Rencana pasar Seni Jalan Gatot Subroto menuai pro kontra. karena topik cukup luas dan berita berkesinambungan maka tulisan dibagi 2. Tulisan pada postingan sebelumnya di bagian 1. Perkembangan terbaru di Bagian 2.
“Untuk membuat pasar seni yang besar kita membuat kegiatan-kegiatan seni yang kecil dulu. Bentuknya bukan pasar seni, tapi pementasan seni dalam sekup kecil. Yang di Jl Gatsu kita harus pelan-pelan karena ada reaksi pro-kotra"
Bupati : Baru Wacana Kok Ribut
10 February 2016 | Radar Purwokerto
Terkait Pasar Seni
PURWOKERTO – Wacana adanya pasar seni ternyata masih menimbulkan pro dan kontra. Terutama terkait lokasi yang digunakan yakni Jalan Gatot Subroto.
Bupati Banyumas Ir Achmad Husein yang menggagas adanya pasar seni, tidak menyangka wacana tersebut menimbulkan pro dan kontra. Menurutnya, pasar seni yang rencananya akan digelar April mendatang masih wacana. “Pasar seni baru wacana kenapa ribut,” ujar dia.
Pihak yang kotra terkait pasar seni berasal dari kalangan dewan. Seperti Ketua Komisi A Sardi Susanto yang mengatakan bahwa pasar seni tidak seharusnya diadakan di Jalan Gatot Subroto, karena lokasi tersebut banyak obyek vital. Seperti Bank Indonesia, gereja, dan beberapa obyek vital lainnya.
“Risikonya terlalu besar kalau tetap diadakan di Gatot Subroto. Selain akan mengganggu orang beribadah juga termasuk jalan protokol. Mumpung belum terlanjur sebaiknya dialihkan ke tempat lain,” kata Sardi.
Politisi dari PDI Perjuangan itu menyarankan agar pasar seni diadakan di alun-alun Purwokerto. Selain merupakan tempat umum, pengunjung juga bisa mengetahui lebih jauh lagi tentang budaya Banyumasan.
“Kalau di alun-alun kan bisa sekaligus datang ke pendopo. Melihat-lihat apa yang ada di dalamnya. Mereka juga punya hak untuk tahu lebih banyak soal kantor pemerintahan yang ada di sini. Karena sebenarnya itu juga milik rakyat Banyumas,” ungkapnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi D, Shinta Laela menyarankan agar rencana pasar seni dikordinasikan dengan semua elemen, termasuk DPRD Banyumas. Karena event tersebut berkaitan dengan masyarakat luas.
“Mengenai pasar seni, seyogyanya bupati melalui dinas terkait alangkah baiknya mengajak kami berkordinasi agar bisa menemukan solusi yang terbaik,” katanya.
Sekretaris Komisi D Yoga Sugama juga menuturkan, pemililihan Jalan Gatot Subroto menyalahi aturan bupati. Sebab jalan tersebut merupakan kawasan tertib dari peredaran PGOT, PKL dan minuman keras.
“Sejak tanggal 1 September kawasan itu (Jalan Gatot Subroto, red) dijadikan kawasan tertib. Malah dulu sempat ada operasi besar-besaran di sana,” kata Yoga.
Dia mengatakan, seluruh anggota Komisi D dan beberapa dari komisi lain tetap menolak pasar seni diadakan di Jalan Gatot Subroto.
Menanggapi adanya kotra dari anggota dewan, Kabid Pariwisata Dinporabudpar Kabupaten Banyumas Deskart Djatmiko mengatakan, akan mendiskusikan kembali soal rencana tersebut dengan Komisi D.
Yang akan dibahas salah satunya terkait format yang jadi kesepakatan bersama, mulai dari lokasi hingga waktu event. “Ketika semua sudah dibicarakan dan disetujui oleh semua pihak, baru kita sampaikan kepada pak bupati,” kata dia.
Terkait soal lokasi, menurutnya, semua masih bisa dikordinasikan apakah akan tetap diadakan di jalan protokol tersebut atau di tempat lain sesuai hasil kesepakatan.
Menurutnya, yang menjadi persoalan bagaimana agar jalan protokol tidak menimbulkan kemacetan dan mengganggu orang beribadah. “Formatnya mau gimana nanti bersama-sama akan dirembug,” ujarnya.
Dia menambahkan, tujuan dari gelaran Pasar Seni tesebut salah satunya untuk membantu mengangkat pariwisata di Banyumas, sehingga rumah makan dan sejumlah hotel di Banyumas juga akan semakin ramai.
Perlu diketahui, saat ini okupansi hotel di Banyumas masih cukup rendah. Kapasitasnya masih dibawah rata-rata, yakni 40 persen. Padahal salah satu keuntungan yang didapatkan hotel jika okupansi pengunjung di atas 40 persen.
“Diharapkan dengan adanya kegiatan Pasar Seni bisa menarik wisatawan ke Banyumas.
Yang tadinya hanya berkunjung dua jam, kalau semakin banyak kegiatan di sini otomatis kunjungan mereka akan semakin lama. Jika lama, maka hotel dan rumah makan di sini juga semakin ramai,” ungkapnya
DKKB Usul Pasar Seni di GOR Mini
11 February 2016 | Radar Purwokerto
PURWOKERTO – Usulan
lokasi pasar seni terus bermunculan. Salah satunya dari Dewan Kesenian
Kabupaten Banyumas (DKKB) yang mengusulkan pasar
seni diadakan di GOR Mini. “Saya usul mbok itu diadakan di GOR Mini
saja. Selain tidak mengganggu masyarakat, juga akan menghilangkan image
jika tempat tersebut rawan. Tempatnya sudah ada, tinggal diperbaiki
saja,” kata Ketua DKKB, Sadewo, Rabu (10/2). Dia mengatakan, saat ini
GOR Mini terkenal dengan tempat yang rawan kejahatan. Jika dimanfaatkan
sebagai tempat berkegiatan secara rutin, maka harapannya menjadi tempat
yang aman dan kembali ramai. “Kalau di GOR Mini sekaligus memanfaatkan
asetnya pemda yang terbengkalai. Apalagi untuk parkiran juga luas,
kendaraan bisa masuk ke lapangan,” ujarnya. Usul lain jika ingin
diadakan di jalan, Sadewo menyarankan di jalur yang mempunyai dua ruas
seperti di Jalan Gerilya. Jika tetap dipaksakan di jalur protokol,
dikhawatirkan akan mengganggu lalu lintas. “Apalagi rencananya akan
diadakan secara kontinue, pasti akan ada dampaknya,” tandasnya. Namun
dikatakan Sadewo, DKKB hanya bisa mengusulkan. Terkait keputusan, kata
dia, yang berhak adalah Pemkab Banyumas. “Itu hanya usulan. Saya tidak
pernah melarang teman-teman DKKB yang akan berkesenian, tentunya mereka
akan berkesenian di tempat yang disediakan pemda. Tapi pada intinya saya
tidak setuju, karena itu jelas mengganggu karena berkelanjutan,”
ujarnya.
Paksakan Pasar Seni di Jl Gatsu Bisa Pengaruhi Penilaian Adipura
PURWOKERTO, suaramerdeka.com - Paguyuban Kerabat Mataram (Pakem) di Kabupaten Banyumas menilai, penyelenggaraan Festival Pasar Seni Tugu jika tetap dipaksanakan di Jl Gatot Subroto (Gatsu) Purwokerto, bisa menimbulkan kesemrawutan. Hal ini justru akan mempengaruhi penilaian Adipura terhadap Kota Purwokerto, yang sudah dua kali meraih piala.
Ketua Pusat Pakem, Yatman Sumarman mengatakan, kawasan Gatsu yang sudah tertata bersih dan lingkungannya sudah aman, jika dijadikan lokasi Festival Pasar Seni, meskipun malam hari, bisa menjadi amburadul. Apalagi di lokasi tersebut juga berdiri banyak objek vital. Sehingga tidak tepat jika tetap dilaksanakan di lokasi tersebut. “Sekalipun malam hari, tapi itu kan masalah keamanan, yang harus kondusif. Kalau tetap di jalan itu pasti akan menambah personel untuk menjaga kewasan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diharapkan,” katanya, Kamis (11/2).
Dia menyarankan agar festival pasar seni dan kuliner tersebut ditempatkan di komplek stadion atau GOR Mini, yang juga berdekatan dengan Taman Andhang Pangrenan. Selama ini lokasi tersebut terbengkalai dan rawan kejahatan. Lokasi tersebut juga asetnya pemkab dan pernah punya pengalaman sukses untuk penyelenggaraan pameran pembangunnan tingkat kabupaten sekitar 13 tahun lalu. “Daripada terbengkalai mbok ya dibenahi, itu juga aset pemkab. Apalagi juga dekat dengan Taman Andang Pangrenan, sehingga bisa meramaikan kedua tempat tersebut,” ujarnya.
Untuk lokasi di Alun-alun Purwokerto, dia tidak sependapat. Alasannya, kondisi ruang publik tersebut saat ini sudah cukup memprihatinkan. Jika ditambah dengan even tersebut akan semakin krodit. “Kalau ditempatkan di GOR Mini, jadi pemerintah bisa memberikan opsi untuk masyarakat memilih ke tempat yang ingin disinggahi. Kalau ingin suasana yang nyaman bisa ke alun-alun, tapi kalau ingin ke acara kesenian bisa ke GOR Mini,” ungkapnya.
Lokasi Pasar Seni Tugu Tuai Pro-Kontra
Festival Pasar Seni Ditunda
PURWOKERTO – Wacana festival Pasar Seni di Jalan Jenderal Gatot Subroto yang menimbulkan pro dan kontra, membuat pemkab akhirnya memutuskan akan menunda hingga waktu yang belum ditentukan. Sebagai gantinya, pemkab berencana menggelar event dengan tema art and dinner di halaman KPRI Sejahtera Bakorwil III Jateng.
Menurut Kabid Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyumas Deskrat Djatmiko, event tersebut tidak berbeda dengan event pasar seni, hanya lebih kecil.
“Rencananya diadakan bulan April selama dua hari penuh. Tapi untuk tanggalnya masih kita rapatkan kembali,” katanya, Kamis (3/3).
Event tersebut selain untuk mengganti Festival Pasar Seni, juga untuk mengenang presiden pertama Indonesia Soekarno pada saat pencanangan pembangunan semesta berencana, yang pernah menginap di Purwokerto pada tahun 1963. “Ini mau kita peringati dengan adanya kegiatan kesenian,” ujarnya.
Menurutnya, Festival Pasar Seni merupakan satu ide yang baru, tetapi untuk melaksanakannya harus berproses. Untuk itu, pemerintah berencana membuat kegiatan seni yang lingkupnya lebih kecil.
“Festival Pasar Seni harus berproses, ibarat orang makan bubur kan pinggirnya dulu karena belum bisa dicerna oleh publik bulat-bulat. Sehingga untuk menjadi pasar seni yang besar kita akan mengawali yang kecil. Bentuknya bukan pasar seni, tetapi pementasan seni di ruang yang kecil,” jelasnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, diubahnya kegiatan seni karena untuk menjadi evolusi berpikir masyarakat. Sehinngga jika suatu hari pasar seni digelar yang lebih besar, harapannya masyarakat bisa lebih mencerna.
“Dalam event ini rencananya kita akan mengundang sejumlah pelaku sejarah dan seniman yang ada di Banyumas,” katanya.
Lokasi Pasar Seni Tugu Tuai Pro-Kontra
PURWOKERT0, suaramerdeka.com – Rencana pelaksanaan kegiatan Pasar Seni Tugu di Jl Gatot Subroto Purwokerto ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan. Hal ini diputuskan karena masih terjadi pro-kontra dari berbagai kalangan, terutama dalam penentuan lokasi kegiatan.
Sebagai penggantinya, pihak pemkab melalui Dinas Pemuda, Olah raga, Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) tetap menggelar kegiatan seni, namun berskala kecil dan bersifat isindental serta tidak berkelanjutan seperti konsep awal pasar seni tugu.
Kabid Bidang Pariwisata Dinporabudpar), Deskrat Djatmiko mengatakan, event seni berskala kecil diselenggarakan untuk memancing ketertarikan pelaku seni maupun penikmat seni.
“Ini akan kita pancing dengan event seni lainnya dulu dan kita laksanakan di komplek rumah dinas Bakorwil III, tidak di jalan,” kata dia, Kamis (3/3).
Dia menilai, untuk menyiapkan pasar seni berskala besar dan berkelanjutan masih membutuhkan waktu, terutama terkait penerimaan publik.
“Untuk membuat pasar seni yang besar kita membuat kegiatan-kegiatan seni yang kecil dulu. Bentuknya bukan pasar seni, tapi pementasan seni dalam sekup kecil. Yang di Jl Gatsu kita harus pelan-pelan karena ada reaksi pro-kotra,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar