Selamat Kepada Calon Kepala Daerah Banyumas

Kamis, 03 November 2016

Jumlah Penduduk Miskin Meningkat, Program Pengentasan Kurang Fokus

Quote suaramerdeka.com :
Program pengentasan kemiskinan di Kabupaten Banyumas dinilai kurang fokus, sehingga dalam tiga tahun terakhir, angka kemiskinan sesuai data di Badan Pusat Statistik (BPS), cenderung meningkat.
Kondisi tersebut terjadi karena prioritas program pengentasan kemiskinan lebih banyak diarahkan untuk jangka panjang. “Kalau mau mengurangi kemiskinan, ya dari kalori (makanan), bukan dari bantuanbantuan seperti kartu.
Saat pemerintahan SBY ada klaster satu, misal untuk warga lanjut usia dikasih BLT atau yang masih produktif diberi kail modal atau stimulan. Saat Pak Jokowii, arah pengentasan kemiskinan tidak terfokus. Ini juga terjadi di daerah, termasuk di banyumas,” kata Kepala BPS Kabupaten Banyumas, Edy Aprotuwiyono, kemarin.
Dia menilai, selama ini kebanyakan program penanganan kemiskinan, seperti kartu sehat, kartu pintar, kartu simpanan sejahtera keluarga dan bantuan beras maupun bedah rumah, sifatnya hanya meringankan beban rumah tangga miskin.
Itu semua sifatnya untuk jangka panjang. Lalu kenapa pengentasan kemiskinan jangka pendek lebih penting? Menurut Edy, untuk mengurangi atau menekan angka garis kemiskinan masyarakat (GKM), standar acuan yang dipakai di semua negara adalah dari kandungan kalori.
Jika diangkakan dalam ukuran nilai uang baik makanan dan non makanan, yang tidak masuk kategori miskin jika pendapatan Rp 320.585/kapita/ bulan. “Kalau masyarakat sudah mengkomsumsi vitamin atau makannya sedikit, ini dianggap tidak masuk miskin.
Mayoritas jenis makanan yang dikomsumi penduduk Indonesia termasuk Banyumas seperti beras, jagung, ketela . Kalau rumah tangga mamu membeli vitamin , pasti bukan rumah tangga miskin. Yang diteliti adalah komditas-komoditas yang merakyat,” ujarnya.
Di Banyumas, untuk mengukur angka kemiskinan dari makanan adalah Rp 233.385 per kapita/bulan. Non makanan Rp 86.615/kapita/bulan. Jika di total, batas garis kemiskinannya Rp 320.585/kapita/bulan, sehingga penduduk Banyumas yang pengeluarannya baik untuk makanan dan non makanan kurang dari Rp 320.585/kapita/bulan masuk kategori miskin.
Pemerintah daerah selama ini masih terjebak tidak fokus mengentaskan kemiskinan jangka pendek, tapi mengentaskan jangka panjang. Ia mencontohkan program jamban, air bersoh, infrastruktur, pelatihan ketrampilan dan pemberdayaan, muaranya untuk jangka panjang.
“Jangka pendek mestinya fokus meningkatkan pola makan masyarakat agar ketercukupan kalori. Kalau gizinya naik atau komsumsi makanannya cukup dan sehat, juga akan meningkatkan produktivitas. Ini merupakan kebutuhan dasar yang mestinya dituntaskan dulu,” terangnya.
Target penurunan angka kemiskinan kemungkinan tidak tercapai dalam ukuran lima tahun pemerintahan yang sedang berkuasa, karena sasaran untuk peningkatan kalori makanan warga miskin kurang tergarap. Pihaknya telah menyampaikan rekomendasi, yakni program diarahkan fokus ke kelompok masyarakat yang miskin absolut.
Dengan cara misalnya subsidi makanan atau peningkatan pendapatan, seperti program padat karya untuk keluarga miskin atau sasaran utama dari penerima bantuan BUMN-BUMD, model CSR harus tepat sasaran. “Kalau ada bantuan dari BUMN atau BUMD, ya harus tepat sasaran, penerima dibuktikan punya kartu raskin.
Misalnya Bank Indoensia sering membantu ke kecamatan-kecamatan, tapi sasaran keluarga miskin tidak tepat, karena kadang yang bersedia antri justru orang-orang yang mampu dan asal tersalurkan,” katanya. Di masyarakat ada dua kategori msikin, yakni mereka yang betul-betul tidak mampu bekerja, maka diberi subsidi makanan. Sedangkan yang mampu bekerja dengan ditingkatkan pendapatan seperti ikut program padat karya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemkab Banyumas, Eko Prijanto, menyatakan, penanganan kemiskinan jangka pendek juga sudah dilakukan, namun mungkin selama ini belum maksimal. Misalnya, penyaluran bantuan- bantuan sosial, pelayanan kesehatan di dalamnya ada penambahan gizi untuk balita maupun warga miskin.
Kalau jangka panjang lebih diarahkan ke pemberdayaan, peningkatan daya saing UMKM. Program-program jangka panjang tersebut untuk menyiapkan pondasi, sehingga tidak instan atau sesaat. Menurut Eko, data BPS tersebut menjadi bahan evaluasi.
Bupati Achmad Husein, katanya, juga sudah menginstruksikan. Hal ini sedang dianalisa implementasi program ke depannya seperti apa. Bantuan sosial dipekuat untuk kemampauan masyarakat meningkatkan konsumsi. Ini bisa di kesehatan dan pendidikan atau bidang lain.
“Kalau untuk indek pembangunan manusia (IPM) di Banyumas sudah bagus. Untuk menilai IPM tidak sekedar dari angka kemiskinan,” tandasnya. Apa yang diperangkan pemkab, katanya, tidak boleh memikirkan untuk program jangka pendek saja. Pengentasan kemiskinan harus permanen. Untuk jangka pendek tetap akan diperkuat. Yang jangka panjang membangun fondasi sosial ekonomi masyarakat.
“Banyak program yang tidak terpublikasikan dengan baik dan masif, ini bukan soal mengejar yang populis atau tidak. Jika ada yang berimbas menjadi populis itu lain masalah. Kita merancang tidak seperti itu, tapi disesuaikan dengan kebutuhan,” ujarnya. Dalam kesempatan berbeda, Bupati Achmad Husein sempat mengungkapkan, karena ukuran angka kemiskinan dari kalori (makanan).
Maka untuk mensiasasti, dia memerintahkan jajarannya, termasuk pihak desa, memaksa warga masyarakat saat dilakukan sensus atau survei BPS antar Februrai- Maret, untuk makan sebanyak- banyaknya, terutama yang mengandung kalori.

Kebijakan Belum Berpihak

PENDUDUK miskin di Banyumas tercatat akhir 2015 mencapai 17,52% atau 285,85 ribu jiwa. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 17,45 % atau 283,48 ribu jiwa . Kenaikan tersebut bisa dianalisis karena sejumlah faktor.
Pakar studi ekonomi pembangunan dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsoed, Abdul Aziz Ahmad mencermati ada tujuh penyebab. Pertama, karena faktor gangguan alam. Menurutnya, belakangan ini lebih banyak terjadi periode hujan dibandingkan kering, atau sering disebut dengan musim kemarau basah akibat fenomena La Nina.
“Ini berbeda dengan dua tahun sebelumnya, sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim kemarau panjang karena fenomena El Nino. Dampaknya adalah musim tanam dan musim panen tahun ini mengalami perubahan atau bahkan gagal. Dan wilayah pedesaan paling rawan dengan kemiskinan dan ganguan tanam dan panen juga berdampak ke perekonomian petani,” kata doktor lulusan FEB UGM, kemarin.
Faktor kedua, lanjut dia, fungsi kebijakan ekonomi pemerintah tidak berjalan,, terutama di petani pedesaan. Pemerintah dua tahun terakhir tidak berfokus menjalankan kedaulatan pangan bagi mayoritas petani, namun justru memberikan ruang lebih besar bagi kepentingan pemodal besar, misalnya dengan membuat deregulasi Paket Ekonomi.
Yang ketiga banyak terjadi salah urus di lapangan. Misalnya pemberian raskin tidak sesuai dengan jatah dan sasaran, namun dikurangi dengan alasan pemerataan. Di samping itu, beragam program-program bantuan pangan hanya membantu meringankan masyarakat dalam jangka waktu sementara, tidak mengatasi persoalan akar kemiskinan,” katanya.
Sedangkan faktor keempat, lanjut dia, kebanyakan program-program pemerintah untuk mengupayakan naiknya level perekonomian adalah bersifat jangka panjang melalui pembangunan infrastruktur. Namun efek kenaikan kesejahteraan tidak segera tercapai. Penyesuaian ekonomi membutuhkan waktu lama. 
Kelima, pemerintah tidak membuat kebijakan yang proaktif untuk mampu mendorong keterkaitan semua sektor.
Dia mencontohkan, bagaimana mengupayakan petani atau peternak untuk mampu mengupayakan secara mandiri bibit unggul, tidak lagi tergantung pada perusahaan besar yang melakukan monopoli. Faktor keenam, katanya, kegiatan kartel pangan masih dominan. Harga-harga produk pangan penting seperti daging, gula, bawang merah dan putih, dikendalikan beberapa pengusaha besar.
“Dan yang ketujuh, persoalan ekonomi pada dasarnya akan saling simultan terkait antar sektor, antar komoditas dan antar daerah. Persoalan ekonomi di suatu daerah akan berdampak pula pada daerah lain,” kata dia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Info Tentang Blog Banyumas Corner

saya mencoba mendeskripsikan sebuah ungkapan yang berasal dari bahasa populer saat ini yaitu ungkapan Menduniakan Banyumas dan Memb...