Selamat Kepada Calon Kepala Daerah Banyumas

Rabu, 12 April 2017

Wisata Minat Khusus Desa Wisata


Setiap desa wisata seharusnya memiliki ciri khas yang membedakan antara desa satu dan yang lain. Karakteristik tersebut akan mempermudah promosi yang dilakukan oleh pegiatnya. Pengamat pariwisata Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Chusmeru, mengatakan, sebagian besar desa wisata di Banyumas mengandalkan wisata alam sebagai objek utama.
Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan persaingan. “Orientasinya seharusnya ke aktivitas. Tidak hanya apa yang bisa dilihat atau dinikmati, tapi apa yang bisa dilakukan dan dipelajari,” kata dia, kemarin. Menurut dia, pemetaan potensi wisata harus dilakukan secara menyeluruh. Tidak hanya alamnya, tapi juga kondisi sosial dan budayanya.
Tidak menutup kemungkinan ada desa yang hanya mengandalkan interaksi dengan masyarakat. Contohnya Desa Inggris di Pare Kediri dan Magelang. “Mereka justru mengandalkan interaksi, tapi tetap laris dikunjungi wisatawan,” ujarnya. Meski demikian, Chusmeru menegaskan, gagasan serta konsep wisata itu harus berasal dari ide masyarakat sendiri.
Pemkab dalam hal ini dinas terkait hanya memfasilitasi dan membantu pembangunan infrastrukturnya. Sementara itu, pegiat Desa Wisata Tambaknegara, Sumarno, mengatakan, selain mengandalkan Objek Wisata Tirta Husada Kalibacin, di desanya kaya dengan aktivitas seni dan tradisi. Selain itu, masih ada sejumlah situs peninggalan sejarah untuk wisata religi.
“Karena itu, Desa Tambaknegara ini mengambil konsep wisata religi dan budaya. Karena banyak situs dan peninggalan sejarah sejak masa penyebaran agama Islam di Banyumas,” katanya.

PENGEMBANGAN desa wisata seharusnya berorientasi pada aktivitas wisata minat khusus. Pasalnya, desa wisata merupakan destinasi alternatif yang bisa dikembangkan dalam berbagai konsep.
Demikian pendapat Drs Chusmeru MSi, pengamat pariwisata Universitas Jenderal Soedirman. Menurut dia, selain berdasarkan pemetaan potensi, konsep pengembangan desa wisata harus jelas. Gagasan konsepnya berasal dari ide masyarakat sendiri.
“Pemkab dalam hal ini dinas terkait tinggal mendampingi, membantu pelatihan dan menciptakan ruang promosinya,” kata dia.
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Unsoed itu mengatakan, sebaiknya desa wisata tidak hanya mengembangkan objek yang bersifat wisata massal.
Para pegiatnya bisa menghidupkan aktivitas wisata minat khusus yang disesuaikan dengan karakteristik usaha kecil, ruang hijau terbuka, berkesinambungan, dan otentitas tradisi masyarakat setempat. Wisatawan yang berkunjung ke desa, diajak untuk berinteraksi secara sosial budaya dengan masyarakat.
Konsep desa wisatanya juga harus mempertimbangkan unsur something to do, to see dan something to learn. Menurut Chusmeru, promosi desa wisata tak mungkin lepas dari mata rantai industri pariwisata di Banyumas. Sehingga harus dilakukan secara terintegrasi.
“Setiap desa juga perlu ada keunikan sendiri. Bukan air terjun atau objek wisata alam semuanya. Itu nanti menjadi faktor pembeda dengan desa lainnya,” ujarnya.
Menurut dia, promosi juga harus proporsional dengan kondisi yang ada di lapangan. Sehingga pengunjung tidak merasa kecewa.

Paket Jelajah Desa Diminati Wisatawan Asing

Paket wisata jelajah desa diminati wisatawan asing yang berkunjung ke kawasan Baturraden. Tahun ini, pengunjung dari mancanegara diprediksi bertambah.
Sekretaris Paguyuban Masyarakat Pariwisata Baturraden, Tekad Santoso, mengatakan, paket wisata jelajah desa ini sudah dikenalkan di Desa Kemutug Lor, Kecamatan Baturraden. Setiap tahun wisatawan asal Belanda dan Belgia secara rutin berkunjung.
“Bisa dibilang Kemutug Lor adalah destinasi wajib bagi wisatawan asal Belgia dan Belanda. Tamu yang datang selalu menginap,” kata dia, kemarin.
Berinteraksi dengan Penduduk
Paket ini, kata dia, menyuguhkan pengenalan kegiatan masyarakat agraris seperti menanam padi, membajak sawah. Lalu dilanjutkan dengan berjalan-jalan menikmati pemandangan desa dan diakhiri mandi air panas di kawasan Pancuran Pitu, Wanawisata Baturraden.
Wisatawan asing ini juga diajak berinteraksi dengan penduduk setempat. Sebagai paket tambahan, para wisatawan ini diajak melancong ke kawasan Pangandaran dan Yogyakarta.
Meski demikian, mereka tetap menginap di Baturraden. “Kadang-kadang ada yang datang dengan rombongan. Kalau yang datang rombongan biasanya mereka menginap lebih lama,” ujarnya.
Sementara itu, pemandu wisata Baturraden Adventure Forest, Wiwit Yuni, mengatakan, tahun ini pengunjung dari mancanegara yang sudah memesan paket ini berasal dari Belgia, Belanda, dan Korea. Para wisatawan mancanegara tersebut datang secara bergelombang.
Kunjungan makin meningkat pada libur musim panas dan akhir tahun. “Mereka menyukai masyarakat Indonesia yang masih mempertahankan pola agrarisnya. Di negara asalnya, pertanian tradisional sudah tidak ada lagi,” jelasnya. 

Seni Pertunjukan Berpotensi Jadi Ekonomi Kreatif Unggulan

Seni pertunjukan dinilai mampu muncul sebagai potensi ekonomi kreatif unggulan di kabupaten. Pasalnya, pentas kesenian juga mengandung unsur pemberdayaan ekonomi terhadap pelaku seni dan masyarakat.
Kepala Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas, Muntorichin, menyebutkan, seni pertunjukan berada dalam gelombang ekonomi yang keempat, setelah ekonomi pertanian, ekonomi industri, ekonomi informasi, sekarang ekonomi kreatif.
Di Banyumas, cukup banyak pelaku seni pertunjukan seperti tari, musik, teater yang kerap menggelar pementasan. “Beberapa seniman bahkan sudah tampil dan mengajar di Jepang, China, Republik Ceko, Belanda, dan sebagainya.
Wisatawan mancanegara pun banyak yang tertarik untuk mempelajari kesenian asli Banyumas,” ujarnya, Senin (10/4). Muntorichin mengatakan, seni pertunjukan ini merupakan potensi yang bisa dikembangkan. Terutama dengan melibatkan generasi muda yang memiliki ide-ide kreatif dalam pertunjukan.
Dari segi infrastruktur, Banyumas juga memiliki institusi pendidikan dasar dan menengah yang berfokus di bidang seni seperti SMK 3 Banyumas. Kantong-kantong seni juga tersebar di pelosok wilayah. “Banyumas memiliki festival khusus kesenian unggulan. Pemkab sudah berusaha memberikan dukungan dengan berbagai event dan pendanaan.
Tinggal mendorong dukungan dari perbankan dan swasta,” katanya. Sementara itu, seniman Padhepokan Cowongsewu, Titut Edi Purwanto, mengatakan, seni tradisi banyumasan sebenarnya mampu tetap hidup menyesuaikan diri dengan perubahan masa yang dilewatinya.
Meski begitu, diakuinya, seni tradisi tetap membutuhkan stimulus dari pemerintah, khususnya seni tradisi unggulan yang jarang ditampilkan.
“Seni tradisi sering dipandang kuno dan ketinggalan zaman. Tapi jika dikemas dengan menarik tentu banyak yang bisa menikmatinya, tanpa meninggalkan nilai aslinya,” ujar seniman yang cukup produktif ini.
Titut menyebutkan, media massa juga memiliki peranan penting untuk mengangkat seni asli Banyumas agar tetap lestari. Contohnya, seni teatrikal cowongan yang diangkat dari tradisi memanggil hujan garapannya menjadi demikian populer karena mendapat sentuhan dari wartawan. 
sumber suara Merdeka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Info Tentang Blog Banyumas Corner

saya mencoba mendeskripsikan sebuah ungkapan yang berasal dari bahasa populer saat ini yaitu ungkapan Menduniakan Banyumas dan Memb...