Pembahasan Raperda Kepariwisataan Ditunda
PURWOKERTO, suaramerdeka.com – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Banyumas yang membahas Raperda Kepariwisataan, menyatakan sulit untuk meneruskan pembahasan raperda tersebut. Alasannya, setelah dikonsultasikan ke pemerintah pusat, ternyata raperda usulan eksekutif ini dinilai masih banyak kelemahan.
Ketua Pansus Raperda Kepariwisataan, Didi Rudianto mengatakan, sebelum ada perda tersebut, seharusnya sudah ditetapkan lebih dulu Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPKDA) Kabupaten Banyumas.
“Ini merupakan syarat dasar yang harus ada lebih dulu, sebagai dasar acuan pembentukan perda kepariwisataan dan RIPKDA disusun mendasarkan UU No 10 Tahun 2009, tentang Kepariwisataan dan PP No 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025,” katanya, Rabu (2/3).
Sementara rencana Induk Pembangunan Pariwisata (RIPP) Banyumas tahun 2008, kata dia, sudah kadaluarsa karena mengacu pada Perda No 3 Tahun 2008 tentang Usaha Rekreasi dan Hiburan (URHU).
Lebih lanjut dikatakan anggota Pansus, Yoga Sugama, pembangunan kepariwisataan harus didasarkan pada rencana induk kepariwisataan, yakni RIPPARNAS, RIPK Provinsi Jateng dan RIPKDA kabupaten/kota. Ini sesuai dengan Pasal 8 ayat 1 UU No 10 tahun 2009, Pasal 9 ayat 3, dan dikuatkan dengan PP No 50/2011, terutama pada ayat 1, 2 dan 3.
Dia menandaskan, penetapan perda kepariwisataan harus mengacu pada Perda RIPKDA. “Kalau dipaksakan, ini sama artinya mengabaikan acuan dasar legal drafting-nya,” tandasnya.
PURWOKERTO, suaramerdeka.com – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Banyumas yang membahas Raperda Kepariwisataan, menyatakan sulit untuk meneruskan pembahasan raperda tersebut. Alasannya, setelah dikonsultasikan ke pemerintah pusat, ternyata raperda usulan eksekutif ini dinilai masih banyak kelemahan.
Ketua Pansus Raperda Kepariwisataan, Didi Rudianto mengatakan, sebelum ada perda tersebut, seharusnya sudah ditetapkan lebih dulu Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPKDA) Kabupaten Banyumas.
“Ini merupakan syarat dasar yang harus ada lebih dulu, sebagai dasar acuan pembentukan perda kepariwisataan dan RIPKDA disusun mendasarkan UU No 10 Tahun 2009, tentang Kepariwisataan dan PP No 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025,” katanya, Rabu (2/3).
Sementara rencana Induk Pembangunan Pariwisata (RIPP) Banyumas tahun 2008, kata dia, sudah kadaluarsa karena mengacu pada Perda No 3 Tahun 2008 tentang Usaha Rekreasi dan Hiburan (URHU).
Lebih lanjut dikatakan anggota Pansus, Yoga Sugama, pembangunan kepariwisataan harus didasarkan pada rencana induk kepariwisataan, yakni RIPPARNAS, RIPK Provinsi Jateng dan RIPKDA kabupaten/kota. Ini sesuai dengan Pasal 8 ayat 1 UU No 10 tahun 2009, Pasal 9 ayat 3, dan dikuatkan dengan PP No 50/2011, terutama pada ayat 1, 2 dan 3.
Dia menandaskan, penetapan perda kepariwisataan harus mengacu pada Perda RIPKDA. “Kalau dipaksakan, ini sama artinya mengabaikan acuan dasar legal drafting-nya,” tandasnya.
PURWOKERTO, suaramerdeka.com - Panitia Khusus (Pansus) DPRD Banyumas, yang membahas Raperda Kepariwisataan menilai acuan Tata Dasar Urusan Pariwisata (TDUP) yang dipakai pihak pemkab melalui dinas terkait dianggap kadaluarsa. Dalam pengelolaan kepariwisataan selama ini, ternyata masih menggunakan aturan tahun 2008. Padahal, aturan tersebut seharusnya sudah diperbaharui dengan aturan baru.
Ketua Pansus Raperda Kepariwisataan Didi Rudianto mengatakan, hingga saat ini belum ada zonasisasi atau pemetaan soal pariwisata di Banyumas karena masih mengacu pada aturan lama, yang tidak menjelaskan soal tata dasar urusan pariwisata. “Akibat belum ada TDUP, maka pengelolaan kepariwisataan di sini kurang maksimal, sehingga ini berdampak terhadap pendapatan asli daerah,” kata Didi, Minggu (14/2). yang membandingkan dengan Kota Bogor yang baru saja dikunjungi untuk lokasi kunja.
Menurutnya, di Kota Bogor, pemerintah setempat sudah menerapkan TDUP, mengikuti aturan baru terkait pariwisata. Dalam TDUP, katanya diatur secara jelas dan detaol soal zonanisasi kepariwisataan. Jika sudah ada zonanisasi, PAD dan pendapatan masyarakat bisa dipacu lebih meningkat.
Lebih lanjut, Didi mengatakan, pembahasan raperda kepariwisataan ini diharapkan bisa singkron dengan Raperda RDTRK Perkotaan Purwokerto yang masih diperpanjang pembahasannya sampai saat ini. Sehingga zonanisasi terkait dunia pariwisata di Banyumas nantinya bisa terpetakan dan menjadi perencanaan kabupaten. “Jadi tidak hanya kota pendidikan, kota perekonomian, kota perdagangan, tapi harus ditegaskan juga menjadi kota pariwisata,” harapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar