Mulai 2016, Hari Jadi Banyumas Tanggal 22 Februari
[Humas Kabupaten Banyumas] Mulai tahun 2016 ini, peringatan Hari Jadi Banyumas akan jatuh pada tanggal 22 Februari. Sebelumnya
peringatan Hari Jadi Banyumas bertanggal 6 April. Perubahan ini
berdasarkan Peraturan Daerah Kabuoaten Banyumas Nomor 10 Tahun 2015
tentang Hari Jadi Kabupaten Banyumas, Perda tersebut mencabut Perda No 2
Tahun 1990 tentang Hari Jadi KabupatenBanyumas.
Dengan perubahan hari jadi tersebut, ada perbedaan rentang waktu 11
tahun, dimana Hari Jadi Banyumas yang baru ditetapkan 11 tahun lebih
tua. Sehingga di tahun 2016 ini, Banyumas akan merayakan hari jadinya
yang ke 445.
Berikut kami sampaikan informasi dan dasar perubahan tersebut :
Bupati Banyumas ke 28 Kol Inf H Djoko Sudantoko pernah menyampaikan
bahwa pengkajian ulang hari jadi bukan hal yang tabu, melainkan justru
suatu keharusan, agar tidak mewariskan sejarah yang salah kepada
generasi penerus.
Apabila dikemudian hari ditemukan fakta baru
atau ditemukan sumber dokumen yang lebih kuat, lengkap dan akurat
sehingga dapat dipertanggungjawabkan menyangkut asal usul Kabupaten
Banyumas yang dapat menumbuhkan kebanggaan masyarakat Kabupaten
Banyumas, maka hari jadi yang telah ditetapkan sebelumnya menjadi gugur,
diganti oleh tanggal hari jadi menurut fakta yang lebih dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya.
Dan karena telah diketemukan
sumber dan dokumennya yang lebih kuat maka DPRD Kabupaten Banyumas Tahun
2015, membentuk Panitia Kusus untuk meneliti tentang Sejarah Hari Jadi
Banyumas.
Berikut kami Cuplikan Laporan Pansus DPRD Kabupaten
Banyumas yang diketuai oleh Bapak H Bambang Pudjianto, BE dan menjadi
dasar Penetapan Perda Nomor 10 Tahun 2105 sebagai berikut :
Masalah yang paling hakiki dalam penulisan sejarah adalah didasarkan
atas fakta, dan fakta itu ditemukan pada sumber sejarah yang berupa
dokumen. Jadi, manakala dokumen itu tidak ditemukan, maka dengan
sendirinya fakta sejarah itu tidak ada. Jika suatu hal dipaksakan
sebagai suatu fakta, padahal tidak didasarkan pada sumber sejarah, maka
fakta itu pada hakikatnya adalah fakta yang tidak tepat. Sesuai dengan
logika tersebut, berarti penetapan tanggal 6 April 1582 sebagai Hari
Jadi Kabupaten Banyumas didasarkan atas fakta yang tidak tepat, karena
jika dilacak kembali, maka fakta itu tidak dijumpai pada sumbernya. Oleh
karena itu, 6 April 1582 ahistoris dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara metodologis.
Sejarah memang tidak
pernah ditulis secara sempurna oleh generasi manusia manapun karena
sejarah adalah masa lalu yang sumber dan faktanya tidak semuanya dapat
disadap oleh sejarawan. Tentu sejarah akan selalu ditulis kembali
sebagai suatu karya penyempurnaan dari hasil yang diperoleh generasi
penulis terdahulu sehingga sejarah bukanlah sesuatu yang pasti.
Kepastian dalam sejarah itu bersifat relatif. Hal itu sangat tergantung
oleh keberadaan sumber-sumber sejarah yang bisa diperoleh.
Berdasarkan penelitian dan telaah yang mendalam, terdapat sebuah Naskah
yang sangat penting dan menentukan dalam kaitannya penelusuran sumber
sejarah untuk menentukan kapan hari jadi Kabupaten Banyumas yang
sebenarnya, naskah tersebut dikenal dengan nama : “Naskah Kalibening”.
Pada waktu menjelang diundangkannya Peraturan Daerah Kabupaten DATI II
Banyumas tentang Hari Jadi Kabupaten Banyumas, sebagai Peneliti, tidak
memperoleh sumber yang tersimpan pada juru kunci makam Kalibening.
Sumber naskah Kalibening memang tergolong naskah sakral dan tidak
sembarang waktu boleh dibuka dan dibaca. Penelitian yang tergesa-gesa
tentu saja tidak memungkinkan Soekarto untuk membaca teks tersebut,
apalagi teks tersebut termasuk sulit bacaannya karena banyak tulisannya
yang rusak dan tidak terbaca, bahkan beberapa halaman dimungkinkan telah
lenyap.
Naskah Kalibening mencatat suatu peristiwa yang
berkaitan dengan penyerahan upeti kepada Sultan Pajang pada tanggal 27
Pasa hari Rabu sore. Memang diakui bahwa teks Kalibening cenderung
anonim, artinya tokoh yang diceritakan tidak disebutkan namanya, tetapi
jati diri tokoh-tokoh itu bisa diinterpretasikan melalui perbandingan
dengan teks-teks yang lain. Teks Kalibening menyebut peristiwa
penyerahan upeti itu juga berkaitan dengan “Sang Mertua” (rama),
sehingga tanggal tersebut dapat dipakai sebagai patokan hari jadi
Kabupaten Banyumas. Sedangkan angka tahun yang dipakai adalah
berdasarkan kesaksian teks yang dikandung oleh Naskah
Krandji-Kedhungwuluh dan catatan tradisi pada Makam Adipati Mrapat di
Astana Redi Bendungan (Dawuhan) yang menyatakan bahwa tahun 1571 adalah
awal kekuasaan Adipati Mrapat (R. Joko Kaiman), dan tahun 1571-1582
adalah periode kekuasaan Adipati Mrapat. Jadi, tahun 1582 bukan
merupakan tahun awal, tetapi merupakan tahun akhir kekuasaan Adipati
Mrapat. Di samping itu, tahun 1571 juga terpampang pada Papan Makam dan
Batu Grip Makam Adipati Mrapat yang masih ada pada tanggal 1 Januari
1984, setelah itu makam direnovasi oleh Bupati Roedjito, renovasi
tersebut telah menghilangkan data tersebut.
Berdasarkan
sumber-sumber tersebut, maka tanggal 27 Pasa tahun Masehi 1571 bisa
ditetapkan sebagai hari jadi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa bulan
Ramadhan pada tahun 1571 Masehi jatuh pada tahun 978 H. Setelah
dihitung, maka ditemukan tanggal 27 Ramadhan 978 H dan setelah
dikonversikan dengan tahun Masehi, maka ditemukan tanggal 22 Pebruari
1571 Masehi yang bertepatan dengan Kamis Wage (Rabu sore).
Tanggal 27 Ramadhan 978 H atau tanggal 22 Pebruari 1571 Masehi,
ditentukan sebagai patokan hari jadi Kabupaten Banyumas berdasarkan
perhitungan tanggal dan hari dimana R. Joko Kaiman (Adipati Mrapat) yang
bergelar Adipati Warga Utama II diangkat atau ditetapkan oleh Sultan
Pajang sebagai Adipati Wirasaba VII menggantikan rama mertuanya yaitu
Adipati Warga Utama I (Adipati Wirasaba VI).
R. Joko Kaiman yang
telah diangkat menjadi Adipati Wirasaba VII, beliau membagi daerah
kekuasaannya menjadi empat (sehingga R. Joko Kaiman terkenal dengan nama
Adipati Mrapat), yaitu :
a. Banjar Pertambakan diberikan kepada Kiai Ngabehi Wirayudo.
b. Merden diberikan kepada Kiai Ngabehi Wirakusumo.
c. Wirasaba diberikan kepada Kiai Ngabehi Wargawijoyo.
d. Sedangkan beliau merelakan kembali ke Banyumas dengan maksud mulai membangun pusat pemerintahan yang baru.
a. Banjar Pertambakan diberikan kepada Kiai Ngabehi Wirayudo.
b. Merden diberikan kepada Kiai Ngabehi Wirakusumo.
c. Wirasaba diberikan kepada Kiai Ngabehi Wargawijoyo.
d. Sedangkan beliau merelakan kembali ke Banyumas dengan maksud mulai membangun pusat pemerintahan yang baru.
Daerah yang pertama kali dibangun sebagai pusat pemerintahan ialah
hutan Tembaga sebelah barat laut daerah Kejawar dan sekarang terletak di
pertemuan Sungai Banyumas dan Sungai Pasinggangan di Desa Kalisube dan
Desa Pekunden Kecamatan Banyumas.
Dengan demikian, tanggal 27
Ramadhan 978 H atau 22 Pebruari 1571 lebih bisa dipertanggungjawabkan
karena ada sumbernya atau ada dokumennya. Tanggal tersebut merupakan
alternatif kuat untuk ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Banyumas
sebelum ditemukannya sumber sejarah yang lain yang lebih kuat.
Catatan :
Tanggal 27 Pasa (27 Ramadhan) yang tercantum dalam Babab Banyumas
Kelibening yang berasal dari Naskah abad ke-16 atau 17 Masehi.
Sugeng Priyadi. 1991. “Babad Banyumas Kalibening.”Laporan Penelitian. Purwokerto: IKIP Muhammadiyah Purwokerto.
Keterangan : Yang dimaksud Sang Mertua (rama) adalah Adipati Warga
Utama I (Adipati Wirasaba VI) atau juga dikenal dengan sebutan Adipati
Sedo Bener. Adipati Warga Utama I adalah mertua dari R. Joko Kaiman
(Adipati Mrapat) yang bergelar Adipati Warga Utama II.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar