Odong-odong Jadi Kendaraan Pengantar Wisatawan
BEBERAPA bus berjalan perlahan saat memasuki jalan Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Banyumas, yang sempit.
Setelah sampai di sebuah tanah lapang, penumpang yang keluar dari bus disambut oleh odong-odong yang akan mengantarkan mereka ke dalam kompleks Masjid Saka Tunggal.
Aktivitas itu dibayangkan oleh Muslimin, Ketua Aliansi Pariwisata Banyumas (APB), saat mengunjungi kawasan wisata religi di Banyumas Barat itu, pekan lalu.
Kebetulan kala itu masyarakat dan pelaku wisata disibukkan dengan persiapan Festival Rewandha Bojana atau Memberi Makan Kera. Amin, panggilan karibnya, menuturkan, menyusun paket wisata di kawasan ini merupakan pekerjaan rumah yang belum pernah terwujud.
Akses transportasi dan akomodasi yang kurang layak menyebabkan biro perjalanan wisata enggan melirik wilayah Kecamatan Wangon dan sekitarnya.
”Untuk bus besar dengan kapasitas 60 seat, tentu sulit masuk ke jalan menuju objek Masjid Saka Tunggal. Selain tikungan yang sempit, belum ada aktivitas lain yang bisa ditawarkan kepada wisatawan,” keluhnya.
Kendaraan Alternatif
Amin mengatakan, kereta wisata atau odong-odong bisa menjadi kendaraan alternatif untuk mengantar wisatawan. Kendaraan yang terbiasa blusukan ke sejumlah desa ini biasanya mangkal di terminal bus Wangon. Dari pengamatan dia, di wilayah Banyumas bagian barat masih banyak potensi yang bisa dikembangkan.
Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas juga pernah memetakan destinasi wisata religi, industri, dan buatan yang bisa digarap. Konsep wisata di Banyumas barat ini, kata Amin, harus didukung enam kecamatan penyangga, yakni Ajibarang, Pekuncen, Lumbir, Gumelar, Wangon, dan Jatilawang.
Setiap wilayah memiliki karakteristik unik untuk dijadikan satu paket wisata. ”Ajibarang sudah memiliki objek wisata buatan Dreamland Park.
Untuk wisata industri ada pabrik semen, wisata religinya ada Masjid Saka Tunggal. Dukungan lainnya seperti seni budaya ada di Kecamatan Lumbir, Pekuncen, dan Jatilawang.
Kecamatan Lumbir dan Gumelar diarahkan untuk digarap aktivitas minat khusus berbasis ekoturisme,” ujarnya. Untunglah, APB menggagas Festival Rewandha Bojana dengan aktivitas unik, yaitu memberi makan kera di sekitar hutan Masjid Saka Tunggal tiga tahun lalu.
Event itu diharapkan menjadi ikon baru di wilayah ini, karena belum ada kegiatan serupa di wilayah Jawa Tengah. ”Animo penonton yang penasaran memang setiap tahun membeludak. Tapi sayang, kemasannya belum rapi. Ke depannya harus segera diperbaiki konsepnya,” ujar dia.
Menyoal paket wisata di wilayah Banyumas barat, Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas Saptono pun menggelengkan kepala.
Menurut dia, hal itu sulit diwujudkan. ”Itu sulit. Dari dulu bikin paketnya memang susah,” kata dia. Menurut Saptono, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengangkat potensi wisata di Banyumas barat.
Perbaikan infrastruktur termasuk papan penunjuk arah menuju ke objek wisata vital juga diperlukan. Rambu-rambu tersebut sangat dibutuhkan untuk memandu wisatawan.
Ratusan Kera Berebut Tumpeng Buah
Festival Rewandha Bojana
Ratusan kera ekor panjang (Macaca fascicularis) penghuni hutan Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, berebut sejumlah gunungan sayur dan buah dalam Festival Rewandha Bojana, Minggu (23/4).
Rebutan tumpeng Igir Buah itu menjadi tontonan menarik pada ajang yang digelar di kawasan wisata religi Masjid Saka Tunggal Desa Cikakak. Sebelum disajikan di sekitar taman masjid, tumpeng buah diarak oleh masyarakat dari 12 desa di Kecamatan Wangon, pelaku wisata, dan kalangan pengusaha.
Sementara di lapangan parkir, sejumlah hiburan seni tradisi dipentaskan menjadi suguhan untuk pengunjung. Kepala Desa Cikakak Suyitno mengatakan, kegiatan memberi makan kera yang dipusatkan di masjid tertua di Banyumas menjadi atraksi bagi wisatawan yang berkunjung.
Jadi, kawasan tersebut tidak hanya dikenal sebagai objek wisata religi. ”Dari festival ini diharapkan wisatawan tidak hanya mengenal Masjid Saka Tunggal sebagai objek wisata religi, tapi juga mengenal atraksi wisata memberi makan kera,” ujarnya.
Warisan Pendiri Masjid
Pada hari biasa, kata dia, para peziarah yang datang menyempatkan diri untuk memberi makan kera. Menurut kepercayaan warga setempat, monyet-monyet ini merupakan warisan pendiri Masjid Saka Tunggal.
Meskipun liar, ratusan kera ekor panjang ini tidak pernah beranjak dari sekitar kompleks masjid. Salah satu pengunjung, Budi Subarkah, mengatakan, sebenarnya acara tersebut cukup unik. Namun sayangnya masih banyak pengunjung yang ikut menikmati buah yang disajikan untuk kera.
”Walau sudah diberi pembatas, tetap saja ada pengunjung yang masuk dan mengambil makanan kera,” katanya. Dia mengatakan, seharusnya pagar pembatas tidak terlalu jauh dari lokasi tumpeng buah, sehingga masyarakat bisa melihat kera-kera berebut makanan yang menjadi atraksi event tersebut.
Sementara itu, Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata Banyumas Saptono mengatakan, event ini mengenalkan ikon Gunungan (igir) buah yang menjadi makanan para kera. Festival kali ini terbilang cukup sukses.
Pasalnya, animo pengunjung cukup tinggi. ”Tadi banyak pehobi foto yang datang untuk memotret. Tahun depan kita evaluasi lagi agar lebih rapi dan meriah,” kata dia.
sumber suara merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar