Puluhan Biro Wisata Ilegal
26 Februari 2016, Suara Banyumas
PURWOKERTO – Tidak kurang dari 30 biro perjalanan wisata di wilayah
Banyumas Raya belum memiliki izin. Keberadaannya dinilai meresahkan dan
dapat merusak citra pariwisata. Ketua Perhimpunan Biro Perjalanan Wisata
se Eks Kresidenan Banyumas (Pebemas), M Kardiyo mengatakan, banyak
wisatawan yang mengeluh karena pelayanan dan fasilitas seperti
kendaraan, akomodasi yang disediakan biro wisata tak resmi kurang
memuaskan. Hal ini mengurangi kepercayaan calon wisatawan yang ingin
menggunakan jasa biro. “Hal ini yang meresahkan kami sebagai pelaku
wisata. Kami khawatir wisatawan kapok menggunakan jasa kami akibat
perilaku biro tak berizin yang kurang bertanggung jawab,” kata dia,
kemarin. Pihaknya mendata, setiap tahun terjadi peningkatan jumlah biro
wisata. Pada 2013 terdapat 13 biro perjalanan yang menjadi anggota
Pebemas di wilayah Banyumas, Cilacap, Purbalingga dan Banjarnegara
(Banyumas Raya). Sementara pada 2015 jumlah tersebut sudah bertambah
menjadi 60 biro. Dari jumlah ini, ada 20 biro wisata yang berkantor di
Kabupaten Banyumas belum memiliki izin.
“Jumlahnya paling banyak
daripada kabupaten lain. Ini belum termasuk komunitas yang juga membuka
perjalanan wisata secara berkelompok,” tandasnya. Menurut dia, makin
meningkatnya permintaan perjalanan wisata dan moncernya wisata Banyumas
Raya mendongkrak jumlah agen wisata. Di sisi lain, perizinan yang mudah
juga membuat Pemkab lemah melakukan pengawasan. Kardiyo mengatakan,
seharusnya Pemkab mulai bertindak tegas dan memberlakukan peraturan yang
ketat terhadap perizinan. Misalnya dengan memberikan sertifikasi untuk
pemilik jasa usaha wisata dan rekreasi serta pemandu. Hal ini perlu
dilakukan untuk menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi Asia. Pemkab
harus melindungi pelaku wisata lokal saat biro wisata dari luar negeri
mulai merambah pasar dalam negeri. “Sertifikasi ini diharapkan bisa
menambah kepercayaan calon wisatawan dan para mitra. Di sisi lain,
pertanggungjawaban terhadap asuransi, keamanan dan kenyamanan juga
terjamin. Biro yang tak berijin harus ditindak,” tegasnya. Pelaku
wisata, Wiwit Yuni mengatakan, kemunculan biro perjalanan wisata yang
tidak berizin lantaran kurangnya pengetahuan terkait proses perizinan.
Selain itu, mereka juga hanya menggarap paket wisata dalam jumlah
sedikit. “Biasanya hanya melayani backpacker atau wisatawan individu.
Kalau harus membuat izin resmi justru mereka kesulitan,” katanya Menurut
dia, sebaiknya Pemkab mulai mendata biro wisata yang beroperasi di
wilayahnya. Setelah itu, mereka difasilitasi untuk mendapatkan izin dan
sertifikat bagi pemandu wisatanya. Sementara itu, Kepala Bidang
Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata, Deskart
Sotyo Jatmiko mengatakan, pihaknya tengah membahas perubahan Perda
Pariwisata. Salah satu poinnya adalah sertifikasi pemandu dan perizinan
untuk biro wisata. “Selama ini yang mengeluarkan sertifikasi pemandu
adalah pihak swasta. Dengan adanya Perda ini nanti Pemkab bisa
memfasilitasi proses sertifikasi,” ujarnya. Terkait biro wisata yang
belum berizin, pihaknya meminta bantuan Pebemas untuk menggandeng biro
tersebut, sehingga koordinasi dapat dilakukan dengan mudah. Menurut dia,
sekarang wisatawan cenderung kritis. Mereka tentu meminta biro
perjalanan wisata untuk menunjukkan ijin resmi dan sertifikat para
pemandu wisatanya.
Mereka Perlu Dirangkul
26 Februari 2016 , Suara Banyumas
MAKIN banyaknya jumlah biro perjalanan wisata seharusnya tidak
disikapi dengan antipati. Hal ini justru menjadi indikator peningkatan
aktivitas wisata pada suatu kawasan. Hal itu diutarakan oleh pengamat
pariwisata dan ekonomi kreatif Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)
Purwokerto, Rawuh Edy Priyono. Dia menyarankan, biro perjalanan wisata
resmi juga ikut merangkul birobiro baru yang mulai
bermunculan. “Makin banyak biro makin bagus. Itu bentuk demokrasi
wisata. Tinggal bagaimana kesadaran dari biro wisata yang belum memiliki
izin untuk mendaftarkan bironya,” kata dia. Dia mengatakan, biasanya
biro wisata tak berizin ini masih berbentuk kelompok atau komunitas
kecil. Mereka tidak memiliki tempat berupa kantor.
Komunitas ini perlu dirangkul. Pasalnya mereka juga berjasa ikut mempromosikan wisata di daerahnya. “Kalau bisa malah difasilitasi untuk ikut pelatihan dan sebagai pemandu untuk mendapatkan sertifikat. Sedangkan bironya juga dibantu untuk mendapatkan ijin,” ujarnya. Menurut Ketua Pusat Penelitian Kebudayaan dan Pariwisata (Puslitbudpar) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unsoed ini, instansi terkait harus mengambil langkah tegas untuk membantu biro tak resmi. Mereka juga bagian dari pelaku wisata Banyumas.
Komunitas ini perlu dirangkul. Pasalnya mereka juga berjasa ikut mempromosikan wisata di daerahnya. “Kalau bisa malah difasilitasi untuk ikut pelatihan dan sebagai pemandu untuk mendapatkan sertifikat. Sedangkan bironya juga dibantu untuk mendapatkan ijin,” ujarnya. Menurut Ketua Pusat Penelitian Kebudayaan dan Pariwisata (Puslitbudpar) Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unsoed ini, instansi terkait harus mengambil langkah tegas untuk membantu biro tak resmi. Mereka juga bagian dari pelaku wisata Banyumas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar