suaramerdeka.com
Kelompok seni ketoprak tradisional Kusuma Laras, Kracak, Kecamatan Ajibarang terus eksis menghidupkan cerita atau babad lokal Banyumasan dalam pentas ketoprak. Sabtu (26/11) malam di halaman kompleks Pasar Sadar Tani, Ajibarang Kulon, Ajibarang, kelompok ketoprak ini kembali menampilkan lakon Geger Kuthanegara.
Pamong Budaya Dinas Pendidikan Banyumas, Slamet Waluyo yang juga turut menyusun naskah ketoprak ini juga menyatakan selama ini babad kurang dikenal di kalangan generasi muda. Untuk itulah dengan adanya semangat berkesenian kelompok Kusuma Laras, maka cerita dan babad yang kaya nilai moral, gotong royong dan perjuangan ini kembali ditampilkan.
Diharapkan melalui seni pentas tradisional ini yang menggabungkan seni musik, seni peran, pementasan, seni suara, tari, silat maka dikenal generasi muda. “Kami ingin menghidupkan kembali seni teater tradisional yang mengalami kejayaan pada masa 1980-an agar kembali dikenal generasi muda.
Dengan ketoprak ini, para pemain yang sebagian masih generasi muda dapat mengenal seni karawitan, tembang macapat dan sebagainya,” katanya. Ketua Kusuma Laras, Agus Mulyono mengatakan, sejak didirikan pada 2015, Paguyuban Ketoprak Kusuma Laras terus berusaha melestarikan kesenian drama tradisional.
Di tengah kesibukan kerja dari berbagai profesi, para pemain berusaha menyisihkan waktu untuk berkesenian. Karena itu, dari hasil komunikasi yang ada dengan berbagai pihak yang turut mendukung, hingga November 2016 ini telah ditampilkan sejumlah lakon ketoprak di berbagai tempat.
“Awalnya kami pentaskan lakon Alas Pakis Aji Kobong yang merupakan cerita berdirinya Kadipaten Ajibarang. Selanjutnya kami pentaskan kembali lakon Lutung Kasarung yang bercerita kisah percintaan Kamandaka dan Ciptarasa dari Kadipaten Pasirluhur. Sebelum pentas Geger Kuthanegara, kami juga telah pentas di kampung halaman Ibu Bupati Banyumas, Legok Pekuncen,” jelasnya.
Pegiat seni Kusuma Laras, Wanto Tirta juga menyampaikan sebelum pentas, para pemain ketoprak juga berlatih keras mendalami karakter tokoh hingga adegan dalam ketoprak. Para pemain dengan variasi pekerjaan dan status mulai dari petani, PNS, tukang ojek, pemuda, ibu rumah tangga, mahasiswa, kuli bongkar muat, tukang kayu, perangkat desa ini meluangkan waktu selama dua kali seminggu selama dua bulan lebih.
“Kami juga mengapresiasi Bupati Banyumas, Achmad Husein dan berbagai pihak yang telah memberikan semangat dan dukungan dan kehadirannya dalam pentas ini. Kami berharap seni sebagai bagian memberikan pesan moral dan kebaikan di tengah masyarakat saat ini terus didukung dan dilestarikan,” jelas Wanto Tirta selaku sutradara sekaligus pemain.
Sebagai paguyuban seniman ketoprak yang terbilang baru, Kusuma Laras memang mempunyai banyak tantangan. Meskipun semangat para seniman ini masih tinggi, namun permasalahan pendanaan masih menjadi persoalan tersendiri bagi keberlanjutan kesenian ini. Untuk itulah, harapan dukungan masyarakat, pemerintah hingga kalangan swasta juga sangat dibutuhkan bagi hidup dan tumbuhnya iklim berkesenian.
“Berbeda dari seni populer saat ini, pentas ketoprak memang membutuhkan banyak personel, aksesori, properti, dan sebagainya termasuk iringan musik gamelan. Makanya selain dukungan dari masyarakat, sesama anggota paguyuban seniman juga terus mendorong semangat pantang menyerah dalam berkesenian. Apalagi dalam berkesenian harus rela berkorban waktu, pikiran, tenaga bahkan biaya,” jelasnya.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar