[Humas Kabupaten Banyumas] Babad Banyumas yang ditulis oleh Bapak Soegeng Wijono dan Bapak Sunardi dalam Bukunya “Banjoemas Riwajatmoe Doeloe” halaman 2-3. Dalam awal tulisan, Beliau juga menyebut tulisan dipetik dari buku “Babad Banjoemas karya Bapak R. Aria Wirjaatmadja (Patih Purwakerta) sebagai berikut : Sesuai kesukaan ayahnya, R. Ketuhu juga suka berkelana, njajah desa milang kori. Dalam perkenalannya itu R. Ketuhu sampai ke wilayah Kadipaten Wirasaba (di bawah pemerintahan Kerajaan Majapahit), yang pada saat itu diperintah oleh Adipati Paguwan atau Adipati Wirautama. R. Ketuhu melamar untuk mengabdi (bekerja) pada Adipati Wirautama.
Dengan mengetahui silsilah R. Ketuhu, Adipati Wirautama sangat berkenan
dan sangat menyayanginya. Karena Adipati Wirautama tidak punya
keturunan, maka R. Ketuhu dijadikan anak angkat. Pada akhirnya R. Ketuhu
dinobatkan sebagai Adipati pengganti Adipati Wirautama, yang kemudian
bergelar sebagai Adipati Wirautama II.
Pada masa-masa berikutnya,
yang menjadi Adipati di Kadipaten Wirasaba secara berturut-turut
adalah: Adipati Wirautama III atau Adipati Urang (putra Wirautama II),
Adipati Surawin (putra Adipati Wirautama III), Adipati Surautama (putra
Adipati Surawin yang waktu muda bernama Jaka Tambangan), dan Adipati
Wargautama (putra Adipati Surautama yang waktu muda bernama Jaka Warga).
Sejak masa mudanya Jaka Warga, Kadipaten Wirasaba berapa di bawah
pemerintahan Kasultanan Pajang, yang berdiri pada tahun 1568.
Sudah menjadi kewajiban bagi para Adipati di bawah Kasultanan Pajang
untuk mempersembahkan puteri sebagai Selir Sultan. Demikian pula Adipati
Wargautama tidak luput dari kewajiban untuk menyerahkan puterinya.
Setelah acara serah terima tersebut Adipati Wargautama segera
meninggalkan Kasultanan dengan naik kuda dawuk bang menyusuri pantai
selatan. Namun sesaat setelah Adipati Wargautama pergi meninggalkan
Istana., mendadak dua orang (Demang Toyareka beserta anaknya) yang
menghadap Sultan dan melaporkan bahwa puteri persembahan Adipati
Wargautama adalah menantu si penghadap. Atas laporan tersebut Sultan
Pajang sangat murka dan mengutus petugas untuk segera menyusul dan
membunuh Adipati Wargautama yang dianggap telah membohonginya.
Segera setelah petugas berangkat, Sultan Pajang menemui puteri Adipati
Wargautama untuk menanyakan akan kebenaran laporan tersebut. Ternyata
keadaan yang sebenarnya bahwa puteri Adipati Wargautama sewaktu kecilnya
memang telah dijodohkan dengan anak Ki Demang Toyareka, namun ia tidak
bersedia dan sampai saat itu dia masih dalam keadaan suci.
Mendengar pengakuan dan penjelasan puteri Adipati Wargautama itu, Sultan
Pajang sangat menyesal dan segera mengutus petugas kedua, gandek
menteri untuk membatalkan tugas pengejaran dan pembunuh Adipati
Wargautama.
Tengah hari hari Sabtu Pahing, sewaktu Adipati
Wargautama sedang istirahat di dalam bangunan bale malang di desa Bener
(wilayah Ambal), sambil menikmati makan siang dengan lauk pindang angsa,
datang utusan pertama Sultan Pajang. Mereka mempersilahkan Ki Adipati
untuk menyelesaikan makan siangnya. Sebelum Ki Adipati menyelesaikan
makan siang, mendadak datang utusan kedua yang melambai-lambaikan tangan
dengan pertanda pembatalan tugas. Oleh petugas pertama lambaian tangan
petugas kedua tersebut ditafsirkan sebagai isyarat untuk membunuh Ki
Adipati Wirasaba. Tugas pun di laksanakan. Keris dihunus dan ditikamkan
ke dada Ki Adipati Wargautama. Melihat peristiwa ini para abdi pengikut
Ki Adipati ketakutan dan lari menyelamatkan diri, pulang ke Kadipaten
Wirasaba.
Sebelum menghembuskan nafas terkhirmya Ki Adipati
Wargautama, sempat mendengar dan melerai pertengkaran antara petugas
kedua dan petugas pertama yang salah menafsirkan kode lambaian tangan
petugas kedua. Ki Adipati Wargautama berpesan kepada mereka agar mereka
segera pulang ke Pajang dan melaporkan bahwa Ki Adipati Wargautama telah
meninggal sebelum utusan kedua sampai di tempat, sehingga pembatalan
perintah tidak sempat disampaikan ke utusan pertama.
Kepada abdi
pengikut yang setia menunggu, Ki Adipati berpesan bahwa kelak kemudian
hari anak cucu keturunan Adipati Wargautama diminta berpantang untuk:
(1) bepergian pada Sabtu Pahing, (2) makan pindang angsa, (3) membangun
dan menempati rumah bentuk bale malang, dan (4) menaiki kuda waduk bang.
Beberapa hari kemudian para abdi pengikut Ki Adipati dampai di
Kadipaten Wirasaba, terus melaporkan peristiwa pembunuhan tersebut.
Mendengar laporan tersebut para kerabat Kadipaten sangat terkejut,
berduka dan segera pergi ke desa Bener untuk mengambil jenazah Ki
Adipati. namun karena kondisi jenazah sudah tidak memungkinkan untuk
dibawa pulang, maka langsung dikebumikan di makam pakeringan.
Sesampai di Kasultanan Pajang, para utusan sultan melaporkan kejadian di
Desa Bener sesuai pesan Adipati Wargautama. dengan rasa menyesal Sultan
Pajang mengutus petugas untuk memanggil para putra Adipati Wargautama.
namun adanya rasa ketakutan yang sangat mendalam atas murka Sultan tidak
seorangpun dari ke empat putra Adipati Wargautama yang bersedia
menghadap Sultan Pajang.
Dengan kesetiaan yang besar kepada
Sultan, R. Jaka Kaiman (Putera Ki Mranggi Semu dari Desa Kejawar),
menantu Ki Adipati Wargautama dengan penuh rasa takut, memberanikan diri
menghadap Sultan Pajang, apapun resiko yang bakal terjadi atas dirinya.
melalui berbagai pertimbangan yang mendalam, atas perkenan Sultan, R.
Jaka Kaiman ditetapkan dan dinobatkan sebagai Adipati Wirasaba pengganti
Adipati Wargautama dengan gelar Adipati Wargautama II. sekembalinya
dari Kasultanan Pajang ke Wirasaba, penobatan tersebut diumumkan oleh
utusan Sultan Pajang.
Atas kebesaran jiwa Adipati Wargautama II,
karena Adipati Wargautama I berputra empat orang, maka wilayah Kadipaten
Wirasaba di bagi menjadi empat wilayah Kabupaten. Adipati Wargautama II
sendiri memilih Daerah Banyumas sebagi Wilayah Pemerintahannya. Pusat
Pemerintahan dibangun tahun 1571 di Wilayah Desa Kejawar, dekat
pertemuan antara Kali Banyumas, Kali Pasinggangan, dan Kali Perwaton di
dekat aliran kali serayu. dengan pemekaran Wilayah Kadipaten Wirasaba
menjadi empat Kabupaten, maka R. Jaka Kaiman dipanggil pula dengan
sebutan Bupati Mrapat (Membagi empat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar