suaramerdeka.com
Petani Desa Jambu Kecamatan Wangon saat ini sedang menikmati manfaat 12 rumah burung hantu (Rubuha) yang dipasang di areal persawahan mereka. Melalui bantuan Bank Indonesia itulah, upaya pengendalian hama terpadu secara alami berdampak meningkatkan hasil pertanian sejak tiga tahun lalu.
Petani Desa Jambu, Duri (56) mengatakan sejak adannya rumah burung hantu itulah, perubahan kemajuan pertanian di wilayah desanya terjadi. Hama tikus mulai berkurang, karena adanya peran aktif burung hantu yang suka berburu di malam hari. Keberadan burung hantu yang tinggal di rubuha ini dinilai sangat membantu petani.
“Boleh dikatakan ada penurunan serangan tikus. Kalau dibilang tidak ada tikus, itu tidak benar. Masih ada tikus tapi serangannya tak begitu parah sebagaimana tahun-tahun sebelum dipasang rumah burung hantu ini,” katanya. Dijelaskan Duri, hingga saat ini sebanyak 12 rumah burung hantu masih dijaga dan dirawat oleh masyarakat setempat.
Apalagi untuk mendukung pengendalian hama terpadu secara alami itu, pemerintah desa setempat juga telah membuatkan peraturan desa tentang larangan perburuan burung hantu. Dalam peraturan desa tersebut, warga dilarang memperjualbelikan, menangkap dan membunuh burung hantu yang ada di wilayah Desa Jambu Kecamatan Wangon.
“Dengan aturan itulah, kami pun juga tak sembarang memperlakukan burung hantu yang ada. Karena memang burung hantu adalah sahabat petani untuk hidup bersama dan saling membutuhkan. Kami berharap hal ini terus berlangsung sehingga petani bisa semakin sejahtera,” ujarnya.
Terbantu
Petani lainnya, Suparno (60) mengatakan berkat adanya rumah burung hantu ini, ia merasa terbantu secara alami. Hama tikus yang menyerang areal persawahan desa setempat, kini sudah berkurang. Terbukti jumlah tikus yang ia dapat dari hasil pengendalian tikus secara manual dengan penyemporan lubang-lubang tikus kini berkurang.
“Apalagi sesuai dengan informasi dari para penyuluh, daya jangkau buru seekor burung hantu ke tikus-tikus ini bisa mencapai 100 meter persegi. Burung hantu ini biasanya berburu pada malam hari, dan dengan suaranya saja yang ramai, maka tikus akan terbirit- birit lari,” katanya. Disebutkan Suparno, sebelum ada rubuha yang dipasang di areal persawahan, jumlah panen padi petani rata-rata sekitar empat ton per hektare.
Sementara sejak dipasang rubuha, rata-rata jumlah panen padi petani di lahan seluas satu hektare bisa mencapai 5-6 ton. Hal ini dinilai sangat meningkat cukup tinggi, karena berkurangnya serangan hama tikus di lokasi areal persawahan di wilayah desa setempat.
“Makanya sesuai dengan imbauan pemerintah desa dan penyuluh kami terus berusaha untuk mempertahankan dan menjaga rumah burung hantu yang ada saat ini. Kami berharap agar rumah burung hantu ini awet sehingga semakin banyak burung hantu yang bisa beranak pinak dan tikus semakin terkendali,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar