Awal 2018 Fokus Pembangunan Fisik
Operasional Bus Rapid Transit (BRT) sebagai angkutan aglomerasi Purwokerto-Purbalingga akan dimaksimalkan pada Juli 2018 mendatang. Berdasarkan rakor mengenai angkutan aglomerasi (BRT) oleh Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah, Rabu (9/8) kemarin, hingga akhir tahun 2017 nanti akan difokuskan pada upaya sosialisasi, baik kepada pelaku jasa angkutan umum maupun kepada masyarakat. Sehingga awal tahun 2018 sudah dapat dimulai pembangunan fisik untuk sarana pendukungnya, mulai dari armada maupun titik pemberhentian (halte).
Kasi Angkutan Aglomerasi Perkotaan dan Perbatasan Dinhub Provinsi Jawa Tengah, Erry Derima Riyanto mengatakan untuk konsep penerapan BRT, khususnya di Koridor I (Purwokerto-Purbalingga), sudah masuk finalisasi. Sehingga tinggal dijalankan berdasarkan perencanaan yang sudah disusun. “Harapannya semester II pada tahun 2018, masyarakat di Purbalingga dan Banyumas (Purwokerto), sudah dapat menggunakan jasa angkutan aglomerasi tersebut,” kata dia. Secara umum, tidak ada perubahan dari konsep yang sudah pernah dimunculkan. Hanya saja ada penambahan panjang rute baik Purwokerto-Purbalingga maupun sebaliknya Purbalingga-Purwokerto.
Jika sebelumnya panjang rute Purwokerto-Purbalingga hanya 18 km, maka ke depan akan ditambah menjadi 28 km. Begitu juga dengan rute balik Purbalingga Purwokerto yang diperpanjang dari 36 km menjadi 49 km. “Untuk titik-titik pemberhentian dan rute juga sudah disepakati. Sehingga nanti tinggal disesuaikan saja dengan anggaran untuk direalisasikan,” jelas dia Untuk armada, lanjut Erry, pada penerapan operasional pertama nanti, baru akan dimaksimalkan untuk 18 armada dari 24 armada yang direncanakan. Ditegaskan, secara umum BRT tidak akan menggeser angkutan-angkutan eksisting yang sudah ada di masing-masing wilayah.
Meski demikian, untuk pengelolaannya tetapa akan dikoordinasikan dengan Organda di masing-masing wilayah, dalam hal ini Organda Banyumas dan Organda Purbalingga. “Bahkan kita tawarkan untuk pengelolaannya, meski memang tidak dapat terakomodir semua, terutama untuk operatornya. Teknisnya akan disampaikan bersamaan dengan sosialisasi yang akan dilakukan pada Perubahan Anggaran 2017 ini. Dan akan rutin dilakukan sosialisasi sampai akhir tahun dengan menggandeng organda dan masyarakat,” tegas dia.
Untuk penerapannya, Erry mengakui memang baru akan dilakukan untuk koridor I (Purwokerto-Purbalingga), meski dalam grand desain terdapat 5 koridor yang nantinya akan dimaksimalkan. “2018 nanti dioperasikan untuk koridor I dulu. Kita lihat seperti apa perkembangannya. Kalau ada kekurangan kita perbaiki. Namun kalau dinilai sudah bagus, baru akan disusun untuk konsep koridor-koridor lainnya,” kata dia. Untuk pembangunan fisik infrastruktur, seperti halte dan beberapa sarana pendukung lainnya, Erry menyebutkan akan mulai dimaksimalkan pada awal tahun 2018 mendatang. Total ada 51 halte atau tempat pemberhentian yang akan dibangun di dua wilayah tersebut, yaitu 23 halte rute berangkat (Purwokerto-Purbalingga) dan 28 halte rute pulang (Purbalingga-Purwokerto).
“Rencananya untuk pembangunan halte akan diakomodir APBD Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 1 miliar. Namun demikian, juga ada alokasi dari APBN, khususnya untuk operasional. Untuk masing-masing kabupaten diharapkan dapat memaksimalkan lebar jalan yang dilalui BRT tersebut,” imbuhnya. Diakui, proses BRT ini memang sangat panjang, dimulai dari grand desain angkutan aglomerasi dari Kemenhub pada tahun 2014, kemudian dilanjutkan pembahasan untuk desain koridor I yang awalnya ada dua alternatif yaitu Purwokerto-Purbalingga via Sokaraja dan Purwokerto-Purbalingga via Padamara. Namun dari berbagai pertimbangan akhirnya disepakati rute vis Sokaraja. “Pembahasan dilanjutkan tahun 2016 dan 2017 ini fokus sosialisasi. Jadi memang sangat diharapkan 2018 nanti sudah bisa beroperasi,” jelas dia.
Sumber: Radarbanyumas.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar