Maret 15, 2016 ,
PURWOKERTO – Usulan raperda inisitiaf dari DPRD Banyumas tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang sudah masuk dalam pembahasan tahap pertama dalam masa sidang pertama, akhirnya ditarik dan diputuskan tidak dilanjutkan.
PURWOKERTO – Usulan raperda inisitiaf dari DPRD Banyumas tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang sudah masuk dalam pembahasan tahap pertama dalam masa sidang pertama, akhirnya ditarik dan diputuskan tidak dilanjutkan.
Alasannya, peta
penyediaan kawasan LP2B yang diberikan pihak dinas terkait banyak yang
tidak singkron saat di cek silang atau dicocokan di lapangan. Keputusan
penarikan raperda tersebut ditetapkan dalam rapat parupurna internal
DPRD, Senin (14/3).
Ketua Pansus Raperda Perlindungan LP2B, Bambang
Pudjianto mengatakan, berdasarkan kajian akademik yang dibuat pihak
eksekutif, peta yang digunakan masih merupakan peta 2014. Menurutnya,
peta tersebut ternyata tidak bisa dipakai sebagai acuan dalam penetapan
raperda.
Jika tetap dipaksanakan, katanya, justru banyak terjadi
penyimpangan. Saat dirunut sampai ke desa-desa, peta cadangan lahan
untuk pertanian berkelanjutan, banyak yang sudah beralih. Peta dan data
yang disajiikan banyak yang berubah, yakni tidak lagi masuk kawasan
hijau atau masuk lahan yang berpotensi dijadikan untuk lahan pertanian
pangan.
“Ini patut disayangkan, padahal kajian penyusuan peta LP2B
ini mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit, tapi hasilnya tidak bisa
dipakai,” kata anggota fraksi PDIP ini.
Pemberian Insentif
Dia
mengungkapkan, penyediaan lahan pertanian pangan arahnya sampai ke by
name by adress, karena menyangkut rencana pemberian insentif atau
subsidi dari pemerintah kepada petani atau warga yang bersedia
menyiapkan lahannya untuk kepentingan LP2B.
Jangan sampai lahan yang
sudah ditetapkan masuk dalam peta LP2B, namun sudah berubah jadi
perumahan atau bangunan lain atau sudah tidak produktif, pemiliknya
tetap mendapatkan insentif. “Kalau datanya banyak yang tidak singkron,
terus bagaimana. Padahal potensinya di Banyumas ada sekitar 58 ribu
hektare, sedangkan yang masuk konsensus penetapan bersama di provinsi,
Banyumas dipatok 36.616 ha saja.
Ini saja banyak yang tidak kepakai
apalagi kalau sampai memetakan 58 ribu ha,” tandasnya Terkait keputusan
penarikan raperda tersebut, Bambang Puji menyatakan, hal itu juga ada
aturan yang membolehkan.
Hal ini sesuai Peraturan DPRD Kabupaten
Banyumas Nomor 3 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan
Daerah di Lingkungan DPRD Kabupaten Banyumas, penarikan raperda tersebut
masih diperbolehkan. Pada Pasal 68 Peraturan DPRD tersebut, katanya,
penarikan raperda bisa dilakukan setelah mendapat persetujuan bersama
antara legislatif dan eksekutif.
Untuk penarikan ada beberapa
kategori. Untuk penarikan Raperda LP2B ini masuk kategori tahap pertama,
yakni diusulkan, kemudian sudah ada pandangan umum atau tanggapan
bupati dan sedang dalam pembahasan.
“Keputusan itu kita ambil agar
tidak terjadi kegaduhan baik di eksekutif maupun masyarakat. Namun nanti
akan kita ajukan lagi setelah ada perbaruan dan penyempurnaan peta yang
lebih jelas dan detail sesuai kondisi di lapangan,” ujarnya.
Peta Tak Sinkron, Raperda LP2B Dihentikan
15 March 2016 |RADAR Purwokerto
PURWOKERTO – Meski sudah masuk dalam pembahasan tingkat I, Raperda
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) akhirnya
ditarik dan tidak dilanjutkan. Hal itu dikarenakan tidak sinkronnya peta
kawasan LP2B, dengan kondisi real di lapangan.
Ketua Pansus Raperda
Perlindungan LP2B, H Bambang Pudjianto BE mengatakan, berdasarkan
Peraturan DPRD Kabupaten Banyumas Nomor 3 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Pembentukan Peraturan Daerah di Lingkungan DPRD Kabupaten Banyumas,
penarikan Raperda tersebut masih diperbolehkan.
Dia mengatakan, pada
Pasal 68 Peraturan DPRD Kabupaten Banyumas, penarikan raperda bisa
dilakukan setelah mendapat persetujuan bersama antara legislatif dan
eksekutif. “Keputusan itu kita ambil agar tidak terjadi kegaduhan. Namun
nanti akan kita ajukan lagi setelah ada perbaruan dan penyempurnaan
peta,” katanya di sela-sela Rapat Paripurna, kemarin.
Bambang
menjelaskan, berdasarkan kajian akademik yang dilakukan, peta yang
digunakan masih merupakan peta tahun 2014. Sehingga perlu ada
penyempurnaan yang disesuaikan dengan kondisi real saat ini. “Beberapa
lokasi ternyata sudah tidak sesuai dengan yang ada di peta,” jelasnya.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan tersebut menyebutkan, sinkronisasi peta
dengan keadaan di lapangan harus benar-benar disesuaikan, karena
nantinya berkaitan dengan insentif. Di sisi lain, berdasarkan peta
tersebut nantinya juga perlu dilakukan breakdown ke masing-masing desa
untuk memastikan peruntukkannya.
“Jangan sampai nanti malah salah
sasaran. Lahan yang sudah dibangun perumahan malah diberi insentif LP2B.
Padahal lahannya tidak produktif,” tegasnya.
Dikatakan, berdasarkan
konsensus atau kesepakatan bersama di tingkat Provinsi Jawa Tengah,
Kabupaten Banyumas harus menyiapkan lahan untuk LP2B seluas 36.616
hektare. Meski demikian, jumlah tersebut dinilai tidak menjadi masalah
mengingat potensi lahan LP2B di Banyumas saat ini mencapai lebih dari 58
ribu hektare. “Usulan selanjutnya nanti akan kita sertakan dengan peta
yang sudah diperbaharui,” ungkapnya.
Meski demikian, dalam rapat
paripurna kemarin, eksekutif dan legislatif Kabupaten Banyumas sepakat
menyetujui pembahasan dua raperda yang dibahas yaitu, Raperda perubahan
Perda Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pembangunan dan Penataan Menara
Telekomunikasi dan Raperda Penyerahan Sarana dan Prasarana Utilitas
Perumahan dan Pemukiman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar