Masa depan pembangunan permukiman di Purwokerto ada di antara dua pilihan , yaitu hunian vertikal maka alih fungsi lahan pertanian ( sawah) bisa di hindari atau merevisi perda yang sudah ada untuk mengakomodasi tumbuhnya permukiman baru dengan membolehkan alih fungsi lahan pertanian terutama sawah, maka akan terjadi suatu kondisi di mana nantinya Purwokerto tanpa sawah .
Nah, dari berita yang saya kutip dari Radar Banyumas 10 Agustus 2017, artikel yang berjudul Wilayah perkotaan Purwokerto akan bebas sawah, banyak sekali komentar yang menolak rencana itu. Yaitu Rencana Revisi perda RTRW , Bapelitbang ( Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah ) Banyumas mengusulkan Purwokerto bebas sawah, untuk mengantisipasi laju pertumbuhan pembangunan.
Nah, sesuai judul yang saya tulis di atas, ada dua pilihan bagi masyarakat Purwokerto dimana masing-masing pilihan akan berdampak secara sosial dan ekonomi serta budaya. Namun ada baiknya kita membandingkan berbagai sisi negatif dan positifnya terlebih dahulu.
Opsi pertama, yaitu hunian vertikal. Dampak positifnya bisa menahan atau meminimalisir alih fungsi lahanpertanian, sehingga kawasan persawahan di Purwokerto akan tetap terjaga sampai kapanpun. Kearifan lokal berupa aktivitas sebagian warga yang berkaitan dengan profesi sebagai petani, tetap terjaga. Namun yang menjadi masalh kemudian adalah budaya untuk tinggal di hunian vertikal belum familiar bagi masyarakat Purwokerto. Hunian vertikal secara umum terbagi dua yaitu hunian segmen menengah ke atas dan hunian segmen menengah ke bawah. Pola pikir dan mental turut mempengaruhi sikap masyarakat , yang mana saat ini tinggal di hunian vertikal belum menjadi pilihan. Mereka umumnya lebih memilih tinggal di rumah tapak , bukan di bangunan bertingkat. Ada dua langkah yang perlu di ambil oleh Pemerintah daerah terkait kondisi ini,yaitu mensosialisasikan pentingnya hunian vertikal bagi masa depan pertumbuhan wilayah terkait peran sebagai pencegah alih fungsi lahan pertanian, dan membuat perda yang mendukung, yaitu mempermudah perijinan pengembang membnagun hunian atau bangunan vertikal.
Opsi kedua, Purwokerto bebas sawah. Pilihan ini mendapat banyak sekali kontra dari masyarakat. Jika perkembangan Purwokerto seperti ini maka sebagian kearifan lokal akan hilang, yaitu budaya agraris warga Purwokerto dan terancamnya keseimbangan lingkungan karena semakin banyaknya lahan terbuka yang menyediakan udara dan air bersih yang kemudian tertutup bangunan permanen. Suasana kota yang semakin panas dan padat akan semakin terasa, kualitas lingkungan semakin turun.
Nah, jika kita melihat reaksi masyarakat yang kontra, sebenarnya merupakan peluang Pemkab Banyumas untuk memilih hunian vertikal sebagai pilihan utama , tingal lebih aktiv lagi mensosialisasikan pentingnya hunian vertikal agar di terima masyarakat demi terjaga kelestarian lingkungan dan mencegah alih fungsi lahan pertanian.
Untuk selanjutnya membuat master plan bagaimana pembanguna permukiman di Purwokerto, area mana saja yang akan menjadi pemusatan pembangunan hunian vertikal , dengan perlu didukung beberapa aturan lain agar bersinergi antara lain :
1. Menolak alih fungsi lahan baru, untuk pembangunan perumahan.
2. Mempermudah perijinan pembangunan gedung vertikal dan hunian bertingkat.
3. Mempersuasi dan mensosialisasikan berbagai manfaat pentingnya hunian bertingkat.
4. Merancang desain hunian bertingkat yang ramah lingkungan, hemat energi dan humanis.
5. Menolak pembangunan perumahan baru di Purwokerto jika bukan hunian vertikal.
6. Meningkatkan kualitas infrastruktur yang sudah ada, terutama jaringan air bersih dan Listrik .
Apakah tidak ada titik temu di antara dua pilihan itu ? sebenarnya ada tapi dengan syarat dan batasan tertentu, saya setuju dengan pendapat sdr Wasis Fahrudin Konsep campuran tetap menjadi pilihan. Tinggal memilah dan memilih kira2 zona mana yg masih layak di pertahankan utk pertanian. Zona hijau jg mesti dipertahankan utk keseimbangan ekosistem. Tp bangunan vertikal harus menjadi pilihan ketika harga tanah semakin mahal. Juga mengesankan Purwokerto kota metropolis.
Dan jika opsi tengah ( mengakomodir kedua pilihan) salah satu yang menjadi prinsip pengambilan keputusan adalah bahwa ruang hijau / sawah yang harus dipertahankan minimal 20 % . Danmemnentukan zonasi mana yang bisa ditoleransi untuk alih fungsi lahan dengan mempertimbangkan lokasi dan kemungkinan sebagai pusat ekonomi baru atau perluasan fungsi kota.
6. Meningkatkan kualitas infrastruktur yang sudah ada, terutama jaringan air bersih dan Listrik .
Apakah tidak ada titik temu di antara dua pilihan itu ? sebenarnya ada tapi dengan syarat dan batasan tertentu, saya setuju dengan pendapat sdr Wasis Fahrudin Konsep campuran tetap menjadi pilihan. Tinggal memilah dan memilih kira2 zona mana yg masih layak di pertahankan utk pertanian. Zona hijau jg mesti dipertahankan utk keseimbangan ekosistem. Tp bangunan vertikal harus menjadi pilihan ketika harga tanah semakin mahal. Juga mengesankan Purwokerto kota metropolis.
Dan jika opsi tengah ( mengakomodir kedua pilihan) salah satu yang menjadi prinsip pengambilan keputusan adalah bahwa ruang hijau / sawah yang harus dipertahankan minimal 20 % . Danmemnentukan zonasi mana yang bisa ditoleransi untuk alih fungsi lahan dengan mempertimbangkan lokasi dan kemungkinan sebagai pusat ekonomi baru atau perluasan fungsi kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar