Warga dan Pemerintah Desa Kaliurip, Kecamatan Purwojati, berencana memaksimalkan peran pompa dengan tenaga pembangkit air (batubana) dan juga pompa air yang memanfaatkan tenaga surya untuk kebutuhan air baku dan pengairan tanah pertanian desa setempat. Kepala Desa Kaliurip, Kitam Sumardi mengatakan meski sempat terbawa banjir Sungai Tajum, namun satu unit pompa air dengan pembangkit tenaga air batubana telah terselamatkan.
Nantinya dalam waktu dekat, sarana pertanian tersebut akan dipindahlokasikan sehingga bisa kembali difungsikan. “Rencananya akan dipindahkan lokasinya. Selain untuk menghindari arus Sungai Tajum yang deras dan besar ketika banjir, ini juga dilaksanakan agar kinerja pompa air ini bisa lebih maksimal untuk mengangkat air Sungai Taju,” katanya, kemarin.
Dari koordinasi dengan dinas terkait, pompa air bertenaga pembangkit air tersebut nantinya akan digunakan sebagai sumber pengairan sekaligus membantu ketersediaan air baku rumah tangga tepatnya air bersih warga masyarakat sekitar lokasi. Sementara itu untuk memaksimalkan ketersediaan pengairan pertanian di wilayah Kaliurip, saat ini pemerintah desa bersama petani sedang menunggu realisasi turunnya bantuan pompa air tenaga surya dari Pemkab Banyumas.
“Pompa air tenaga surya senilai Rp 1,6 miliar tersebut, menurut informasi masih dalam proses lelang. Kami berharap dengan kapasitas pompa air tenaga surya yang lebih besar ini, luasan lahan pertanian mulai dari 30-50 hektare di wilayah desa kami dapat tercukupi kebutuhan airnya,” jelasnya.
Untuk mendukung lokasi dipasangnya pompa air tenaga surya ini, pihak pemerintah desa bersama masyarakat juga telah menyediakan tanah. Diharapkan dengan adanya tanah ini maka sarana pertanian bantuan dari Pemkab Banyumas ini dapat dipasang secara tepat.
“Harapannya ketika sarana prasarana pertanian berupa pompa air ini telah tersedia maka keberlangsungan pertanian di wilayah Kaliurip, Purwojati ini bisa terjamin. Apalagi meski dalam kondisi kemarau, potensi air sekaligus aliran Sungai Tajum masih terbilang besar,” ujarnya.
Sering Terganggu
Ketua Kelompok Tani Arum, Paryanto, mengatakan, meski sering terganggu lumpur dan banjir, namun petani tetap semangat untuk merawat kincir air bantuan pemerintah Provinsi Jawa Tengah tersebut.
Kesadaran untuk merawat ini muncul karena setiap musim kemarau tiba, petani di Grumbul Deker tersebut dipastikan tak dapat bercocok tanam karena ketiadaan air. Untuk bisa menanam padi dan palawija, biasanya mereka harus menggunakan pompa air untuk menyedot air Sungai Tajum yang berada di bawah areal pertanian mereka.
Akibatnya biaya produksi pertanian yang dikeluarkan cukup banyak dan sering tak sebanding dengan hasil pertanian yang mereka peroleh. Untuk mengaliri sawah lima ubin, sedikitnya petani harus menyedot air dengan menggunakan pompa air selama limadelapan jam. “Padahal untuk satu jam kami harus membayar sewa pompa hingga Rp 20 ribu.
Paling sedikit satu bulan, minimal harus sekitar enamdelapan kali mengaliri sawah atau kebun kami. Makanya dengan keberadaan kincir air ini bisa dimanfaatkan terutama di musim kemarau,” paparnya. Dijelaskan Paryanto, jumlah pemanfaat kincir air batu batubana itu sekitar 20 orang petani dengan lahan tiga hektare.
Dengan kincir batubana ini, petani tak perlu lagi pusing memikirkan biaya bahan bakar solar ataupun menyewa pompa air. “Tinggal memantau dan menjaga aliran air untuk menggerak turbin yang menyatu dengan mesin penggerak pompa air supaya tetap berkerja lancar maka kami tak khawatir lagi kekurangan air,” jelas Ketua Kelompok Tani Arum, Paryanto.
sumber Suara Merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar