BANYUMAS – Regenerasi tenaga kerja tanam bibit padi yang sebagian besar dilakukan kaum wanita terancam. Pasalnya, sebagian besar generasi muda lebih memilih bekerja sebagai buruh di pabrik atau di perusahaan-perusahaan nonpertanian.
Hal itu terungkap dalam Diklat Teknis Tematik bagi Penyuluh Pertanian Angkatan I di Balai Balai Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Sumpiuh, Selasa (10/5) – Senin (16/5). Kegiatan itu diikuti 30 penyuluh pertanian dari 11 kecamatan.
Koordinator BP3K Sumpiuh Suwinarto mengemukakan, dampak kelangkaan tenaga kerja tanam antara lain mengakibatkan jadwal tanam kerap mundur. Kemudian tanam tidak serempak, sehingga berpengaruh terhadap ganguan hama yang akhirnya berpengaruh terhadap produksi padi.
”Urbanisasi yang tinggi menyebabkan generasi muda cenderung meninggalkan desa dan sektor pertanian kurang diminati. Untuk meningkatkan produksi dan pendapatan usaha tani padi memerlukan teknologi yang sesuai dengan kondisi sumber daya pertanian,” ujarnya, kemarin.
Inovasi Teknologi
Menurutnya, inovasi teknologi rice transplanter (mesin tanam pindah bibit padi) berpeluang dapat mempercepat waktu tanam bibit padi. Teknologi itu sekaligus dapat mengatasi kelangkaan tenaga kerja tanam bibit padi.
”Dalam budi daya padi, salah satu kegiatan yang banyak menyerap tenaga kerja adalah kegiatan tanam pindah bibit padi. Kegiatan tanam padi pada umumnya dilakukan wanita dengan usia yang menua.
Di sisi lain minat generasi muda berkurang,” ujar dia. Dia mengatakan, untuk mengoptimalkan teknologi itu, penyuluh pertanian perlu dibekali pengetahuan dan kemampuan mengoperasikan mesin rice transplanter.
Pasalnya penyuluh pertanian merupakan ujung tombak pemerintah di lapangan. ”Rice transplanter adalah jenis mesin penanam padi yang digunakan untuk menanam bibit padi. Pertama bibit padi disemaikan pada area khusus dengan umur tertentu, kemudian dipindah dengan rice transplanter pada area sawah kondisi siap tanam,” papar dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar