Warga Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang saat ini masih melestarikan tradisi pembuatan kain mori. Kain putih yang berbahan benang kapas tersebut digunakan untuk keperluan pembungkus jenazah kalangan anak cucu (pengikut) Banakeling.
Perajin kain mori dari Desa Pekuncen, Karsitem (37) mengatakan pelestarian pembuatan kain mori ini dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan upacara kematian pengikut Banakeling.
Tak hanya di wilayah Desa Pekuncen, kain mori ini dijual ke pedagang dan anak cucu Banakeling di wilayah Adiraja dan Cilacap lainnya. “Biasanya ada yang mengambil ke kami. Karena selain untuk warga di sini, kain mori ini biasanya dicari juga oleh warga dari wilayah Cilacap terutama penganut kejawen,” katanya.
Karsitem mengatakan untuk pembuatan kain mori ini dilaksanakan sebagai pekerjaan sambilan bagi ibu rumah tangga. Di wilayah Pekuncen perajin kain mori ini sekarang tak lagi mencapai 20 orang. Adapun para perajin adalah kalangan ibu rumah tangga yang sebagian bahkan telah lanjut usia.
“Sekarang rata-rata perajin kain mori ini kalangan ibu dan juga lansia. Jadi untuk penerusnya belum dapat dipastikan. Kami mempunyai pantangan, ketika ada orang meninggal dunia maka pantang menyentuh alat dan memulai alat tenun ini,” jelasnya.
Karisem mengatakan untuk satu lembar kain mori berukuran 1 meter persegi biasanya dijual kepada pedagang atau warga dengan harga Rp 120 ribu per lembar. Untuk mendapatkan satu lembar kain mori, biasanya para perajin harus bekerja selama tiga hari. “Kalau terus tak berhenti maka bisa dua hari saja. Biasanya kalau sudah jadi ada yang mengambil atau membelinya,” katanya.
Turun Temurun
Kepala Desa Pekuncen, Suwarno mengatakan tenun mori adalah kerajinan lokal yang turun temurun dibuat oleh warga Pekuncen khususnya anak cucu atau pengikut Banakeling. Di masa lampau hingga sekarang, kain mori ini dipergunakan untuk kepentingan pemakaman warga yang meninggal dunia.
“Jadi bagi kalangan pengikut Banakeling, mereka akan lebih mengutamakan menggunakan mori dibandingkan harus menggunakan kafan biasa. Apalagi itu sudah berlangsung turun temurun. Untuk masalah harga tak dipermasalahkan,” katanya.
Sumber Suara Merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar