Berawal dari Forum Arisan
Quote.suaramerdeka.com :
MANISNYA produk gula telah membawa nama Banyumas ke dunia internasional. Sayang, karena rendahnya produk gula ini, mayoritas dari 27.314 orang penderes di Banyumas, masih didera kemiskinan, kebodohan dan masa tua yang suram.
Sistem ijon, dan sistem tata niaga yang tak berpihak ke petani semakin membuat penderes dan keluarganya terus menderita. Hal itu pun dirasakan para penderes di Desa Semedo, Kecamatan Pekuncen yang 70 persen penduduknya berprofesi sebagai penderes. Dengan keterbatasan pengetahuan, infomasi, pendidikan tentang produksi, hingga pemasaran membuat, mayoritas dari mereka harus tetap tergantung pada tengkulak.
Beruntung, sebagian kecil dari penderes mulai bangkit dan berdaya, berkat keikutsertaan mereka dalam kelompok petani gula kelapa yang kini telah menjadi Kelompok Usaha Bersama Ekonomi (KUBE) Manggar Jaya sejak Juni 2012 silam. Kelompok itu terbentuk dari kepeloporan Akhmad Sobirin (29), pemuda yang baru saja lulus dari Teknik Mesin Universitas Gajah Mada.
Berangkat dari keprihatinan kepada kaum penderes di tanah kelahirannya itulah, ia mulai melakukan pendekatan kepada petani di RT 5 RW 5. Dari pendekatan itulah akhirnya terbentuk kelompok dengan 25 orang anggota.
”Awalnya dari obrolan dari satu orang ke orang lain, terus berlanjut ke forum arisan dan pertemuan RT lainnya. Pembicaraan itu akhirnya menuju pembentukan kelompok semakin intensif memasuki Februari 2012 dan akhirnya terbentuklah kelompok Juni 2012 dengan memperkenalkan produk gula semut yang saat itu mulai dilirik pasar,” jelas Juara 1 Pemuda Pelopor tingkat Provinsi Jawa Tengah.
”Kendala yang saya hadapi dari segi internal petani adalah kesadaran petani akan proses produksi yang belum standar dan masih ada yang menggunakan pengawet kimia, kesadaran berkelompok masih rendah, dan pasar yang sangat terbatas.
Sedangkan dari segi eksternal adanya dominasi monopoli pasar dari pengusaha yang merugikan petani sistem ijon (beli diawal) dan tidak suka jika petani berkelompok dan mencari pasar sendiri sehingga harga beli petani jadi lebih tinggi,” jelas pria yang baru saja memenangkan penghargaan SATU Indonesia Awards 2016. Dari kelompok itulah, para anggota berbagi pemikiran, berdiskusi dengan hati tentang harapan dan citacita mereka dan keluarganya.
Dari situ mulailah ditawarkan adanya peluang mendongkrak penghasilan melalui produksi gula semut atau kristal. Sejak itulah anggota mulai belajar memproduksi, memperbaiki mutu dan memasarkan ke pasar domestik. ”Kami sempat merugi dan gagal dan sampai akhirnya mencari pinjaman dari orang tua. Namun kami tak menyerah dan terus belajar dan kemudian bangkit lagi.
Dan keberhasilan pertama yang membangkitkan motivasi berkelompok dan berwirausaha ini adalah ketika petani mendapatkan margin selisih harga yang cukup tinggi antara gula kelapa cetak dan gula semut,” jelas pemuda yang kini juga berprofesi sebagai penyuluh swadaya.
Pantang Menyerah
Sikap pantang menyerah terus ditanamkan dalam anggota kelompok. Salah satu keberhasilan awal adalah adanya perbedaan harga gula kelapa cetak biasa dengan gula semut sehingga pendapatan petani dapat meningkat secara signifikan.
Dengan selisih harga yang mencapai Rp 3.000 sampai Rp 5.000/kilogram cukup membuat petani bersemangat. Kini harga gula semut bisa mencapai lebih dari Rp 20 ribu dan petani Manggar Jaya bisa memasok gula semut hingga lebih dari 50 ton per tahun. ”Namun demikian kami tak tinggal diam, dari kelompok inilah kami ajarkan agar petani tak berpuas hati.
Karena masih banyak permasalahan yang dihadapi,” katanya. Selain permasalahan harga, sedikit demi sedikit kelompok menginventarisasi masalah yang dihadapi mereka secara umum. Dari berkelompok itulah mereka sadar betapa merugikannya sistem ijon, monopoli tengkulak, keterbatasan akses pasar, regenerasi yang rendah penderes, rendahnya kualitas dan kuantitas produk gula hingga tidak ada jaminan kesehatan dan hari tua bagi penderes.
Maka secara bertahap melalui kelompok inilah, petani mendapatkan fasilitasi tentang sertifikasi produk gula semut organik kualitas ekspor, informasi pasar gula dalam dan luar negeri hingga pendaftaran anggota kelompok dalam kepesertaan Jaminan Hari Tua BPJS Ketenagakerjaan hingga akses Kredit Usaha Rakyat.
Usaha untuk peningkatan dan mempertahankan mutu kualitas produk juga terus dilaksanakan dengan mekanisme Internal Control System (ICS). Semua dilaksanakan sebagai ikhtiar memberdayakan ekonomi dan memperbaiki kehidupan penderes dan keluarganya.
”Dengan berjalanya waktu permasalahan-permasalahan mulai kami selesaikan, untuk kualitas dan kuantitas gula digencarkan dengan sosialisasi, mendatangkan dinas terkait, praktik, dan pendekatan secara individu dari satu petani ke petani lain. Sedangkan untuk akses pasar saya menjembatani kelompok dengan pasar ekspor sehingga harga bisa meningkat hingga 100% dan dominasi pengusaha sedikit demi sedikit bisa dihilangkan digantikan dengan sistem kekeluargaan dan transparansi,” jelas Sobirin.
Kini dengan kepercayaan pasar dan pembeli dari luar negeri khususnya Amerika, dan Eropa, Sobirin terus mendorong agar petani tak berpuas diri dalam zona nyaman. Selain mempertahankan kualitas produk gula semut dengan standar higientias dan organik Eropa, ia juga mendorong anggota kelompok untuk bisa memikirkan keluarga dan masa depan anak cucu mereka di masa mendatang.
Petani didorong terus mengupayakan pembenahan dapur produksi gula bersih, sehat, higienis, peremajaan pohon kelapa kelapa. Selain itu usaha peternakan, tanam karet, pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan hingga paket wisata ‘’home stay’’ hingga ekowisata gula kelapa juga terus dikembangkan sebagai tambahan penghasilan dan investasi penderes.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar