GELARAN slametan memperingati Bulan Sadran jelang Puasa Ramadan masih hingga kemarin masih dilaksanakan oleh masyarakat dan kelompok adat di Kecamatan Jatilawang. Tak hanya di Desa Pekuncen, prosesi ‘perlon unggahan’ juga dilaksanakan di Grumbul Kaliduren, Desa Gunungwetan.
Ratusan warga mengadakan ziarah atau sowan ke makam tokoh yang menjadi kiblat kepercayaan mereka. Prosesi itu diawali sejak Minggu (21/5) sore dengan mengadakan doa bersama yang disebut dengan ‘muji’ yang berlangsung hingga petang di Balai Malang.
Kegiatan unggahan itu dilaksanakan kembali dengan melakukan ‘rikat’ atau bersih-bersih tempat kubur di makam tokoh yang disebut Mbah Selagemiwang.
Jelang waktu asyar tiba, perempuan ‘anak putu’ (pengikut ajaran) Selagumiwang melaksanakan ziarah dengan naik ke pemakaman dengan dimpimpin oleh Juru Kunci Dipawikarta beserta wakilnya Martaji.
Setelah rampung berziarah para anak putu kembali lagi untuk mengadakan sowan dan membantu para tokoh adat setempat. “Setelah rampung ‘nyarik’ dan ‘nyorog’ (menghadap dan membantu juru kunci.
Setelah ini rampung maka diadakan ‘mbabar’ yaitu slametan sekaligus makan bersama,” ujar Tarsudi (70) salah satu anak putu Selagemiwang.
Dipercaya oleh warga setempat, Mbah Selagemiwang merupakan saudara tua dari Mbah Banakeling di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang. Namun jumlah anak putu atau pengikut terbilang lebih sedikit dari anak putu Banakeling yang menyebar hingga wilayah Cilacap.
“Sudah dari dulu kegiatan unggahan di sini juga dilaksanakan. Sebelumnya saya juga ikut unggahan di Desa Pekuncen bersama dengan anak putu lainnya.
Karena ini sudah menjadi keyakinan kami sejak dulu,” kata Arjo (60) warga setempat. Selain di Gunungwetan, anak putu Banakeling di Desa Pekuncen, Senin (22/5) kemarin juga telah melaksanakan tutup ‘perlon unggahan’.
Tutup Perlon Unggahan dilaksanakan dengan melaksanakan ‘rikat’ atau bersih di lokasi tempat pemakaman dan sejumlah tempat lain untuk ritual Unggahan yang dilaksanakan, Kamis-Jumat (18-19/5).
Sementara itu di Grumbul Kalilirip Desa Pekuncen, warga setempat juga melaksanakan upacara sadranan dengan menggelar selamatan di salah satu sudut desa setempat. Mereka melaksanakan doa bersama, bersih makam, ziarah dan makan bersama untuk menyambut datangnya Ramadan.
berita sebelumnya..
Kalender Wisata Perlu Dievaluasi
Meski belum pertengahan tahun, kalender kegiatan wisata budaya Banyumas 2017 diminta untuk dievaluasi. Pasalnya, terdapat sejumlah kegiatan yang meleset dari jadwal dan belum dilaksanakan.
Pelaku wisata, Wiwit Yuni mengatakan, jadwal kegiatan yang meleset itu antara lain terjadi pada peringatan Hari Jadi Banyumas, Unggahan Banakeling, Baturrajazz, Mandala Ngibing dan Pentas Likuran. Khusus untuk Unggahan Banakeling seharusnya tidak perlu dimasukkan ke dalam kalender.
”Agenda yang meleset ini tentu membingungkan pihak yang sudah merencanakan berkunjung atau menonton atraksi wisata budaya tersebut. Untungnya tidak terlalu jauh dari jadwal,” katanya, kemarin. Keluhan paling banyak, imbuh dia, terjadi pada kegiatan Unggahan. Meski dinilai layak untuk dijual sebagai paket wisata, penyelenggara acara keagamaan tersebut belum menyiapkan pemandu maupun rambu-rambu bagi wisatawan yang berkunjung.
Digelar Terpisah
Menurut Wiwit, akhir-akhir ini beberapa biro perjalanan mulai melirik kegiatan ini. Akan tetapi, masyarakat Desa Pekuncen, terutama penganut kejawen dan penghayat kepercayaan merasa terganggu dengan membludaknya pengunjung. ”Itu sebenarnya murni kegiatan keagamaan. Memang banyak pehobi foto dan pewarta yang mengabadikan momentum itu. Tetapi masyarakat belum siap apabila dikomodifikasi menjadi atraksi wisata,” jelasnya.
Koordinator kegiatan Baturrajazz, Prayitno mengatakan, acara Baturraden Jazz Festival merupakan salah satu ajang yang dimasukkan dalam kalender wisata Banyumas. Akan tetapi, sejauh ini belum ada pembicaraan resmi penjadwalan terkait kegiatan tersebut.
”Kami belum pernah diajak bicara. Mungkin dimasukkan ke kalender wisata karena dalam dua kali penyelenggaraan Baturrajazz digelar bertepatan dalam rangkaian Festival Baturraden. Tapi tahun ini, panitia memutuskan untuk digelar terpisah,” ujarnya.
Menurut Prayitno, ada proses yang dilewatkan oleh Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas sebagai penyusun kalender wisata budaya. Salah satunya berdialog dengan penyelenggara terkait kesiapan acara tersebut. Sementara itu, Kepala Bidang Pariwisata Dinporabudpar Banyumas, Saptono mengakui, sejumlah kegiatan mengalami perubahan jadwal. Hal itu akan dievaluasi tahun depan.
”Ya, ini kan kalender kegiatan wisata budaya yang disusun pada 2016 lalu, saya pribadi juga tidak tahu prosesnya. Kalau ada perubahan atau pergeseran jadwal akan dievaluasi untuk menyusun jadwal 2018,” ungkapnya. Menurut dia, idealnya sebelumnya penyusunan, pihaknya menggelar pertemuan dengan penyelenggara kegiatan dan pelaku wisata budaya yang masuk dalam jadwal kalender kegiatan wisata. Tujuannya untuk mengecek dan memastikan tanggal pelaksanaan.
Setelah tersusun, sambung dia, kalender kegiatan tersebut disosialisasikan kepada stakeholder wisata. Adapun pada Kalender Event Wisata Budaya Banyumas 2017 yang dirilis Dinporabudpar Banyumas, terdapat sebanyak 21 kegiatan akan menjadi andalan Kota Mendoan untuk menarik perhatian wisatawan nusantara maupun mancanegara. Tahun ini diperkirakan bakal ada sejumlah penambahan kegiatan.
”Ada beberapa festival baru yang sudah diusulkan. Contohnya Festival Logawa, pentas sendratari dan lainnya. Kalau tahun ini bisa digelar, sebaiknya dimasukkan ke kalender event wisata budaya tahun 2018,” kata Kepala Bidang Kebudayaan Dinporabudpar Banyumas, Deskart Sotyo Jatmiko.
Dimaknai sebagai Materi Promosi
KALENDER event wisata budaya seharusnya dimaknai sebagai materi promosi yang sangat penting bagi wisatawan. Jadi proses penyusunannya tidak boleh dilakukan dengan serampangan. Menurut pengamat pariwisata Universita Jenderal Soedirman, Drs Chusmeru MSi, kegiatan yang meleset dari jadwal bisa menjadi bumerang bagi upaya promosi.
Pasalnya, materi yang sudah dimasukkan dalam kalender wisata dan budaya sama dengan mempromosikan daerah. ”Jadwal yang meleset harus dievaluasi. Mungkin ada yang salah pada waktu penyusunannya,” ujarnya, kemarin. Menurut pria asal Cilacap ini, proses penyusunan kalender ibarat mempersiapkan produk yang akan dijual ke konsumen. Dalam hal ini wisatawan yang akan berkunjung ke Banyumas.
Sasaran utamanya tentu para pengunjung dari luar daerah. Chusmeru mengatakan, para pelaku wisata dan budaya serta penyelenggara kegiatan perlu diajak berdialog saat penyusunan kalender. Sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. ”Ada agenda yang digarap oleh Pemkab, ada pula yang digarap oleh kelompok masyarakat. Itu bisa dijadikan satu, dipromosikan bersama-sama, asalkan ada komunikasi yang baik,” katanya.
Jangan Dipaksakan
Staf pengajar Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unsoed ini menegaskan, melesetnya jadwal dan atraksi wisata budaya yang tidak disiapkan dengan baik dapat menimbulkan kekecewaan di kalangan wisatawan.
Hal itu akan mencoreng pariwisata Banyumas hanya karena kalender wisata. Menurut dia, sebaiknya objek dan daya tarik wisata serta atraksi yang belum siap menerima pengunjung jangan dipaksakan masuk ke dalam kalender wisata. Pengelolanya harus mendapat pembinaan terlebih dahulu sebelum dipasarkan.
”Contohnya seperti kegiatan adat Unggahan Banakeling. Ketika masyarakat adat masih belum nyaman dengan banyaknya jumlah pengunjung, sebaiknya kegiatan itu tidak dipublikasikan terlebih dahulu,” tambahnya.
sumber suara merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar