Mereka Rela Menantang Keganasan Arus Tajum
KONDISI geografis alam terbukti turut ambil bagian dari pembentukan karakter, , sosial budaya, dan kehidupan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Hal itu pun berlaku bagi warga di bantaran Sungai Tajum, Desa Kracak dan Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang.
Di tengah ancaman keganasan arus sungai tersebut, warga juga mengambil manfaat dengan adanya sungai tersebut. “Meski terkadang mengancam warga terutama erosi hingga luapan ke permukiman, banjir Sungai Tajum ini pun seolah dinanti.
Terutama bagi para pencari kayu yang hanyut di sungai,” ujar Ahmad Miftah, perangkat desa setempat yang mengambil gambar warga pencari kayu hanyut di tengah banjir Sungai Tajum yang dahsyat pekan lalu. Banjir kiriman dari hulu Sungai Tajum terutama dari Desa Gancang, Paningkaban, Cihonje dan Kedungurang Kecamatan Gumelar memang sering membawa material, seperti kayu, bambu yang menjadi kayu bakar.
Karena itu, sebagian warga yang masih memanfaatkan kayu bakar sebagai bahan bakar tungku. Mereka rela menantang maut untuk mengambil kayu yang hanyut di aliran sungai terbesar di Banyumas bagian barat tersebut.
Pekerjaan itu bukannya tanpa risiko. Pasalnya, untuk mendapatkan kayu hanyut, mereka harus berdiri tanpa pengaman di tepi sungai yang rawan meluap. Untuk mendapatkan kayu hanyut, mereka hanya bermodal sebilah bambu sepanjang enam meter dan yang diberi seutas tali sepanjang 10 meter dan diberi kait jangkar di ujungnya.
Waswas Luapan Banjir
“Tak masuk akal memang, risikonya mereka bisa terbawa arus, terpeleset, apalagi ketika kayu yang dikait itu cukup besar. Selain kayu bakar, di tengah banjir, terkadang ada juga warga yang mencari ikan di tepian sungai,” ungkapnya Berbeda dari sebagian warga yang menanti banjir untuk mencari kayu bakar, sebagian warga lain justru waswas ketika Sungai Tajum banjir besar.
Mereka yang khawatir terhadap banjir kiriman dari hulu Sungai Tajum adalah para pendulang emas, pencari pasir, dan warga di sekitar bantaran Sungai Tajum. Banjir Sungai Tajum juga potensi untuk meluap dan menggenangi pemukiman di sekitar Sungai Tajum. “Yang paling terdampak ketika ada luapan sungai adalah kami warga RW 7 terutama Grumbul Darma Wetan Kali.
Soalnya beberapa tahun lalu, wilayah RT 3 RW 7 porak poranda karena luapan banjir sungai yang sampai ke permukiman,” kisah Asrori Azhari, anggota BPD Desa Darmakradenan. Kekhawatiran warga itu semakin beralasan karena hingga jelang pertengahan Mei ini hujan lebat yang mengakibatkan Sungai Tajum banjir masih saja terjadi.
Belum lagi, saat ini proses pembangungan talut beronjong di tepi Sungai Tajum juga belum selesai. Terkait dengan potensi manfaat dan bahaya dari keberadaan sungai besar tersebut, Pemerintah Desa Darmakradenan terus mengimbau warga agar waspada saat memanfaatkan sungai.
Pemanfaatan aliran sungai mulai dari untuk mencari mineral batu, bijih emas, ikan hingga untuk transportasi angkutan kayu gelondong dari hulu ke hilir dapat dilaksanakan sesuai prosedur dan standar teknis yang berlaku. “Jangan sampai pemanfaatan sungai ini berdampak bagi kerusakan sungai.
Kami minta warga memperhatikan prosedur regulasi dan standar teknis, sehingga tidak merugikan diri sendiri, masyarakat hingga lingkungan sungai,” ungkap Kepala Desa Darmakradenan Kecamatan Ajibarang Harjono yang juga menyoroti keruhnya air Sungai Tajum yang dinilai tak wajar beberapa waktu lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar