Pusat Bisnis
Kebon dalem jumlah ruko 61 jumlah toko 26 jumlah kios 22 habis masa kontrak
agustus 2012 39 ruko masa kontrak 25-30 tahun sebelum 1986 kondisi kawasan 1.
kawasan pertokoan melingkar 2. supermarket Matahari dan Metro 3. pasar PKL
Niaga Kelana. 4. Terminal angkutan kota bangunan mangkrak toserba 4 lantai (
masih sengketa hukum dg pengembang) kawasan pertokoan kebondalem sangat
potensial untuk mengikatkan pendapatan.
Beberapa kumpulan arsip berita tentang
kebondalem , antara lain tentang perkembangan sengketa hukum, rencana
menghidupkan pusat perekonomian, rencana salah satu titik relokasi pkl, pusat perdagangan
kamlitik..hingga rencana menjadi
pusat perdagangan modern. Masih menunggu langkah real pemda.
Revitalisasi Terhalang Sengketa Hukum
PURWOKERTO- Niatan Pemkab Banyumas ke depan untuk melakukan penataan ulang atau
revitalisasi rumah toko (ruko) di pusat bisnis Kebondalem, diperkirakan akan
mengalami sejumlah kendala. Pasalnya, sebagian lokasi masih bersengketa hukum.
Mantan Kasi ke-PU-an untuk Wilayah Kota Administratif Purwokerto, Ir Supadi, kemarin, mengungkapkan reviltalisasi bisa dilakukan kalau objek bisnis milik Pemkab tersebut bebas dari masalah hukum.
’’Kalau masih ada sengketa hukum ya berat mau ditata. Kuncinya lihat kembali kontrak perjanjian awal dan gambar kali pertama. Dari situ akan jelas semua,’’ kata pensiunan PNS tahun 2003 lalu itu dengan jabatan terakhir kepala dinas cipta karya.
Disamping perjanjian masa berlaku hak
guna pakai masing-masing tempat usaha berbeda, saat ini sengketa hukum terkait
bangunan mangkrak di kompleks kawasan tersebut antara Pemkab dan pengembang
masih berlanjut.
Kebondalem diikat perjanjian pengelolaan selama 25-30 tahun tahun, dan perjanjian dibuat kali pertama tahun 1986 oleh Bupati Rudjito dan sudah mengalami perubahan perjanjian beberapa kali sampai masa Bupati Aris Setiono.
Diserahkan Kembali
Tanah milik Pemkab, pengembang diberi hak mengelola dalam batas waktu tertentu. Setelah selesai bangunan dan pengelolaan diserahkan kembali ke pemerintah.
Semasa masih sebagai pejabat, Supadi yang menandatangani pengesahan gambar pembangunan kawasan Kebondalem.
Gambar tersebut melengkapi atau sebagai
lampiran dari kontrak perjanjian yang ditandatangani oleh Bupati Rudjito dengan
PT Graha Cipta Guna (GCG).
’’Ibaratnya kontrak perjanjian itu roh,
dan gambar itu raga. Kalau gambarnya dinyatakan hilang berarti apa yang
disepakati di kontrak tidak bisa dilaksanakan,’’ terangnya.
Kawasan Kebondalem tersebut dirancang sebagai pusat bisnis dengan dilengkapi fasilitas ada lapangan tenis, terminal angkutan kota, tempat PKL yang kini menjadi Pasar Niaga Kelana serta pertokoan lantai empat yang kini mangkrak.Dikelilingnya dibangun rumah tuko.
Kawasan Kebondalem tersebut dirancang sebagai pusat bisnis dengan dilengkapi fasilitas ada lapangan tenis, terminal angkutan kota, tempat PKL yang kini menjadi Pasar Niaga Kelana serta pertokoan lantai empat yang kini mangkrak.Dikelilingnya dibangun rumah tuko.
Khusus untuk bangunan mangkrak,
statusnya sekarang masih sengketa hukum, Pemkab menempuh upaya peninjauan
kembali (PK) setelah mengalami kekalahan.
Saat masih dalam persidangan di PN Purwokerto, majelis hakim waktu itu sempat diperlihatkan gambar oleh Bambang Widayoko saat masih menjabat sebagai Kabag Hukum dan selaku kuasa hukum Pemkab.
Dalam gambar tersebut tertuang ada tanda tangan Supadi selaku pejabat yang mengesahkan, sehingga hakim sempat menanyakan soal keabsahan tanda tangan tersebut kepada yang bersangkutan. Supadi sendiri membenarkan karena mengaku ikut merancang gambarnya. Dia juga sempat dihadirkan sebagai saksi dari Pemkab.
Kabag Hukum, Herni Sulasti, mengaku belum bisa bicara banyak seputar Kebondalem. Dia hanya bicara terkait perjanjian baru yang mungkin dilakukan Pemkab, jika masa hak guna pakai pengembang saat ini selesai.
’’Kalau misalnya sudah selesai, kemungkinan perjanjiannya akan berubah. Kalau nanti harus mengacu Permendagri No 17 Tahun 2007 tentang Pedoman, Pengelolaan Barang Daerah,” katanya sambil menyebut masih ada Perda No 3 Tahun 2007 untuk aturan di Banyumas.
Saat masih dalam persidangan di PN Purwokerto, majelis hakim waktu itu sempat diperlihatkan gambar oleh Bambang Widayoko saat masih menjabat sebagai Kabag Hukum dan selaku kuasa hukum Pemkab.
Dalam gambar tersebut tertuang ada tanda tangan Supadi selaku pejabat yang mengesahkan, sehingga hakim sempat menanyakan soal keabsahan tanda tangan tersebut kepada yang bersangkutan. Supadi sendiri membenarkan karena mengaku ikut merancang gambarnya. Dia juga sempat dihadirkan sebagai saksi dari Pemkab.
Kabag Hukum, Herni Sulasti, mengaku belum bisa bicara banyak seputar Kebondalem. Dia hanya bicara terkait perjanjian baru yang mungkin dilakukan Pemkab, jika masa hak guna pakai pengembang saat ini selesai.
’’Kalau misalnya sudah selesai, kemungkinan perjanjiannya akan berubah. Kalau nanti harus mengacu Permendagri No 17 Tahun 2007 tentang Pedoman, Pengelolaan Barang Daerah,” katanya sambil menyebut masih ada Perda No 3 Tahun 2007 untuk aturan di Banyumas.
Segera Direalisasikan, Wacana Penataan Kebondalem
suaramerdeka.com
-14 Oktober 2014,
Pedagang
Kaki Lima (PKL) Wira Niaga Kelana berharap wacana penataan komplek Kebondalem
menjadi pusat penjualan kain, logam, kulit dan plastik (kamlitik) segera
direalisasikan. Ketua Paguyuban PKL Wira Niaga Kelana, Talim Hadi Suwito,
mengatakan sudah mendengar wacana penataan komplek Kebondalem sejak lama.
“Kami di sini sudah mendengar dari berbagai media sejak lama, namun sampai sekarang belum ada realisasi,” katanya, Selasa (14/10).
Dia mengatakan mendukung langkah pemkab yang akan menata ulang kawasan tersebut. “Saya sendiri sepakat, asal nantinya bisa berubah menjadi baik. Kios-kios yang saat ini digunakan luas berbeda-beda, akan lebih baik jika diseragamkan,” ujar dia.
Terkait dengan rencana relokasi sementara, dia mengaku tidak mempersoalkannya. “Untuk sementara waktu berjualan di tempat lain tidak apa-apa. Meskipun nanti misal di tempat baru kurang ramai, kami akan tetap bertahan, yang penting ke depan menjadi lebih baik,” kata dia.
“Kami di sini sudah mendengar dari berbagai media sejak lama, namun sampai sekarang belum ada realisasi,” katanya, Selasa (14/10).
Dia mengatakan mendukung langkah pemkab yang akan menata ulang kawasan tersebut. “Saya sendiri sepakat, asal nantinya bisa berubah menjadi baik. Kios-kios yang saat ini digunakan luas berbeda-beda, akan lebih baik jika diseragamkan,” ujar dia.
Terkait dengan rencana relokasi sementara, dia mengaku tidak mempersoalkannya. “Untuk sementara waktu berjualan di tempat lain tidak apa-apa. Meskipun nanti misal di tempat baru kurang ramai, kami akan tetap bertahan, yang penting ke depan menjadi lebih baik,” kata dia.
wacana lain yang berkembang tentang rencana menjadikan kebondalem
sebagai pusat perdagangan kamlitik adalah menunggu proses hukum yang sedang
berjalan.
Wacana Penataan Kebondalem Urung Dilakukan
13 Desember 2014 , Suara Banyumas
Wacana
penataan komplek pertokoan Kebondalem menjadi pusat penjualan kain, logam,
kulit dan plastik (kamlitik) urung dilakukan. Pemkab memilih menunda realisasi
wacana tersebut hingga persoalan lahan tersebut selesai. “Belum ada kesepahaman
mengenai keputusan Mahkamah Agung (MA). Kami harus mengerem dulu, mbok jadi
masalah di kemudian hari,” kata Kabid Pasar dan PKL Dinas Perindustrian
Perdagangan dan Koperasi (Dinperindagkop) Banyumas, Tony Simamora, Sabtu
(13/12). Menurutnya, pemkab tidak berani tergesa-gesa mengambil langkah untuk
melakukan penataan pedagang kaki lima (PKL) Wira Niaga Kelana Kebondalem, sebab
menyangkut persoalan hukum. “Karena ini menyangkut persoalan hukum, kami tidak
berani menabrak,” ujar dia. Lebih lanjut dia mengatakan, saat ini pihaknya
lebih memilih menunggu hingga persoalan hukum area tersebut selesai. Dia
mengatakan, wacana penataan lokasi tersebut menjadi pusat penjualan kamlitik
akan tetap berlanjut, namun dengan batas waktu yang belum diketahui. “Wacana
pusat penjualan kamlitik masih tertunda. Kami memutuskan untuk menunda hingga
lahan tersebut clear dari persoalan hukum. Kalau seandainya tahun depan sudah
ada keputusan, kami akan melanjutkan itu,” kata dia.
Tindak Lanjut
Penyelesaian Sengketa Kebondalem Belum Disentuh 12 Februari 2015 Pemkab
Bannyumas mengaku belum menyentuh upaya penyelesaian sengketa pengelolaan
kawasan bisnis Kebondalem Purwokerto dengan PT Graha Cipta Guna (GCG)
Purwokerto. Dalam keputusan Mahkamah Agung (MA) tahun 2011, pemkab diwajibkan
membayar denda dan ganti rugi sekitar Rp 36,7 miliar kepada pihak GCG. Namun
sampai tahun 2015 ini, kewajiban tersebut belum dilaksanakan. “Soal Kebindalem,
belum kita sentuh. Ini satu-satu dulu, supaya fokus. Kita selesaikan masalah
pengelolaan kolam renang Tirtakembar dulu dan ini sudah mau selesai karena
kewajiban membayar denda dan lainnya sedang kita laksanakan.,” kata Bupati
Achmad Husein didampingi Sekda Wahyu Budi Saptono dan Kabag Hukum Herni
Sulastri, usai kegiatan public hearing soal rancangan Perbup tentang rencana
lelang jabatan eselon 2,3 dan 4, di Graha Satria Pemkab Banyumas, Rabu (11/2).
Penyelesaikan Kebondalem dengan PT GCG, kata Husein, butuh pemahaman yang
menyeluruh dulu. Setelah Tirtakembar diselesaikan, pihaknya segera menggelar
pembahasan khusus lewat model FGD dengan SKPD terkait. Bila perlu FGD akan
didiskusikan seharian penuh. “Saya juga pengen tahu, sebenarnya awalnya seperti
apa soal Kebondalem. Penyelesaian tetap harus kita lakukan, karena kalau tidak
diselesaikan kewajiban dari putusan MA akan berjalan,” ujarnya. Kemungkinan
dalam negoisasi penyelesaian Kebondelam, salah satunya dengan opsi tukar guling
atau penjualan aset, Bupati juga belum bisa memberikan penjelasan. Hal-hal yang
terkait penyelesaian kewajiban hasil putusan MA maupun rencana perjanjian ulang,
baru akan dibahas setelah dilakukan kajian secara khusus di internal pemkab
dulu. Dalam putusan MA, pemkab harus membayar denda, di antaranya akumulasi
uang paksa (dwangsom) per hari 1 juta sejak November 2011 lalu, sebesar Rp 36,7
miliar.
Selesaikan Sengketa Kebondalem, Pemkab Perlu Siapkan Negoisator Handal
suaramerdeka.com - 28 Januari 2015
Pemkab
Banyumas harus bisa menyiapkan tim atau pejabat yang memiliki talenta dan
kemampuan dalam melakukan negoisasi dalam rangka menyelesaikan pembayaran
sengketa pengelolaan kawasan bisnis Kebondalem, dengan pihak ketiga, PT Graha
Cipta Guna Purwokerto. “Harapan pengajuan keringanan denda akan berjalan mulus,
kalau pemkab bisa menyiapkan negoisator ulang atau handal. Tapi kalau model
komunikasinya formal, dipastikan sulit mencari titik temu seperti yang
diharapkan banyak pihak,” nilai dosen Fakultas Hukum Unsoed, Hibnu Nugroho,
Rabu (28/1). Menurutnya, denda uang paksa atau dwangsom sebesar Rp 36,7 miliar
yang harus dibayarkan oleh Pemkab ke PT Graha Cipta Guna (GCG) terkait sengketa
tersebut sudah berkekuatan hukum tetap karena merupakan putusan MA (Mahkamah
Agung). Namun, kata dia, masih ada celah, yakni jumlah denda tersebut bisa
diringankan sepanjang disetujui pihak pemenang lewat perjanjian yang
berkekuatan hukum. “Pola negoisasi harus bisa duduk bersama mencari solusi
terbaik, bukan bersiteguh dengan sikap dan pendirian. Sehingga apa yang
disampaikan Wakil Bupati sudah benar,” kata dosen yang konsen dalam masalah
anti korupsi dan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih ini. Dalam proses
negoisasi tersebut, lanjut dia, Pemkab perlu memiliki tim atau personel yang
mumpuni. Tim bisa diambilkan dari internal pemkab maupun pihak luar. Pasalnya,
negosiator ini harus mampu meyakinkan pihak pemenang bahwa keringanan tersebut
tidak merugikan salah satu pihak. Negosiator tersebut juga harus mampu
merasionalkan alasan-alasan perlunya keringanan. “Misalnya uang denda denda
yang harus dibayarkan bagaimana pun akan diambil dari APBD yang merupakan uang
rakyat. Jadi harus bisa menyakinkan dan mengugah rasa empati dan kepedulian
untuk kepentingan masyarakat Banyumas yang lebih luas,” sarannya. Dia
menambahkan, tugas negosiator juga harus mampu membangun kesepahaman terhadap
suatu permasalahan dan melakukan penyelesaian sengketa secara damai melalui
perundingan antara pihak yang bersengketa.
Arsip 22 Mei 2006..Berarti rencana revitalisasi sudah 10 tahun yang lalu
Kawasan Kebondalem Akan Dihidupkan Lagi
Setelah Terbengkalai Belasan Tahun
Purwokerto - Kawasan Kebondalem Purwokerto pada 1960 sampai 1980 menjadi pusat
bisnis yang maju . Daerah ini ramai karena ada terminal bus. Sejak terminal bus
dipindah ke Karangklesem pada 1982, keramaian bisnis di Kebondalem tak bersinar
lagi sampai sekarang.
Kini, bekas pusat bisnis ternama di Purwokerto itu malah menjadi pusat pedagang
kaki lima (PKL) dan subterminal angkutan kota. Kawasan ini tidak menarik untuk
dijadikan lahan bisnis karena pertokoan yang menghadap ke bagian dalam
Kebondalem banyak yang ditutup.
Keadaan itu diperburuk lagi dengan adanya bangunan tiga lantai yang mangkrak.
Setelah pembangunan pusat bisnis terkatung-katung sejak 1980, kini ada gagasan
untuk menghidupkan kembali jantung bisnis di Kota Purwokerto itu.
Bisnis di Kebondalem pada 1960-1980 sangat cerah karena berdekatan dengan
tempat hiburan bioskop Srimaya (kini Toko Tanaka) di Jalan Jenderal Soedirman.
Bioskop itu berada di kawasan perdagangan di sepanjang protokol yang dekat
dengan Pasar Wage.
Sejak terminal bus pindah ke Karangklesem (Jalan Gerilya dan kini sudah pindah
lagi ke Teluk Jalan Suwatio) pemerintah sebenarnya akan mempertahankan
Kebondalem sebagai pusat bisnis. Kawasan dengan luas 3,4 hektare itu akan
disulap menjadi pusat hiburan dan bisnis paling megah .
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) saat itu bekerja sama dengan CV PB Bali milik
Made Widiana akan membangun pertokoan di kawasan ini. Tahap pertama dibangun 29
kios menghadap Jalan Suprapto dengan hak pengelolaan 30 tahun yang akan habis
pada 2012.
Tahap kedua, membangun 22 ruko menghadap Jalan Gatot Subroto pada 1982. Tahap
ketiga, pada 1986 membangun taman hiburan rakyat (THR) dan biskop. Tahap
keempat, pada 1988 membangun gedung pertokoan modern tiga lantai, arena
ketangkasan, serta gedung pertemuan serbaguna.
Dari keempat tahapan pembangunan Kebondalem yang belum terealisasi adalah
pembangunan THR, gedung bisokop, dan pertokoan modern tiga lantai.
Sebenarnya, pada 1988 Made Widiana mulai membangun gedung pusat perbelanjaan
tiga lantai. Namun, investor itu tiba-tiba menghentikan pembangunanbta karena
berbeda pendapat dengan Pemkab.
Pada saat itu, Bupati Banyumas Rudjito dan Gubernur Jateng HM Ismail menjadikan
kawasan Kebondalem sebagai tempat penampungan PKL. Padahal, relokasi PKL tidak
tercantum dalam perjanjian antara Made dan Pemkab. Investor beranggapan
pemerintah daerah telah ingkar janji. Karena itu, dia menghentikan pembangunan
gedung tiga lantai tersebut.
Akan Dihidupkan
Kini, setelah gedung tiga lantai mangkrak dan terkatung-katung 18 tahun, Ketua
DPRD Banyumas Suherman punya gagasan untuk menghidupkan kembali Kebondalem.
Dia meminta Bupati Aris Setiono agar menyelesaikan kasus bangunan yang mangkrak
itu dengan investor. ''Tahun ini, masalah bangunan mangkrak harus sudah
selesai,'' ujarnya, kemarin.
Dukungan penyelesaian kasus Kebondalem juga datang dari Partai Amanat Nasional
(PAN). Dalam pandangan akhir Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) pekan
lalu, Sekretaris Fraksi PAN Muhamad Iqbal meminta Bupati berani turun tangan
menata kembali.''Kalau Bupati tak dapat mengatasi kasus ini, jadikan saja
Purwokerto sebagai kota mangkrak dan 2006 sebagai tahun mangkrak,'' sindir
Iqbal.
Sebagai wakil rakyat, Suherman dan Iqbal ingin menyelesaikan kasus Kebondalem
secara jernih, menguntungkan semua pihak, dan bermanfaat bagi rakyat.
Rakyat Banyumas kini banyak yang menganggur, mereka butuh lapangan pekerjaan.
Karena itu, Kebondalem harus dihidupkan lagi untuk menampung mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar