur nasional ini sudah lebih lebar dan lebih baik. “Kami berharap agar segera ada perbaikan yang lebih kuat lagi, sehingga jalan di jalur ini tidak berulangkali rusak dan mengakibatnya banyak kendaraan mogok, tersendat hingga macet.
Apalagi jalur ini merupakan jalur utama satu-satunya dari arah Purwokerto menuju Jakarta,” katanya. Kapolsek Pekuncen, AKP Sutarno juga prihatin dengan kondisi jalan nasional Ajibarang- Pekuncen yang rusak parah. Dia mengimbau kepada warga untuk semakin hati-hati ketika melintas di jalur sepanjang 4 kilometer. Terlebih lagi di sejumlah ruas jalan tersebut terdapat sejumlah tikungan tajam yang rawan kecelakaan.
“Utamakan keselamatan dan keamanan ketika melintas di jalur tengah ini dari arah Ajibarang hingga perbatasan Banyumas- Brebes di Pekuncen ini. Apalagi selain jalan berlubang, banyak jalan yang bergelombang dan tikungan tajam,” tegasnya. Terkait dengan kerusakan jalan yang cepat inilah, harapan akan pelebaran, peningkatan kualitas jalan di jalur tengah terus mengemuka di masyarakat.
Pasalnya sudah terbukti jika perbaikan jalan dan penambalan jalan berlubang yang dilaksanakan berulangkali ini dinilai tak efektif untuk membuat jalan lebih kuat dan tahan lama. “Kondisi jalur tengah yang terbatas kapasitasnya menjadi banyak yang rusak. Makanya kami berharap wacana pelebaran dan peningkatan jalan yang terdengar sejak dulu dapat direalisasikan,” jelas anggota DPRD Banyumas, Samsudin. 

Akan Dilebarkan



Dua ruas jalan nasional arah Ajibarang- Pekuncen dan Ajibarang- Wangon akan diperbaiki dan dilebarkan. Diharapkan dengan pelebaran jalan nasional ini, jalan di jalur tengah Banyumas ini akan dapat lebih representatif.


Hal itu disampaikan Pejabat Pembuat Komitmen Jalan dan Jembatan Slawi- Bumiayu-Wangon Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum, Wahyu SW, kemarin. Dua titik jalan yang akan ditingkatkan berada di Km 35 sampai dengan Km 36 arah Ajibarang-Brebes.



Sementara itu, untuk arah Ajibarang- Wangon, perbaikan jalan akan dilaksanakan di arah Km 44. ”Jadi total peningkatan dan pelebaran jalan yang akan dilaksanakan ini adalah sekitar tiga kilometer. Semoga ke depan dapat berjalan lancar sehingga warga dapat menikmati infrastruktur jalan dengan lebih baik,” katanya.



Ditanya soal kerusakan jalan yang saat ini terus saja terjadi termasuk dari arah Ajibarang Brebes dan Ajibarang Wangon, Wahyu menyatakan tak berhenti melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan jalan. Namun sayangnya, dalam perbaikan jalan ini selalu terkendala cuaca yang tak bersahabat dan juga tonase berlebih dari kendaraan bermuatan berat yang melintas di jalan nasional tersebut.



Makanya kerusakan demi kerusakan terus saja terjadi meskipun perbaikan demi perbaikan dilaksanakan. ”Bahkan saat hujanpun dan siang malam perbaikan jalan rusak ini dilaksanakan. Namun memang seperti diketahui cuaca tidak mendukung. Tak hanya itu muatan berlebih kendaraan bermuatan berat yang melintasi jalur nasional ini juga terbilang tak terkendali,” katanya.



Masih Terlihat



Dia tak memungkiri jika kerusakan jalan di jalur tersebut memang cukup parah. Hujan deras dan lintasan kendaraan bermuatan berat di jalur tersebut memang sangat cepat memicu kerusakan jalan di jalur tersebut.



Dia mengakui, sebagian kondisi jalan di jalur tengah termasuk dari arah Ajibarang-Pekuncen sudah tak ideal lagi. ”Apalagi sebagaimana diberitakan di berbagai media, sejak jembatan timbang ditutup, maka banyak kendaraan bermuatan berat bertambah nekat membawa muatan berlebih.



Akibatnya jalan akan cepat sekali rusak,” katanya. Hingga kemarin, kerusakan jalan yang berat terlihat jelas terutama di wilayah Kecamatan Pekuncen tepatnya mulai dari Desa Ciberung, Kecamatan Ajibarang hingga Desa Kranggan, Kecamatan Pekuncen. Sementara itu, di jalur Ajibarang-Wangon kerusakan jalan yang mencolok terlihat di Desa Banteran, Kecamatan Wangon.



Sebelum diuruk oleh petugas dinas terkait, jalan tersebut juga kembali berlubang. Tak hanya di wilayah Wangon, warga di sekitar lokasi jalan rusak di wilayah Kecamatan Pekuncen. Hal itu terlihat di Desa Banjaranyar, Pekuncen dan Cikawung.

KTH Didorong Ikut Mengonservasi Hutan

suaramerdeka.com

Lahan Kritis Meningkat, Produksi Kayu Defisit

Tingginya penebangan kayu dan penggunaan kawasan hutan untuk tanaman semusim ini juga berdampak pada meningkatkan kawasan kritis. Terkait hal itu, gerakan tanam pohon terus disosialisasikan ke berbagai wilayah dan kalangan di Jawa Tengah.
Kepala Bidang Rehabilitasi dan Pengembangan Sumber Daya Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Raharjo mengatakan, untuk mendorong peningkatan produksi kayu dan mengurangi lahan kritis, pemerintah terus mendorong peningkatan kegiatan tanam pohon.
Di Jateng sendiri, target tanam pohon tiap tahun adalah 100 juta pohon. Selain lahan kritis, kegiatan ini juga menyasar lahan kosong ruang terbuka hijau, kawasan mangrove, sempadan pantai, lahan sekolah, rumah sakit, sabuk hijau sungai, waduk dan pesantren. “Total lahan kritis di Jateng sekitar 634 ribu hektare.
Paling banyak lahan kritis berada di wilayah Wonogiri, Cilacap, Banyumas, Brebes hingga kawasan pegunungan tinggi Dieng. Di daerah inilah, banyak kawasan lindung telah berubah menjadi lahan tanam tanaman semusim,” katanya di sela kegiatan peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia yang dipusatkan di Parungkamal, Kecamatan Lumbir, Kamis (1/12).
Terkait hal itulah, pihaknya terus mendorong masyarakat untuk mengembalikan kembali daya dukung lingkungan untuk konservasi alam. Kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi lingkungan ini bisa dilaksanakan dengan gerakan tanam dengan paradigma agroforestri.
Melalui agroforestri inilah masyarakat bisa melaksanakan rehabilitasi lahan sekaligus menanam tanaman yang cepat panen. Pola rehabilitasi lahan ini, harus dilaksanakan dengan daya dukung lingkungan. Jika tanah miring dan berbatu maka yang cocok adalah ditanami pohon saja.
Sementara jika tanah yang agak datar maka bisa ditanami tanaman pangan lainnya seperti ketela dan sebagainya. Selain itu tanaman albasia juga bisa menjadi tanaman pilihan, karena waktu panennya pendek dan laku di pasaran. “Contohnya dengan menanam albasia yang bisa dipanen 5-6 tahun.
Di bawahnya bisa ditanami berbagai tanaman lainnya. Jika satu hektare lahan bisa ditanami 625 pohon albasia, maka bisa dihitung hasilnya. Apalagi albasia termasuk jenis kayu yang laris untuk kebutuhan industri kayu olahan,” tuturnya.
Masih Defisit
Menurut Raharjo, produksi kayu di Jateng hingga 2016 ini masih defisit untuk memenuhi kebutuhan industri kayu olahan. Jumlah kebutuhan kayu untuk industri kayu olahan mencapai 5,1 juta meter kubik per tahun.
Sementara itu pasokan kayu dari hutan pemerintah hanya sekitar 300 ribu kubik pertahun sedangkan dari pasokan kayu dari hutan rakyat baru sekitar 3,4 juta meter kubik kayu.
“Jadi masih defisit pasokan kayu sekitar 1,4 juta meter kubik. Untuk menutupi defisit inilah, banyak pabrik menyuplai kayu dari luar Jateng bahkan dari luar Pulau Jawa,” katanya.
Anggota Dewan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah, Edy Wahono mengatakan, dampak lahan kritis berpengaruh para menurunnya debit air sungai musim kemarau dan banjir di musim hujan. Dia mencontohkan, dengan rusaknya kawasan konservasi di Pegunungan Dieng yang menjadi hulu Sungai Serayu berdampak pada sungai tersebut. “Sebut saja Sungai Serayu, hulunya yaitu di Dieng kini kurang konservasi.
Konservasi selalu berhadapan dengan perkembangan penduduk sekaligus pengembangan komoditas pertanian, ” katanya. Padahal untuk menjaga kelestarian air, kata dia, upaya konservasi harus dilaksanakan secara terpadu dari hulu ke hilir. Sayangnya, hal tersebut tak bisa dilaksanakan. Lahan yang seharusnya dikonservasi kini telah beralih fungsi menjadi lahan pertanian dan pemukiman.
Konservasi lahan resapan air kini makin terdesak dengan masalah ekonomi dan kependudukan. “Di Dieng sulit dilaksanakan konservasi karena kentang menjadi komoditas yang menguntungkan. Sementara itu sebagai pemasok air terbesar Sungai Serayu, yaitu Sungai Klawing, juga sangat minim konservasinya,” jelasnya.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Bowo Suryoko juga mengajak setiap warga minimal dapat menanam 25 pohon selama hidupnya. Hal ini dilaksanakan untuk mendorong konservasi hingga ketersediaan oksigen bagi keberlangsungan makhluk hidup di dunia.
Apalagi sekarang ini kondisi alam sudah banyak mengalami kerusakan. “Bisa dibayangkan jika jumlah warga negara Indonesia yang sekarang berjumlah ratusan juta menanam. Maka ini menjadi investasi untuk alam dan untuk kebaikan. Makanya dalam kegiatan ini diharapkan dapat mendorong masyarakat terus menanam,” jelasnya.
Penyuluh Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Balai Pengelolaan Hutan (BPH) Wilayah VI Purbalingga, Banyumas dan Cilacap, Wahyono terus mendorong masyarakat untuk mengelola kawasan hutan sesuai dengan prosedur perundang-undangan yang berlaku. Selain mengelola hutan rakyat, masyarakat diimbau dapat turut serta mengelola kawasan hutan lindung yang ada di sekitar mereka.
Pasalnya di tengah situasi ekonomi yang sulit sekarang ini, potensi penyimpangan hutan lindung sangat bisa terjadi. “Makanya melalui berbagai kesempatan kami terus sosialisasikan regulasi hingga upaya pemberdayaan bagi kelompok tani hutan yang ada.
Selain memanfaatkan kawasan hutan, masyarakat juga didorong untuk menjaga kawasan hutan sehingga lahan kritis dapat terus dikurangi. Dengan berkurangnya lahan kritis diharapkan pengurangan risiko bencana juga dapat dilaksanakan,” katanya.
Wahyono berharap Kelompok Tani Hutan (KTH) yang telah terbentuk dan berbadan hukum di wilayah Banyumas diharapkan turut serta dalam menjalankan fungsi konservasi hutan. Hal ini penting agar pemanfaatan hutan untuk kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan secara seimbang.
“Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.57/Menhut-II/2014 tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani Hutan, KTH adalah kumpulan petani beserta keluarga yang mengelola usaha di bidang kehutanan di dalam dan di luar kawasan hutan yang meliputi usaha hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan, baik di hulu maupun di hilir,” jelasnya.
Dia menjelaskan, KTH diharapkan dapat menjadi media pembelajaran masyarakat, peningkatan kapasitas anggota, pemecahan permasalahan, kerjasama dan gotong royong, Pengembangan usaha produktif, pengolahan dan pemasaran hasil hutan dan peningkatan kepedulian terhadap kelestarian hutan.
Terbentuknya KTH-KTH di sejumlah wilayah desa di wilayah tepi hutan, diharapkan dapat menjadi kader penyelamat lingkungan hutan.
“Bidang Kegiatan KTH antara lain berkaitan dengan pemanfaatan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Ini yang perlu diperhatikan oleh anggota KTH,” jelasnya. (5 Desember 2016).
 KTH Didorong Ikut Mengonservasi Hutan
Kelompok Tani Hutan (KTH) yang telah terbentuk dan berbadan hukum di wilayah Banyumas diharapkan turut serta dalam menjalankan fungsi konservasi hutan.
Hal ini penting agar pemanfaatan hutan untuk kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan secara seimbang. Penyuluh Kehutanan, Wahyono sekaligus pembina KTH di wilayah Perhutani Banyumas Barat, mengatakan, pembinaan terhadap KTH yang telah terbentuk terus dilaksanakan.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.57/Menhut- II/2014 tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani Hutan, KTH adalah kumpulan petani beserta keluarga yang mengelola usaha di bidang kehutanan di dalam dan di luar kawasan hutan yang meliputi usaha hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan, baik di hulu maupun hilir.
“Kami berharap kesempatan mengelola hutan termasuk menanam tanaman seperti kopi dan sebagainya yang diperbolehkan ini dapat dimanfaatkan oleh anggota KTH secara maksimal. Dengan pemanfaatan kawasan hutan sesuai dengan prosedur atau perundang- undangan yang berlaku, “ katanya.
Media BelajarDijelaskan Wahyono, KTH diharapkan dapat menjadi media pembelajaran masyarakat, peningkatan kapasitas anggota, pemecahan permasalahan, kerjasama dan gotong royong, Pengembangan usaha produktif, pengolahan dan pemasaran hasil hutan dan peningkatan kepedulian terhadap kelestarian hutan. “Bidang Kegiatan KTH antara lain berkaitan dengan pemanfaatan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Ini yang perlu diperhatikan oleh anggota KTH,” jelasnya.
Wahyono mengatakan, dengan terbentuknya KTH-KTH di sejumlah wilayah desa di wilayah tepi hutan, diharapkan dapat menjadi kader penyelamat lingkungan hutan. Hal ini penting agar hutanhutan di wilayah Pulau Jawa dapat terus dijaga dan dilestarikan meski telah diambil manfaatnya oleh masyarakat. “Kami berharap kebijakan dari pemerintah pusat terkait pemanfaat hutan oleh KTH ini dapat digunakan sebaik-baiknya oleh masyarakat.
KTH diharapkan dapat menjadi kelompok pemanfaat sekaligus pelestari lingkungan hutan,” katanya. Pengurus KTH Desa Glempang, Kecamatan Pekuncen, Sudarto mengatakan, saat ini petani yang tergabung dalam KTH sudah mulai memanfaatkan areal hutan dengan menanam berbagai macam tanaman.
Areal tegakan di bawah pohon pinus yang ada telah ditanami sejumlah tanaman perdu, rempah dan sebagainya untuk pendapatan rakyat. “Kami berharap pendampingan dari penyuluh dan pemerintah agar keberadaan KTH ini benar-benar bermanfaat dan diberdayakan untuk kepentingan masyarakat sekitar hutan,” katanya.

Kedungwringin Terus Dorong Pemasaran Makanan Khas Rakyat

suaramerdeka.com
 Pemerintah Desa Kedungwringin Kecamatan Jatilawang saat ini terus medorong pengembangan dan pemasaran makanan khas yang diproduksi oleh masyarakat setempat berupa mireng, kerupuk karag, dan sebagainya. Sejak puluhan tahun silam, makanan khas rakyat ini telah menjadi penghidupan puluhan warga setempat.
Perangkat Desa Kedungwringin, Munandar mengatakan, sedikitnya ada lebih dari 20 orang perajin makanan khas dari Jatilawang tersebut. Makanan mireng, karag, dan kerupuk soto yang diproduksi dalam skala rumah tangga tersebut sejak bertahun-tahun silam dipasarkan ke berbagai wilayah kabupaten, mulai dari Cilacap, Banyumas, Banjarnegara, Purbalingga, dan Kebumen.
“Meski demikian memang masih dibuat dalam skala rumah tangga. Sebagian besar masih menjadi pencaharian sambilan oleh warga kami. Karena itu, pemerintah desa terus mendorong dan memotivasi warga untuk semakin meningkatkan produksi dan pemasaran ke wilayah lainnya,” katanya.
Cari FormulasiMunandar mengatakan, pemerintah desa bersama masyarakat terus bersama-sama mencari formulasi untuk peningkatan produksi hingga pemasaran yang lebih luas. Saat ini pun, dengan keterbatasan jumlah produsen makanan tersebut, banyak pedagang dari luar daerah datang untuk membeli produk makanan tersebut.
“Jadi sebenarnya pemasaranannya juga sudah cukup jelas namun memang hingga saat ini produksi baik mireng, kerupuk karag, hingga kerupuk soto tersebut masih terbatas.
Kami dari pemerintah desa juga terus mendorong kuantitas dan kualitas produksi makanan tersebut,” jelasnya. Menurut Munandar, dari segi kualitas, pemerintah desa juga terus bergandengan dengan dinas terkait untuk mendorong produksi makanan khas rakyat itu secara sehat, higienis dan aman bagi kesehatan.
Untuk itulah pemantauan dan dorongan pemerintah desa untuk peningkatan sanitasi dan higienitas tempat produksi makanan berskala rumah tangga itu terus dilaksanakan secara rutin. Perajin kerupuk karag asal Kedungwringin, Basuki mengatakan, sampai saat ini masih menganggap produksi kerupuk yang ia jalani sebagai pelengkap kesibukan.
Padahal, dari segi pemasaran, produk makanan khas rakyat pedesaan ini juga sangat laris di pasaran. Bahkan sebelum rampung diproduksi, banyak pedagang yang telah memesan terlebih dulu.

Kamis, 24 November 2016

Promosi Wisata di Kabupaten Banyumas Harusnya Lebih Gencar

Peran Swasta Belum Dilibatkan

Radarbanyumas.co.id

Promosi destinasi wisata di Kabupaten Banyumas seharusnya lebih digencarkan. Pasalnya, hal itu sangat diperlukan untuk menarik wisatawan sekaligus mengoptimalkan pendapatan daerah melalui PAD. Ketua Komisi C DPRD Banyumas, Nanung Astoto menyayangkan hanya Lokawisata Baturraden yang masuk dalam peta wisata Jawa Tengah. Padahal menurutnya, seharusnya Pemkab Banyumas mengusulkan semua potensi destinasi yang ada di Banyumas, terutama dalam kegiatan rakor wisata beberapa waktu lalu. Menurutnya itu sangat penting sebagai upaya promosi wisata di Kabupaten Banyumas. “Perkara nanti bisa diterima atau tidak yang penting pemkab sudah mengupayakan. Hal itu sebagai upaya untuk menarik atau mengundang sebanyak-banyaknya wisatawan ke Banyumas,” ujarnya kemarin. Nanung mengungkapkan, sektor pariwisata tidak lepas dari promosi wisata itu sendiri. Tidak hanya itu, di Banyumas saat ini juga banyak wisata yang menarik dan mempunyai daya tarik yang lebih spesifik, seperti Kota Lama Banyumas, destinasi wisata religi Masjid Saka Tunggal, serta Makom Syeh Mahdum Ali. Disamping itu, alam Banyumas juga menawarkan beragam daya tarik yang dapat dijadikan upaya untuk menarik wisatawan, seperti alam di lereng Gunung Slamet, bahkan wisata yang dikelola pihak swasta seperti Kebun Raya Baturraden, Small World, hingga Dreamland. “Kita juga harus melihatnya dari sisi pendapatan, dalam arti bagaimana semakin banyak wisatawan datang dan mengunjungi tempat wisata di Banyumas. Itu otomatis akan menambah PAD dari sektor pariwisata,” tegasnya. Berkaitan dengan itu, Kepala Dinporabudpar Banyumas, Muntorichin menjelaskan secara keseluruhan nantinya pemkab tetap akan melakukan promosi pada seluruh destinasi yang ada di Banyumas. Menurutnya beberapa destinasi masih dalam tahap pengembangan dan pembinaan. Sehingga baru Baturraden yang diusulkan dalam rakor provinsi lalu. “Kita bisa saja mengusulkan semuannya. Namun juga perlu menyiapkan kesanggupan destinasi tersebut untuk menyambut banyaknya wisatawan nanti. Sejauh ini yang benar-benar siap memang baru Baturraden, terutama kalau dilihat dari jumlah kunjungannya per tahun,” jelasnya. Tidak hanya itu, Dinporabudpar juga masih terus mengupayakan pembinaan dan pembinaan untuk desa-desa wisata di Banyumas. Secara total, di Banyumas ada 20 desa wisata. Namun demikian semuanya masih belum siap, sehingga perlu ada pembinaan lebih lanjut, terutama berkaitan dengan konsep homestay. Sebelumnya, beberapa desa wisata melalui pokdarwis juga diajak studi banding ke wilayah Desa Panusupan di Purbalingga. Menurutnya, wisata di Banyumas cukup baik dan mampu bersaing, oleh karena itu perlu dikelola dengan baik juga. “Kalau kita menawarkan destinasi yang belum siap, nanti malah menimbulkan kekecewaan kepada pengunjung. Padahal harapannya pengunjung yang datang bisa bertahan, dan kembali lagi dengan membawa kerabatnya, karena promosi seperti itu dinilai lebih tepat sasaran,” tegasnya.

Hanya Baturraden, Destinasi Wisata di Banyumas yang Masuk Peta Wisata Jateng




Purwokerto mungkin sudah banyak destinasi wisata. Dari wisata alam, museum sampai wisata budaya. Namun, dari sekian banyak destinasi wisata ternyata hanya Lokawisata Baturraden yang masuk peta wisata Provinsi Jawa Tengah. Baturraden juga masuk dalam promosi program visit Jateng. Dikonfirmasi terkait hal itu, Kepala Dinporabudpar Banyumas, Muntorichin mengakui hal tersebut. Menurutnya, hal tersebut didasarkan pada usulan dan rekomendasi dari masing-masing pemerintah kabupaten/kota. “Yang diusulkan merupakan destinasi yang sudah benar-benar siap dengan tingkat kunjungan tinggi. Di Banyumas sejauh ini baru ada Baturraden yang diusulkan,” katanya. Jika dibandingkan dengan daerah tetangga seperti Purbalingga, Banjarnegara, dan Cilacap, destinasi Kabupaten Banyumas yang terdapat di peta wisata Jateng tersebut memang masih sangat minim. Muntorichin menjelaskan, sebelumnya memang sempat dilakukan rakor berkaitan dengan usulan destinasi masing-masing daerah. Namun demikian, berdasarkan rakor tersebut destinasi yang diusulkan harus benar-benar siap dan merupakan destinasi terbaik, sehingga Banyumas hanya mengusulkan Baturraden. “Namun tidak menghilangkan destinasi-destinasi lain yang ada di Banyumas seperti Cipendok, Dreamland, Pancuran Telu, Pancuran Pitu, hingga destinasi baru seperti curug Nangga dan Small World. Semua tetap dipromosikan, hanya saja yang diusulkan masuk dalam peta memang hanya Baturraden,” jelasnya. Secara daya tarik, beberapa destinasi tersebut memang memiliki beberapa ciri khas, namun sejauh ini masih dilakukan upaya-upaya pengembangan dan pembinaan di beberapa destinasi tersebut. “Harapannya masing-masing destinasi wisata nantinya benar-benar siap menyambut aneka ragam wisatawan baik dari dalam maupun luar Banyumas,” tegasnya.

Kelompok Tani Desa Beji, Kecamatan Kedungbanteng Sulit Pasarkan Sidat

suaramerdeka.com
Kelompok tani ikan di Desa Beji, Kecamatan Kedungbanteng, kesulitan memasarkan sidat karena konsumsi masyarakat terhadap sidat rendah. Saat ini pemasaran sidat masih fokus di pasar-pasar di wilayah Kabupaten Banyumas dan Solo.
Ketua Kelompok Tani Sidat Desa Beji, Supriyanto mengungkapkan, di Banyumas maupun daerah lain belum familiar mengonsumsi sidat. ”Kendala utama kami pemasaran. Kami masih kesulitan menjual sidat untuk konsumsi, karena warga Banyumas yang mengonsumsi sidat masih sangat minim,” katanya, kemarin. Di sisi lain, harga sidat cukup tinggi yaitu berkisar Rp 130.000 – Rp 150.000 per kilogram.
Tingginya harga juga karena petani kulakan sidat Rp 100.000 per kilogram. ”Kalau dihitung dengan biaya produksi keuntungan kelompok tani masih tipis,” ujarnya. Dikatakan, selain pemasaran kendala lain yang menjadi perhatian para anggota kelompok adalah mereka belum mampu menghasilkan sidat konsumsi dalam waktu singkat.
”Pertumbuhannya lamban, padahal pembesaran sidat hingga siap panen membutuhkan waktu antara delapan bulan hingga satu tahun,” katanya. Menyikapi persoalan itu, anggota kelompok melakukan uji coba diversifikasi pakan buatan pabrik dengan pakan buatan sendiri yang bersumber dari area setempat seperti cacing dan keong.
Proyek Percontohan”Kami mengubah pola pakan sidat dengan keong dan fermentasi pakan buatan untuk meningkatkan protein,” katanya. Kelompok budidaya sidat di Desa Beji merupakan salah satu proyek percontohan yang dilakukan Bank Indonesia Purwokerto, dengan skema desa usaha mandiri. Program ini telah dilaksanakan sejak Maret 2015.
Dari sekitar 100 kilogram benih sidat yang ditebar dengan jumlah sekitar 2.150 ekor, tingkat kematiannya hingga sekitar 5,4 persen. Selama satu tahun lebih, petani sudah memanen sidat konsumsi dua kali.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto, Ramdan Denny Prakoso saat ditemui di Beji, beberapa waktu lalu mengatakan, Bank Indonesia Purwokerto telah melakukan kegiatan pelatihan selama pendampingan, antara lain penguatan kelembagaan, studi banding, edukasi keuangan, pengenalan penyakit sidat, budidaya cacing dan pembuatan pakan fermentasi sebagai pakan alternatif.
Ke depan Bank Indonesia Purwokerto akan terus mengupayakan lahirnya inovasi dalam budidaya sidat yang memiliki nilai jual tinggi, sehingga peternak ikan memiliki alternatif budidaya ikan air tawar selain gurami dan nila yang selama ini sudah dilakukan secara turun temurun. 

Desa Didorong Miliki Peraturan tentang Kelestarian Ekosistem

suaramerdeka.com
Guna mengantisipasi berkembangnya hama yang berpotensi mengganggu produksi pertanian, setiap desa didorong memiliki peraturan untuk menjaga kelestarian ekosistem. Kelestarian ekosistem akan dapat menjaga keseimbangan alam, termasuk dalam hal pertumbuhan hama.
Terkait hal itu menurut Penyuluh Pertanian di Bapeluh KP Banyumas Jauhari, masing-masing desa perlu memiliki peraturan untuk menjaga kelestarian ekosistem. Dengan adanya peraturan itu, menurutnya dapat berperan dalam menjaga keseimbangan alam, yang pada muaranya juga dapat ikut mengendalikan hama tanaman.
“Saat ini burung-burung yang kerap memakan serangga juga sudah jarang ditemui, burung hantu juga sering diburu. Jadi, jika hama saat ini banyak ya salah satunya karena ekosistem sudah terganggu,” tuturnya.
Pelatihan
Ia mengatakan, pengendalian hama tanaman, bukan berarti memusnahkan hama. Ia mengilustrasikan pengendalian hama tikus bukan berarti memusnahkan tikus seluruhnya, sebab tikus juga memiliki peran dalam rantai makanan. “Populasi tikus juga tidak harus dihabiskan, untuk keseimbangan alam,” ujarnya.
Di samping adanya peraturan, kelompok tani kata dia juga perlu mengkoordinasi anggota, untuk melakukan beberapa pelatihan penanggulangan hama, seperti misalnya dengan gopyokan tikus, sebelum masa tanam dimulai.
Dengan adanya keseimbangan alam, ditambah upaya penanggulangan hama dari petani, menurutnya, risiko serangan hama dapat diminimalisasi. Sebelumnya, pada musim tanam kali ini petani perlu mewaspadai potensi hama yang mungkin muncul. Pada pertengahan Desember sampai Januari mendatang biasanya hama wereng akan muncul.
Dikatakan Jauhari, pada musim tanam kali ini petani perlu memilih bibit padi yang relatif tahan terhadap serangan hama wereng. Selain penggunaan bibit berkualitas itu, menurutnya, petani juga harus lebih aktif mengamati tanaman yang dimiliki. “Pemeriksaan pada tanaman perlu terus dilakukan, agar bisa mengantisipasi sedini mungkin serangan hama,” tuturnya.
Selain wereng, hama yang perlu diwaspadai adalah tikus. Menurutnya, saat ini perkembangbiakan tikus memang terbilang sulit dikendalikan. Hal itu, kata dia, karena banyak bagian dari rantai makanan yang terputus. 

Senin, 21 November 2016

Subterminal Banyumas Akan Ditata Ulang


Terkait Pembangunan Pasar

Quotesuaramerdeka.com :
Pemkab Banyumas akan menata ulang kompleks Sub Terminal Bus Banyumas yang berada di Desa Kejawar. Menurut rencana penataan akan dilaksanakan bersama dengan pembangunan Pasar Banyumas.

Camat Banyumas, Achmad Suryanto, mengusulkan ke Dinas perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Dinperindagkop) Banyumas agar pasar lama dipindah ke lokasi di sekitar sub terminal. Tanah milik kas desa tersebut memiliki luas lahan antara dua sampai tiga hektare.

“Kami telah mengusulkan ke Dinperdindagkop, pada prinsipnya mereka setuju di dekat terminal. Kalau dengan lahan yang sekarang digunakan untuk sub terminal luasnya sekitar tiga hektare, nanti penataan sekalian dengan terminalnya,” katanya, kemarin. Dia mengatakan saat ini sedang berupaya mencari lahan pengganti tanah kas desa tersebut.

Menurutnya penyediaan lahan pengganti memerlukan waktu lama, karena tidak mudah mencari lahan yang layak untuk pengganti. “Ya nanti (pembangunan) pasar butuhnya berapa hektare, misal dua hektare, nanti yang satu hektare untuk terminal, konsep penataannya akan dilakukan bersamaan. Tahapan sekarang kami dengan desa sedang mencari lahan penggantinya terlebih dahulu,” jelas dia.

Dipindah

Seperti diketahui, Pasar Banyumas dinilai mendesak untuk dipindah ke lokasi lain yang lebih representatif. Pasalnya kondisi pasar saat ini dinilai sudah tidak layak untuk aktivitas jual beli. Kondisi itu diperparah dengan kendaraan umum yang berhenti sembarangan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.

Kondisi jalan yang relatif sempit memaksa kendaraan lain menurunkan laju kendaraannya, sehingga menimbulkan antrean panjang. Pembangunan pasar baru, lanjut dia, awalnya direncanakan di Desa Danaraja yang dianggap strategis. Namun rencana itu urung dilakukan, karena tidak tersedia lahan yang memadai. Sehingga Pemkab mencari alternatif lokasi lain.

“Rencana yang di Danaraja tidak jadi, karena pemilik lahan tidak bersedia melepas tanahnya. Sehingga kami mencari lokasi lain. Mudah-midahan rencana pembangunan pasar dapat segera terealisasi dalam waktu yang tidak terlalu lama,” ujar dia.

Jumat, 18 November 2016

Libatkan SMK, Hitung Tingkat Kerusakan Ketiadaan Tenaga Teknis



Quote suaramerdeka.com :

Lantaran sekolah di Kabupaten Banyumas tidak memiliki tenaga teknis yang menguasai penghitungan tingkat kerusakan bangunan ruang kelas, Dinas Pendidikan setempat melibatkan keberadaan tim dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam melakukan penghitungan.
Kabid Dikdas Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas, Edy Rahardjo, mengatakan pemerintah pusat telah menunjuk dua sekolah menengah kejuruan di Kabupaten Banyumas untuk membantu sekolah, khususnya jenjang SD dalam melakukan estimasi tingkat kerusakan sekolah.
Kedua sekolah itu adalah SMK 2 Purwokerto dan SMK Tujuh Lima 2 Purwokerto. Dua sekolah tersebut sama-sama memiliki program keahlian di bidang teknik bangunan, sehingga sangat tepat bila dilibatkan dalam proses pendataan tingkat kerusakan bangunan sekolah.
Tim tersebut akan terjun langsung ke sekolah-sekolah untuk melakukan penghitungan dan hasilnya akan diserahkan ke Dinas Pendidikan. Selain itu, guna memberikan bekal kemampuan bagi pihak sekolah dalam melakukan penghitungan tingkat kerusakan, Dinas Pendidikan telah menyelenggarakan kegiatan pelatihan yang diikuti oleh Kepala SD inti dan tenaga operator sekolah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto.
Lebih Valid
Dalam kegiatan pelatihan tersebut, masing-masing peserta juga telah diberi rumus untuk menghitung tingkat kerusakan sesuai juknis analisa tingkat kerusakan bangunan ruang kelas.
Dengan menggunakan petunjuk teknis tersebut, diharapkan dalam melakukan penghitungan tingkat kerusakan bangunan, hasil yang diperoleh akan lebih valid sesuai dengan kondisi yang ada dan bisa dipertanggungjawabkan. ”Bila sekolah dalam melakukan penghitungan tingkat kerusakan menggunakan acuan itu, kemungkinan hasilnya akan mendekati dengan kondisi yang sebenarnya,” jelas Edy.
Dalam juknis sudah dijelaskan tentang bagaimana menganalisa tingkat kerusakan pada seluruh komponen dan sub komponen bangunan, seperti komponen atap, plafon, dinding, pintu dan jendela, lantai, fondasi dan utilitas. Dari masing-masing komponen itu kemudian dibagi menjadi sub-sub komponen.
Setelah dilakukan penghitungan berdasarkan panduan, lanjut dia, maka akan diperoleh kesimpulan berupa persentase tingkat kerusakan, jenis perawatan yang perlu dilakukan hingga luas bangunannya. 

Rabu, 16 November 2016

Atraksi Budaya di Kota Lama Bakal Ditambah

Quote suaramerdeka.com :

Atraksi budaya di kawasan Sentra Budaya Kota Lama bakal ditambah. Hal ini untuk mengenalkan kawasan yang memiliki sejumlah peninggalan sejarah tersebut. Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Banyumas, Rustin Harwanti, mengemukakan, saat ini kawasan Kota Lama masih dalam tahap revitalisasi. Di antaranya Alun-alun dan Tamansari.
”Ke depannya, kawasan itu bisa digunakan untuk pementasan dan atraksi budaya lainnya. Di taman itu nanti akan dilengkapi gasebo, plaza dan panggung pentas seni terbuka,” ujarnya, kemarin. Dia mengatakan, setelah selesai dibangun, nantinya komplek Taman Sari dan Alun-alun akan diisi dengan sejumlah atraksi budaya yang dibuka bagi masyarakat umum.
Tujuannya untuk mendukung pengembangan wisata budaya di Kota Lama Banyumas. Beberapa atraksi yang sudah berjalan sejak dua tahun lalu yaitu, Festival Takir pada bulan Sura dan Pentas Rongpuluhan. Beberapa komunitas budaya, dan kelompok perorangan juga kerap menggelar kegiatan budaya di dalam Pendapa Yudhanegara, Kota Lama Banyumas.
Bangunan Bersejarah
”Kalau sudah jadi nanti bisa ditambah lagi atraksinya, agar Kota Lama lebih hidup,” katanya. Sebagai informasi, kompleks Kota Lama Banyumas terdapat sejumlah peninggalan sejarah.
Salah satunya yang sudah ditetapkan sebagai benda cagar budaya adalah Masjid Agung Nur Sulaiman, gedung SMK 3 Banyumas, rumah tahanan, dan kompleks Dalem Kepangeranan. ”Sayangnya belum ada peninggalan sejarah yang lain yang ditetapkan oleh Pemkab, baru satu yaitu Masjid Nur Sulaiman.
Sebagai kawasan sentra budaya yang memiliki banyak peninggalan bersejarah, semestinya bangunannya diidentifikasi dahulu, yang mana yang memiliki nilai sejarah. Ini seharusnya menjadi kerja tim ahli Cagar Budaya yang dilantik awal tahun 2016 lalu,” kata pegiat Banjoemas History Heritage Community, Jatmiko Wicaksono. 

Entri yang Diunggulkan

Info Tentang Blog Banyumas Corner

saya mencoba mendeskripsikan sebuah ungkapan yang berasal dari bahasa populer saat ini yaitu ungkapan Menduniakan Banyumas dan Memb...