BUPATI BANYUMAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS
NOMOR 10 TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUMAS
TAHUN 2011 - 2031
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BANYUMAS, Menimbang
|
:
|
a. bahwa untuk mengarahkan
pembangunan di wilayah Kabupaten Banyumas, pemanfaatan ruang wilayah yang
meliputi darat, laut, dan udara serta sumber daya alam yang terkandung di
dalamnya merupakan satu kesatuan perlu dikelola secara terpadu antar sektor,
daerah, dan masyarakat, untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna,
dan berhasil guna dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pertahanan keamanan maka perlu disusun rencana tata ruang wilayah;
b. bahwa dalam rangka
mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat, maka
rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang
dilaksanakan pemerintah, masyarakat dan/atau dunia usaha;
c. bahwa dengan ditetapkannya
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,
maka perlu disusun rencana tata ruang wilayah kabupaten;
d. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Banyumas Tahun 2011 – 2031;
|
||
Mengingat
|
:
|
1. Pasal 18 ayat (6)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan
Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 24,
Berita Negara Tanggal 8 Agustus 1950);
3. Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2043);
4. Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
5. Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
6. Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia
Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);
7. Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3478);
8. Undang-Undang Nomor 36
Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2001 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
9. Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
10. Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4152);
11. Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
12. Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002
|
||
52. Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah Tahun 2010 Nomor 6, Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 28);
53. Peraturan Daerah Kabupaten
Banyumas Nomor 9 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan
Pemerintahan Daerah Kabupaten Banyumas (Lembaran Daerah Kabupaten Banyumas
Tahun 2008 Nomor 5 Seri E);
54. Peraturan Daerah Kabupaten
Banyumas Nomor 7 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Kabupaten Banyumas Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Tahun 2009 Nomor 4 Seri
E,Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 7);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUMAS
dan
BUPATI BANYUMAS
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2011- 2031
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang
dimaksud dengan :
1. Kabupaten adalah Kabupaten
Banyumas.
2.
Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
3.
Bupati adalah Bupati Banyumas.
4.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Banyumas.
5.
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
6.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyumas yang selanjutnya disebut RTRW
Kabupaten adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten Banyumas yang menjadi pedoman bagi penataan ruang wilayah Kabupaten
Banyumas yang merupakan dasar dalam penyusunan program pembangunan.
7.
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
8.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi
masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
9.
Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi
budidaya.
10.
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
11.
Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
12. Pengaturan penataan ruang
adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat dalam penataan ruang.
13.
Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang
yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
14.
Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
15.
Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang
dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
16.
Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan
pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
17.
Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya.
18.
Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
19.
Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
20.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif
dan/atau aspek fungsional.
21.
Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.
22.
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya
buatan.
23.
Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan.
24. Kawasan perdesaan adalah
wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber
daya alam dengan susunan fungsi kawasan
sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi.
25.
Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan
dan distribusi pelayanan jasa permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
26.
Kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi
kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah.
27.
Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri satu atau lebih pusat kegiatan
pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber
daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan
hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
28.
Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang
digunakan untuk kepentingan pertahanan.
29.
Kawasan minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama
ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas
perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya.
30.
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,
yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
31.
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
32.
Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok menproduksi
hasil hutan.
33. Hutan lindung adalah
kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah
banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
34.
Wilayah Pertambangan yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki
potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi
pemerintahan yang merupakan bagian dari rencana tata ruang nasional.
35.
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada
pada permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
36.
Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan
dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh
pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.
37.
Sistem Informasi Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat SITRW adalah
perangkat keras dan perangkat lunak yang dikembangkan sebagai media penyajian
informasi RTRW Kabupaten secara mudah dan mutakhir.
38.
Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah sistem dan proses
dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina,
mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara
berkelanjutan.
39.
Lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang
ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan
pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
40. Lahan cadangan pertanian
pangan berkelanjutan adalah lahan potensial yang dilindungi pemanfaatannya agar
kesesuaian dan ketersediaannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai
lahan pertanian pangan berkelanjutan pada masa yang akan datang.
41.
Objek dan daya tarik wisata yang selanjutnya disingkat ODTW adalah perwujudan
dari ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat
atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan.
42.
Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau
lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
43.
Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
44.
Kawasan strategis kabupaten atau kota adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten
atau kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
45.
Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa
kabupaten/kota.
46.
Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL, adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
47.
Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disingkat PPK, adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa
desa.
48.
Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disingkat PPL, adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
49. Ruang terbuka hijau adalah
area memanjang atau jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun
yang sengaja ditanam.
50.
Daerah aliran sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya,
yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.
51.
Instalasi Pengolahan Air Limbah yang selanjutnya disingkat IPAL, adalah sarana
atau unit pengolahan air limbah yang berfungsi untuk menurunkan kadar pencemar
yang terkandung dalam air limbah hingga batas tertentu sesuai
perundang-undangan.
52.
Terminal Barang adalah merupakan prasarana transportasi jalan untuk keperluan membongkar
dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi.
53.
Terminal Penumpang adalah merupakan prasarana transportasi jalan untuk
keperluan menurunkan dan menaikan penumpang, perpindahan antar intra dan/atau
antar moda transportasi serta mengatur kedatangan dan keberangkatan kendaraan
penumpang umum.
54.
Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
55.
Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap
pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang.
56.
Disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk mencegah, membatasi pertumbuhan
atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
57.
Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.
58. Daya dukung lingkungan
hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia,
makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya.
59.
Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap
zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
60.
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kabupaten Banyumas, yang selanjutnya
disebut BKPRD adalah badan bersifat ad hoc yang dibentuk untuk mendukung
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di
Kabupaten Banyumas dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam
koordinasi penataan ruang di Kabupaten Banyumas.
61.
Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum
adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam
penataan ruang.
62. Peran Masyarakat adalah
partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang lingkup RTRW Kabupaten
meliputi:
a.
tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah;
b.
rencana struktur ruang wilayah;
c.
rencana pola ruang wilayah;
d.
penetapan kawasan strategis;
e.
arahan pemanfaatan ruang wilayah dan indikasi program pembangunan;
f.
arahan pengendalian ruang wilayah yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi,
ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif serta arahan sanksi;
g.
peran masyarakat dalam penataan ruang; dan
h. kelembagaan.
BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN
RUANG WILAYAH
Bagian Pertama
Tujuan
Pasal 3
Penataan ruang wilayah
Kabupaten bertujuan mewujudkan Kabupaten sebagai pusat pertumbuhan ekonomi
regional yang berbasis pertanian, pariwisata, serta perdagangan dan jasa
didukung pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan.
Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi
Pasal 4
Untuk mewujudkan tujuan
penataan ruang wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan
kebijakan perencanaan ruang wilayah meliputi:
a.
pengembangan kegiatan pertanian sebagai sektor pertumbuhan ekonomi utama
Kabupaten;
b.
pengembangan pariwisata berwawasan lingkungan dan berbasis kerakyatan;
c.
pengembangan fungsi kegiatan perdagangan dan jasa berskala lokal dan regional;
d.
pengembangan pusat kegiatan yang terintegrasi dan terpadu;
e.
pengembangan sistem jaringan prasarana utama dan sistem jaringan prasarana
lainnya sebagai pendukung potensi wilayah;
f.
pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung;
g.
pengembangan kawasan budidaya melalui pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
alam secara berkelanjutan;
h.
peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara; dan
i. pengembangan dan
pengendalian kawasan strategis sesuai dengan penetapannya.
Pasal 5
(1) Pengembangan kegiatan pertanian sebagai sektor
pertumbuhan ekonomi utama Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a
dengan strategi meliputi:
a. menetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
b. mengembangkan kawasan pertanian;
c. mempertahankan luasan lahan pertanian pangan yang telah
ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan;
d. mengembangkan irigasi setengah teknis atau sederhana
menjadi sawah beririgasi teknis;
e. mengembangkan kawasan agropolitan dan sistem agribisnis
pertanian; dan
f. mengembangkan sektor peternakan dan perkebunan.
(2) Pengembangan pariwisata berwawasan lingkungan dan
berbasis kerakyatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dengan strategi
meliputi:
a. mengembangkan dan meningkatkan daya tarik wisata;
b. mengembangkan sarana dan prasarana penunjang kegiatan
pariwisata;
c. mengendalikan pengembangan lahan terbangun pada kawasan
pariwisata; dan
d. mengembangkan pariwisata dengan keterlibatan masyarakat.
(3) Pengembangan fungsi kegiatan perdagangan dan jasa
berskala lokal dan regional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c dengan
strategi meliputi:
a. mengembangkan fungsi kawasan perdagangan dan jasa berskala
regional, lokal, dan lingkungan;
b. mendorong fungsi kawasan perdagangan dan jasa berskala
nasional; dan
c.
mengembangkan sarana dan prasarana pendukung kawasan perdagangan dan jasa.
(4) Pengembangan pusat kegiatan yang terintegrasi dan terpadu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d dengan strategi meliputi:
a. mendorong pengembangan pusat kegiatan di kawasan perkotaan
berskala regional;
b. mendorong pengembangan pusat pelayanan berskala kecamatan
atau beberapa desa;
c. mendorong pengembangan pusat pelayanan berskala antar
desa; dan
d. meningkatkan interaksi antara pusat kegiatan perdesaan dan
perkotaan secara berjenjang.
(5) Pengembangan sistem jaringan prasarana utama dan sistem
jaringan prasarana lainnya sebagai pendukung potensi wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf e dengan strategi meliputi:
a. mengembangkan jaringan jalan penghubung perdesaan dan
perkotaan sesuai fungsi jalan;
b. mengembangkan dan meningkatkan sarana transportasi wilayah
meliputi terminal penumpang dan terminal barang;
c. mengembangkan jaringan energi dan sumber daya energi
alternatif;
d. meningkatkan jangkauan pelayanan jaringan telekomunikasi
ke seluruh wilayah;
e. meningkatkan sistem jaringan prasarana sumberdaya air;
f. meningkatkan penanganan sampah perkotaan dan pedesaan
terpadu;
g. mengembangkan jaringan transportasi sungai sebagai
pendukung sarana wisata;
h. mengembangkan dan meningkatkan sarana dan prasarana
transportasi kereta api;
i. mengembangkan sistem jaringan air limbah dan drainase; dan
j.
mengembangkan jalur evakuasi bencana pada kawasan rawan bencana alam.
(6) Pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f dengan strategi meliputi:
a. menetapkan kawasan lindung sesuai fungsinya;
b. mengembalikan fungsi hutan lindung yang mengalami
kerusakan;
c. membatasi kegiatan budidaya yang dapat mengganggu fungsi
kawasan lindung;
d. mempertahankan dan melestarikan kawasan resapan air;
e. mengendalikan secara ketat pemanfaatan sumber air baku;
f. melestarikan habitat dan ekosistem khusus pada kawasan
suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
g. membatasi kegiatan pariwisata pada radius pengamanan
kawasan pada kawasan perlindungan setempat;
h. mengembangkan kawasan ruang terbuka hijau;
i. meningkatkan fungsi kawasan suaka alam, pelestarian alam,
dan cagar budaya sebagai tempat wisata, dan obyek penelitian;
j. mengembangkan tanaman konservasi di kawasan rawan bencana
tanah longsor; dan
k. mengembangkan sistem peringatan dini, jalur, dan ruang
evakuasi bencana.
(7) Pengembangan kawasan budidaya melalui pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf g dengan strategi meliputi:
a. menetapkan kawasan budidaya sesuai fungsinya berdasarkan
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
b. mengendalikan dampak negatif kegiatan budidaya agar tidak
menurunkan kualitas lingkungan hidup;
c.
mengembangkan kawasan budidaya melalui peningkatan nilai ekonomis kawasan dan
fungsi sosial;
d. mengembangkan sektor kehutanan dan pengolahan hasil hutan;
e. mengembangkan sentra produksi dan usaha berbasis
perikanan;
f. mengendalikan secara ketat pengelolaan lingkungan kawasan
peruntukan pertambangan;
g. mengembangkan kawasan peruntukan industri pada jalur
transportasi regional dan nasional;
h. mengembangkan dan memberdayakan industri berbasis bahan
baku lokal dari hasil pertanian, peternakan, perkebunan, dan hasil tambang; dan
i. mengembangkan kawasan peruntukan permukiman terpadu.
(8) Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf h dengan strategi meliputi:
a. mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan
fungsi khusus pertahanan dan keamanan;
b. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam
dan di sekitar Kawasan Strategis Nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan
keamanan;
c. mengembangkan kawasaan lindung dan/atau kawasan budidaya
tidak terbangun di sekitar Kawasan Strategis Nasional yang mempunyai fungsi
khusus Pertahanan dan Keamanan dengan kawasan budidaya terbangun; dan
d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan
dan keamanan.
(9) Pengembangan dan pengendalian kawasan strategis sesuai
dengan penetapannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf i dengan strategi
meliputi:
a. menetapkan kawasan strategis sesuai dengan nilai strategis
dan kekhususannya;
b. mengembangkan
prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi masyarakat;
c. mengembangkan hasil produksi pada kawasan sentra ekonomi
unggulan dan sarana prasarana pendukung perekonomian;
d. membatasi alih fungsi lahan kawasan strategis pada sentra
unggulan berbasis potensi pertanian;
e. menetapkan, mengembangkan, dan mempertahankan luasan lahan
pada kawasan minapolitan;
f. melindungi dan melestarikan kawasan dalam mempertahankan
karakteristik nilai sosial dan budaya kawasan;
g. memanfaatkan kawasan bagi kegiatan dengan nilai ekonomi
dan meningkatkan identitas sosial budaya kawasan;
h. mengendalikan kegiatan sesuai tujuan pemanfaatan kawasan
dalam wilayah kerja pertambangan panas bumi dengan tetap memperhatikan fungsi
lindung kawasan;
i. memanfaatkan kawasan bagi penelitian dan pendidikan yang
berbasis lingkungan hidup; dan
j. mempertahankan keanekaragaman hayati pada kawasan suaka
alam dan hutan lindung.
k.
mengendalikan pemanfaatan ruang di sekitar kawasan Gunung Slamet yang
berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan.
BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
(1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten terdiri atas:
a. sistem pusat kegiatan; dan
b. sistem
jaringan prasarana wilayah.
(2) Rencana
struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan
tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Sistem Pusat Pelayanan
Pasal 7
Sistem pusat
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. sistem perkotaan; dan
b. sistem
perdesaan.
Paragraf 1
Sistem Perkotaan
Pasal 8
(1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf
a terdiri atas:
a. pusat kegiatan; dan
b. fungsi pelayanan.
(2) Pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. PKW di Perkotaan Purwokerto;
b. PKL meliputi:
1. perkotaan Banyumas;
2. perkotaan Ajibarang;
3. perkotaan Sokaraja; dan
4. perkotaan Wangon.
c. PPK meliputi:
1. perkotaan Jatilawang;
2. perkotaan Sumpiuh;
3. perkotaan Patikraja;
4. perkotaan
Baturaden;
5. perkotaan Cilongok;
6. perkotaan Lumbir;
7. perkotaan Gumelar;
8. perkotaan Pekuncen;
9. perkotaan Purwojati;
10. perkotaan Rawalo;
11. perkotaan Kemranjen;
12. perkotaan Tambak;
13. perkotaan Sumbang;
14. perkotaan Kembaran;
15. perkotaan Karanglewas;
16. perkotaan Kebasen;
17. perkotaan Somagede;
18. perkotaan Kedungbanteng; dan
19. perkotaan Kalibagor.
(3) Fungsi pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi:
a. PKW Purwokerto dengan fungsi pelayanan utama berupa
perdagangan berskala regional, pemerintahan, pendidikan, kesehatan,
transportasi, dan perbankan meliputi:
1. Kecamatan Purwokerto Utara;
2. Kecamatan Purwokerto Timur;
3. Kecamatan Purwokerto Selatan;
4. Kecamatan Purwokerto Barat;
5. sebagian Kecamatan Sumbang;
6. sebagian Kecamatan Baturaden;
7. sebagian
Kecamatan Kedungbanteng;
8. sebagian Kecamatan Kembaran;
9. sebagian Kecamatan Karanglewas;
10. sebagian Kecamatan Sokaraja; dan
11. sebagian Kecamatan Patikraja.
b. PKL Perkotaan Banyumas dengan fungsi pelayanan utama
berupa pemerintahan dan kesehatan di Kecamatan Banyumas;
c. PKL Perkotaan Ajibarang dengan fungsi pelayanan utama
berupa kesehatan, transportasi, industri, dan perdagangan skala kabupaten di
Kecamatan Ajibarang;
d. PKL Perkotaan Sokaraja dengan fungsi pelayanan utama
berupa pendidikan, kesehatan, perdagangan skala kabupaten, dan industri di
Kecamatan Sokaraja;
e. PKL Perkotaan Wangon dengan fungsi pelayanan utama berupa
perdagangan skala kabupaten, transportasi, dan industri di Kecamatan Wangon;
dan
f. PPK dengan
fungsi pelayanan pemerintahan, pendidikan, dan kesehatan yang melayani kegiatan
skala kecamatan atau beberapa desa.
Paragraf 2
Sistem Perdesaan
Pasal 9
(1) Sistem perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf
b terdiri atas:
a. pusat kegiatan perdesaan; dan
b. fungsi pelayanan.
(2) Pusat kegiatan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a berupa PPL meliputi:
a. Desa Cihonje di Kecamatan Gumelar;
b. Desa Tipar di Kecamatan Rawalo;
c. Desa
Paningkaban di Kecamatan Gumelar;
d. Desa Jompo Kulon di Kecamatan Sokaraja; dan
e. Desa Sidamulya di Kecamatan Kemranjen.
(3) Fungsi
pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b pada PPL dengan fungsi
pelayanan utama pendidikan dan perdagangan dan jasa yang melayani kegiatan
skala antar desa.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan
Prasarana Wilayah
Pasal 10
Sistem
jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b
terdiri atas:
a. sistem jaringan prasarana utama; dan
b. sistem
jaringan prasarana lainnya.
Paragraf 1
Sistem Jaringan
Prasarana Utama
Pasal 11
Sistem
jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a terdiri
atas:
a. sistem jaringan transportasi darat; dan
b. sistem
jaringan transportasi perkeretaapian.
Pasal 12
Sistem jaringan
transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf aterdiri atas:
a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan; dan
b. angkutan
sungai, danau, dan penyeberangan.
Pasal 13
Jaringan lalu
lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a terdiri
atas:
a.
jaringan
jalan;
b.
b. jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan; dan
c. jaringan
pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.
Pasal 14
(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf
a terdiriatas:
a. jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten;
b. jaringan jalan provinsi pada wilayah Kabupaten; dan
c. jaringan jalan Kabupaten.
(2) Jaringan jalan nasional pada wilayah Kabupaten
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengembangan jalan arteri primer meliputi:
1. jalan penghubung Karangpucung – Wangon;
2. jalan penghubung Rawalo – Sampang;
3. jalan penghubung Sampang – Buntu;
4. jalan penghubung Wangon – Batas Banyumas Tengah;
5. jalan penghubung Purwokerto – Patikraja; dan
6. jalan penghubung Patikraja – Rawalo.
b. pengembangan jalan kolektor primer meliputi:
1. jalan penghubung Wangon – Menganti;
2. jalan penghubung Menganti – Rawalo;
3. jalan penghubung Buntu – Banyumas;
4. jalan penghubung Banyumas – Batas Banyumas Utara;
5. jalan penghubung Batas Banyumas Tengah – Klampok;
6. jalan penghubung Batas Kabupaten Tegal – Ajibarang;
7. jalan penghubung Ajibarang – Wangon;
8. jalan penghubung Ajibarang – Batas Perkotaan Purwokerto;
9. jalan
penghubung Batas Perkotaan Purwokerto – Sokaraja;
10. jalan
penghubung Sokaraja – Kaliori;
11. jalan
penghubung Kaliori – Banyumas;
12. Jalan
Pattimura;
13. Jalan Yos
Sudarso;
14. Jalan
Sudirman;
15. Jalan
Gerilya; dan
16. Jalan
Veteran.
(3) Jaringan
jalan provinsi pada wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b berupa pengembangan kolektor primer dan/atau jalan strategis provinsi
meliputi:
a. jalan
penghubung Purwokerto – Baturaden;
b. jalan
penghubung Sokaraja – Purbalingga;
c. jalan
penghubung Kaliori – Patikraja;
d. jalan
penghubung Menganti – Kesugihan;
e. Jalan Dr.
Gumbreg;
f. Jalan Raden
Patah;
g. Jalan Sunan
Bonang; dan
h. Jalan Sunan
Ampel.
(4) Jaringan
jalan Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a.
pengembangan jalan lingkar utara dan jalan lingkar selatan Sokaraja;
b. peningkatan
jalur jalan lingkar Tambak – Sumpiuh;
c.
pengembangan jalan Pegalongan – Gunung Tugel – Purwokerto Selatan;
d.
pengembangan akses jalan dan jembatan ruas Sokaraja – Kalibagor – Bandara
Wirasaba Kabupaten Purbalingga;
e. peningkatan
jalan penghubung jalan Jenderal Sudirman – jalan Gerilya;
30
f. peningkatan
akses jalan menuju kawasan pengembangan pertambangan Panas Bumi Baturaden; dan
g.
pengembangan jalan Dukuhwaluh – Kembaran – Sumbang – Purbalingga.
Pasal 15
(1) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13huruf b terdiri atas:
a. terminal penumpang; dan
b. terminal barang.
(2) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. pengembangan terminal penumpang Tipe A di Perkotaan
Purwokerto;
b. pengembangan terminal penumpang Tipe B meliputi :
1. Kecamatan Ajibarang; dan
2. Kecamatan Wangon;
c. pengembangan terminal penumpang Tipe C meliputi:
1. Kecamatan Sokaraja;
2. Kecamatan Patikraja;
3. Kecamatan Karanglewas;
4. Kecamatan Purwojati; dan
5. Kecamatan Banyumas.
(3) Terminal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi:
a. Kecamatan Patikraja;
b. Kecamatan Ajibarang;
c. Kecamatan Wangon;
d. Kecamatan Kemranjen; dan
e. terminal
barang terintegrasi dengan Stasiun Notog di Kecamatan Patikraja.
Pasal 16
Jaringan pelayanan lalu
lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c meliputi:
a. angkutan umum Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) melayani
Perkotaan Purwokerto, kabupaten lain dan/atau kota-kota lain di luar Provinsi
Jawa Tengah;
b. angkutan umum Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) melayani
Perkotaan Purwokerto ke kabupaten lain dan/atau kota-kota lain di dalam
Provinsi Jawa Tengah; dan
c. angkutan
pedesaan.
Pasal 17
Angkutan sungai, danau,
dan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b meliputi:
a.
pengembangan dermaga penyeberangan Wisata Sungai Serayu River Voyage;
dan
b.
pengembangan sarana penyeberangan Wisata Sungai Serayu River Voyage.
Pasal 18
(1) Sistem jaringan transportasi perkeretaapian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 huruf b terdiri atas:
a. pengembangan prasarana kereta api;
b. pengembangan sarana kereta api; dan
c. peningkatan pelayanan kereta api.
(2) Pengembangan prasarana kereta api sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pembukaan jalur kereta api komuter Purwokerto – Slawi,
Purwokerto – Kutoarjo, dan Purwokerto – Wonosobo;
b. pengembangan jalur ganda Cirebon – Kroya;
c. pengembangan jalur ganda Kroya – Kutoarjo; dan
d. penertiban
perlintasan sebidang yang tidak resmi pada jalur ganda Cirebon – Kroya –
Kutoarjo.
(3) Pengembangan sarana kereta api sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b berupa pengembangan stasiun kereta api melalui peningkatan
stasiun eksisting di wilayah Kabupaten.
(4) Peningkatan pelayanan kereta api sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. peningkatan akses terhadap layanan kereta api; dan
b. jaminan
keselamatan dan kenyamanan penumpang.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Prasarana
Lainnya
Pasal 19
Sistem
jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b terdiri
atas:
a. sistem jaringan prasarana energi;
b. sistem jaringan telekomunikasi;
c. sistem jaringan sumberdaya air; dan
d. jaringan
prasarana wilayah lainnya.
Pasal 20
(1) Sistem jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 huruf a terdiri atas:
a. jaringan pipa minyak dan gas bumi;
b. jaringan transmisi tenaga listrik; dan
c. tenaga listrik.
(2) Jaringan pipa minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a berupa pengembangan jaringan pipa Maos-Jogyakarta
melalui:
a. Kecamatan Kebasen;
b. Kecamatan Kemranjen;
c. Kecamatan Sumpiuh; dan
d. Kecamatan
Tambak.
(3) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b berupa pengembangan jaringan saluran udara tegangan
tinggi (SUTT) 150 (seratus lima puluh) kilo volt dan saluran udara tegangan
ekstra tinggi (SUTET) 500 (lima ratus) kilo volt meliputi:
a. Kecamatan Tambak;
b. Kecamatan Sumpiuh;
c. Kecamatan Somagede;
d. Kecamatan Kemranjen;
e. Kecamatan Rawalo;
f. Perkotaan Purwokerto;
g. Kecamatan Kedungbanteng;
h. Kecamatan Karanglewas;
i. Kecamatan Cilongok;
j. Kecamatan Ajibarang; dan
k. Kecamatan Pekuncen.
(4) Tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. pembangkit listrik; dan
b. gardu induk.
(5) Pembangkit listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf a meliputi:
a. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
meliputi:
1. Kecamatan Baturaden;
2. Kecamatan Cilongok;
3. Kecamatan Pekuncen; dan
4. Kecamatan
Karanglewas.
b. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di wilayah
tidak terjangkau sambungan jaringan listrik meliputi :
1. Kecamatan Kebasen;
2. Kecamatan Cilongok;
3. Kecamatan Pekuncen; dan
4. Kecamatan Sumpiuh.
c. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
meliputi:
1. Kecamatan Cilongok;
2. Kecamatan Karanglewas;
3. Kecamatan Kebasen;
4. Kecamatan Kedungbanteng;
5. Kecamatan Baturaden; dan
6. Kecamatan Pekuncen.
(6) Gardu induk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b
meliputi:
a. Kecamatan Rawalo; dan
b. Kecamatan
Purwokerto Selatan.
Pasal 21
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 huruf b terdiri atas:
a. pembangunan jaringan telepon kabel; dan
b. pembangunan jaringan telepon nirkabel.
(2) Pembangunan jaringan telepon kabel sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dengan pengembangan jaringan telepon kabel di seluruh
wilayah Kabupaten.
(3) Pengembangan jaringan telepon nirkabel sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengembangan
jaringan telepon nirkabel menjangkau wilayah terisolir;
b. pembangunan menara telekomunikasi bersama; dan
c.
pengembangan jaringan akses internet di seluruh wilayah Kabupaten.
Pasal 22
(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 huruf c terdiri atas:
a. sistem wilayah sungai;
b. sistem jaringan irigasi; dan
c. sistem pengelolaan air baku.
(2) Sistem wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. pengelolaan Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto dan Wilayah
Sungai Citanduy;
b. peningkatan pengelolaan DAS Serayu, DAS Ijo, dan DAS Tipar
di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto;
c. peningkatan pengelolaan DAS Cimeneg di Wilayah Sungai
Citanduy;
d. pembuatan embung untuk kebutuhan air baku, pertanian, dan
pengendalian banjir meliputi:
1. Kecamatan Kemranjen;
2. Kecamatan Kalibagor; dan
3. Kecamatan Wangon.
e. pembuatan area resapan air melalui program konversi lahan
tidak produktif; dan
f. konservasi situ meliputi:
1. Situ Pernasidi di Kecamatan Cilongok;
2. Situ Bamban di Kecamatan Jatilawang;
3. Situ Randegan di Kecamatan Wangon;
4. Situ Karanganyar di Kecamatan Jatilawang;
5. Situ
Gununglurah di Kecamatan Cilongok; dan
6. Situ Tapak di Kecamatan Kemranjen.
(3) Sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:
a. mengoptimalkan wilayah potensial pada daerah irigasi agar
lebih fungsional;
b. pengembangan dan pembangunan sistem irigasi primer dan
sekunder; dan
c. pengembangan dan pembangunan sistem irigasi tersier oleh
perkumpulan petani pemakai air.
(4) Sistem pengelolaan air baku sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c meliputi:
a. pemanfaatan air permukaan dan air tanah sebagai sumber air
baku;
b. pembangunan, rehabilitasi, operasi dan pemeliharaan sarana
dan prasarana pengelolaan air baku untuk air minum;
c. pengembangan jaringan perpipaan air minum dalam memperluas
jangkuan pelayanan;
d. peningkatan dan pemeliharaan kualitas dan kuantitas
produksi sumber air baku; dan
e. pengembangan bantuan teknis pengembangan sarana dan
prasarana air minum terhadap wilayah yang belum terlayani.
(5) Daerah
irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a tercantum dalam Lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 23
(1) Jaringan prasarana wilayah lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 huruf d terdiri atas:
a. sistem persampahan;
b. sistem jaringan air limbah;
c. sistem jaringan drainase;
d. jalur dan ruang evakuasi bencana alam dan bencana geologi;
dan
e. sistem
pelayanan fasilitas umum dan sosial.
(2) Sistem persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. pengelolaan persampahan rumah tangga berbasis masyarakat
dengan konsep 3R meliputi:
1. Reduce (mengurangi);
2. Reuse (menggunakan kembali); dan
3. Recyle (mendaur ulang).
b. pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah
meliputi:
1. Desa Kaliori di Kecamatan Kalibagor; dan
2. Desa Tipar Kidul di Kecamatan Ajibarang.
c. pembangunan Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan/atau
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di lokasi strategis; dan
d. peningkatan prasarana pengelolaan persampahan.
(3) Sistem
jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a.
pengembangan sistem pengelolaan limbah terpadu baik on site maupun off
site pada kawasan perkotaan; dan
b.
pengembangan IPAL untuk penanganan air buangan industri pada kawasan peruntukan
industri.
(4) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c di kawasan perkotaan meliputi:
a. inventarisasi saluran yang berfungsi sebagai jaringan
drainase;
b. pembuatan rencana induk drainase di seluruh wilayah
Kabupaten;
c. penertiban dan perlindungan jaringan drainase untuk
menghindari terjadinya penyempitan dan pendangkalan; dan
d.
pengembangan sumur resapan air hujan dan biopori di kawasan perkotaan.
(5) Jalur dan ruang evakuasi bencana alam dan bencana geologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. jalur evakuasi bencana letusan gunung berapi melalui 5
(lima) kecamatan meliputi:
1. Kecamatan Sumbang;
2. Kecamatan Baturaden;
3. Kecamatan Kedungbanteng;
4. Kecamatan Karanglewas; dan
5. Kecamatan Cilongok.
b. jalur evakuasi bencana banjir berupa jalan-jalan desa
menuju pada lokasi yang tidak terkena bahaya banjir meliputi:
1. Kecamatan Sumpiuh;
2. Kecamatan Kemranjen;
3. Kecamatan Wangon;
4. Kecamatan Jatilawang; dan
5. Kecamatan Tambak.
c. jalur evakuasi bencana tanah longsor berupa ruas jalan
yang ada dan/atau ruas jalan darurat menuju ruang evakuasi;
d. ruang evakuasi bencana alam dan bencana geologi meliputi:
1. lapangan terbuka;
2. sekolah;
3. kantor-kantor pemerintah; dan
4. puskesmas.
e. Jalur dan ruang evakuasi bencana alam dan bencana geologi
digambarkan dalam peta jalur dan ruang evakuasi bencana alam dan bencana
geologi sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(6) Sistem
pelayanan fasilitas umum dan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
dikembangkan di setiap kecamatan sesuai dengan hirarki pusat kegiatan dan skala
pelayanannya.
BAB V
RENCANA POLA RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 24
(1) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten terdiri atas :
a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.
(2) Rencana
pola ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 25
Kawasan
lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan
lindung lainnya.
Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 26
Kawasan hutan lindung
sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 huruf a seluas kurang lebih 9.121 (sembilan
ribu seratus dua puluh satu) hektar meliputi:
a. Kecamatan
Jatilawang;
b. Kecamatan Rawalo;
c. Kecamatan Kebasen;
d. Kecamatan Banyumas;
e. Kecamatan Patikraja;
f. Kecamatan Purwojati;
g. Kecamatan Ajibarang;
h. Kecamatan Gumelar;
i. Kecamatan Pekuncen;
j. Kecamatan Cilongok;
k. Kecamatan Karanglewas;
l. Kecamatan Kedungbanteng;
m. Kecamatan Baturaden; dan
n. Kecamatan
Sumbang.
Paragraf 2
Kawasan Yang Memberikan
Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Pasal 27
(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b berupa kawasan resapan
air.
(2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Kecamatan Baturaden;
b. Kecamatan Sumbang;
c. Kecamatan Kedungbanteng;
d. sebagian kecil wilayah Kecamatan Pekuncen;
e. sebagian kecil wilayah Kecamatan Ajibarang;
f. sebagian kecil wilayah Kecamatan Purwojati;
g. sebagian kecil wilayah Kecamatan Somagede;
h. sebagian kecil wilayah Kecamatan Kalibagor;
i. sebagian kecil wilayah Kecamatan Sokaraja; dan
j. sebagian
kecil wilayah Kecamatan Kembaran.
Paragraf 3
Kawasan Perlindungan
Setempat
Pasal 28
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 huruf c terdiri atas:
a. kawasan sekitar mata air;
b. kawasan sempadan sungai; dan
c. ruang terbuka hijau (RTH) kawasan perkotaan.
(2) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi:
a. Kecamatan Sumbang;
b. Kecamatan Baturaden;
c. Kecamatan Banyumas;
d. Kecamatan Karanglewas;
e. Kecamatan Pekuncen;
f. Kecamatan Ajibarang;
g. Kecamatan Cilongok; dan
h. Kecamatan Purwojati.
(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:
a. ruang sepanjang tepian sungai bertanggul di luar kawasan
perkotaan dengan lebar minimal 5 (lima) meter dari tepi tanggul;
b. ruang sepanjang tepian sungai bertanggul di dalam kawasan
perkotaan dengan lebar minimal 3 (tiga) meter dari tepi tanggul;
c. ruang sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di
luar kawasan permukiman dengan lebar minimal 100 (seratus) meter dari tepi
sungai;
d. ruang sepanjang tepian sungai kecil tidak bertanggul di
luar kawasan permukiman dengan lebar minimal 50 (lima puluh) meter dari tepi
sungai;
e. ruang
sepanjang tepian sungai tak bertanggul yang mempunyai kedalaman kurang dari 3
(tiga) meter di dalam kawasan perkotaan dengan lebar minimal 10 (sepuluh) meter
dari tepi sungai;
f. ruang sepanjang tepian sungai tak bertanggul yang
mempunyai kedalaman 3 - 20 (tiga sampai dua puluh) meter di dalam kawasan
perkotaan dengan lebar minimal 15 (lima belas) meter dari tepi sungai; dan
g. ruang sepanjang tepian sungai tak bertanggul yang
mempunyai kedalaman lebih besar dari 20 (dua puluh) meter di dalam kawasan
perkotaan dengan lebar minimal 30 (tiga puluh) meter dari tepi sungai.
(4) Ruang Terbuka Hijau (RTH) kawasan perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas kurang lebih 5.421 (lima ribu empat ratus
dua puluh satu) hektar meliputi:
a. perkotaan Purwokerto;
b. perkotaan Banyumas;
c. perkotaan Ajibarang;
d. perkotaan Sokaraja;
e. perkotaan Wangon;
f. perkotaan Jatilawang;
g. perkotaan Sumpiuh;
h. perkotaan Patikraja;
i. perkotaan Baturaden;
j. perkotaan Cilongok;
k. perkotaan Lumbir;
l. perkotaan Gumelar;
m. perkotaan Pekuncen;
n. perkotaan Purwojati;
o. perkotaan Rawalo;
p. perkotaan Kemranjen;
q. perkotaan Tambak;
r. perkotaan
Sumbang;
s. perkotaan Kembaran;
t. perkotaan Karanglewas;
u. perkotaan Kebasen;
v. perkotaan Somagede;
w. perkotaan Kedungbanteng; dan
x. perkotaan
Kalibagor.
Paragraf 4
Kawasan Suaka Alam,
Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya
Pasal 29
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf d terdiri atas:
a. kebun raya; dan
b. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
(2) Kawasan kebun raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a berupa Kebun Raya Baturaden di Kecamatan Baturaden.
(3) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Kecamatan Wangon;
b. Kecamatan Banyumas;
c. Kecamatan Karanglewas;
d. Perkotaan Purwokerto; dan
e. Kecamatan
Sumbang.
Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana
Alam
Pasal 30
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 huruf e terdiri atas:
a. kawasan rawan bencana tanah longsor;
b. kawasan
rawan bencana banjir; dan
44
c. kawasan rawan bencana angin topan.
(2) Kawasan rawan bencana tanah longsor sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
1. Kecamatan Pekuncen;
2. Kecamatan Gumelar;
3. Kecamatan Lumbir;
4. Kecamatan Wangon;
5. Kecamatan Ajibarang;
6. Kecamatan Cilongok;
7. Kecamatan Purwojati;
8. Kecamatan Banyumas;
9. Kecamatan Somagede;
10. Kecamatan Kemranjen;
11. Kecamatan Kebasen;
12. Kecamatan Patikraja;
13. Kecamatan Kedungbanteng;
14. Kecamatan Sumpiuh;
15. Kecamatan Jatilawang;
16. Kecamatan Tambak; dan
17. Kecamatan Rawalo.
(3) Kawasan rawan bencana banjir sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
1. Kecamatan Sumpiuh;
2. Kecamatan Kemranjen;
3. Kecamatan Wangon;
4. Kecamatan
Jatilawang; dan
5. Kecamatan Tambak.
(4) Kawasan rawan bencana angin topan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c meliputi:
1. Kecamatan Kedungbanteng;
2. Kecamatan Karanglewas;
3. Kecamatan Baturaden; dan
4. Kecamatan
Sumbang.
Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi
Pasal 31
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 huruf f terdiri atas:
a. kawasan imbuhan air; dan
b. kawasan rawan bencana geologi.
(2) Kawasan imbuhan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. Cekungan Air Tanah Purwokerto-Purbalingga;
b. Cekungan Air Tanah Kroya; dan
c. Cekungan Air Tanah Cilacap.
(3) Kawasan rawan bencana geologi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b berupa kawasan rawan bencana alam lentusan gunung berapi di
sekitar Gunung Slamet meliputi:
a. Kecamatan Baturaden;
b. Kecamatan Sumbang;
c. Kecamatan Karanglewas;
d. Kecamatan Kedungbanteng; dan
e. Kecamatan
Cilongok.
Paragraf 7
Kawasan Lindung Lainnya
Pasal 32
(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 huruf g terdiri atas:
a. kawasan lindung plasma nutfah; dan
b. kawasan lindung yang dikelola masyarakat.
(2) Kawasan lindung plasma nutfah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a di Kecamatan Baturaden.
(3) Kawasan lindung yang dikelola masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Kecamatan Lumbir;
b. Kecamatan Wangon;
c. Kecamatan Jatilawang;
d. Kecamatan Rawalo;
e. Kecamatan Kebasen;
f. Kecamatan Kemranjen;
g. Kecamatan Sumpiuh;
h. Kecamatan Tambak;
i. Kecamatan Somagede;
j. Kecamatan Banyumas;
k. Kecamatan Patikraja;
l. Kecamatan Purwojati;
m. Kecamatan Ajibarang;
n. Kecamatan Gumelar;
o. Kecamatan Pekuncen;
p. Kecamatan Cilongok;
q. Kecamatan Karanglewas;
r. Kecamatan Kedungbanteng;
s. Kecamatan Baturaden; dan
t. Kecamatan
Sumbang.
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 33
Kawasan
budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan industri;
h. kawasan peruntukan permukiman; dan
i. kawasan
peruntukan lainnya.
Paragraf 1
Kawasan Peruntukan
Hutan Produksi
Pasal 34
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 huruf a terdiri atas:
a. kawasan hutan produksi terbatas; dan
b. kawasan hutan produksi tetap.
(2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a seluas kurang lebih 13.949 (tiga belas ribu sembilan ratus
empat puluh sembilan) hektar meliputi:
a. Kecamatan Lumbir;
b. Kecamatan Wangon;
c. Kecamatan Rawalo;
d. Kecamatan Ajibarang;
e. Kecamatan Gumelar;
f. Kecamatan Pekuncen;
g. Kecamatan
Cilongok;
h. Kecamatan Patikraja;
i. Kecamatan Baturaden;
j. Kecamatan Sumbang;
k. Kecamatan Kebasen;
l. Kecamatan Banyumas;
m. Kecamatan Somagede;
n. Kecamatan Sumpiuh;
o. Kecamatan Tambak;
p. Kecamatan Karanglewas; dan
q. Kecamatan Kedungbanteng;
(3) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b seluas kurang lebih 5.592 (lima ribu lima ratus sembilan puluh
dua) hektar meliputi:
a. Kecamatan Lumbir;
b. Kecamatan Jatilawang;
c. Kecamatan Purwojati;
d. Kecamatan Ajibarang;
e. Kecamatan Cilongok;
f. Kecamatan Patikraja;
g. Kecamatan Rawalo;
h. Kecamatan Kebasen;
i. Kecamatan Wangon; dan
j. Kecamatan
Gumelar.
Paragraf 2
Kawasan Hutan Rakyat
Pasal 35
Kawasan hutan
rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b meliputi :
a. Kecamatan Sumbang;
b. Kecamatan Baturaden;
c. Kecamatan Kedungbanteng;
d. Kecamatan Cilongok;
e. Kecamatan
Karanglewas;
f. Kecamatan Pekuncen;
g. Kecamatan Gumelar;
h. Kecamatan Ajibarang;
i. Kecamatan Lumbir;
j. Kecamatan Wangon;
k. Kecamatan Jatilawang;
l. Kecamatan Purwojati;
m. Kecamatan Rawalo;
n. Kecamatan Kebasen; dan
o. Kecamatan
Banyumas.
Paragraf 3
Kawasan Peruntukan
Pertanian
Pasal 36
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 huruf c terdiri atas:
a. kawasan peruntukan tanaman pangan;
b. kawasan peruntukan hortikultura;
c. kawasan peruntukan perkebunan; dan
d. kawasan peruntukan peternakan.
(2) Kawasan peruntukan pertanian ditetapkan sebagai Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan seluas kurang lebih 36.616 (tiga puluh enam ribu
enam ratus enam belas) hektar meliputi:
a. Kecamatan Wangon;
b. Kecamatan Jatilawang;
c. Kecamatan Rawalo;
d. Kecamatan Kebasen;
e. Kecamatan Kemranjen;
f. Kecamatan Lumbir;
g. Kecamatan
Sumpiuh;
h. Kecamatan Tambak;
i. Kecamatan Patikraja;
j. Kecamatan Ajibarang;
k. Kecamatan Gumelar;
l. Kecamatan Somagede;
m. Kecamatan Kalibagor;
n. Kecamatan Banyumas;
o. Kecamatan Purwojati;
p. Kecamatan Pekuncen;
q. Kecamatan Cilongok;
r. Kecamatan Karanglewas;
s. Kecamatan Kedungbanteng;
t. Kecamatan Baturaden;
u. Kecamatan Sumbang;
v. Kecamatan Kembaran; dan
w. Kecamatan
Sokaraja.
Pasal 37
(1) Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. pertanian lahan basah; dan
b. pertanian lahan kering.
(2) Pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a seluas kurang lebih 32.310 (tiga puluh dua ribu tiga ratus sepuluh)
hektar meliputi:
a. Kecamatan Kemranjen;
b. Kecamatan Sumpiuh;
c. Kecamatan Tambak;
d. Kecamatan Kebasen;
e. Kecamatan Rawalo;
f. Kecamatan Jatilawang;
g. Kecamatan Purwojati;
h. Kecamatan Ajibarang;
i. Kecamatan
Cilongok;
j. Kecamatan Kembaran;
k. Kecamatan Sokaraja;
l. Kecamatan Patikraja; dan
m. Kecamatan Wangon.
(3) Pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b seluas kurang lebih 13.623 (tiga belas ribu enam ratus dua puluh tiga)
hektar meliputi:
a. Kecamatan Kalibagor;
b. Kecamatan Baturaden;
c. Kecamatan Pekuncen;
d. Kecamatan Ajibarang;
e. Kecamatan Gumelar;
f. Kecamatan Lumbir;
g. Kecamatan Kemranjen;
h. Kecamatan Rawalo;
i. Kecamatan Cilongok;
j. Kecamatan Purwojati;
k. Kecamatan Kedungbanteng;
l. Kecamatan Karanglewas; dan
m. Kecamatan
Tambak.
Pasal 38
Kawasan peruntukan
hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b dikembangkan
secara terpadu dengan memanfaatkan lahan kering potensial tanaman hortikultura
tersebar di wilayah Kabupaten.
Pasal 39
Kawasan
peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c
meliputi:
a. Kecamatan Kemranjen;
b. Kecamatan Sumpiuh;
c. Kecamatan Tambak;
d. Kecamatan Sokaraja;
e. Kecamatan Kembaran;
f. Kecamatan
Sumbang;
g. Kecamatan Baturaden;
h. Kecamatan Rawalo;
i. Kecamatan Purwojati;
j. Kecamatan Jatilawang; dan
k. Kecamatan
Wangon.
Pasal 40
(1) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (1) huruf d terdiri atas:
a. ternak besar;
b. ternak kecil;
c. unggas; dan
d. aneka ternak.
(2) Ternak besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. ternak sapi potong dan sapi perah;
b. ternak kerbau; dan
c. ternak kuda.
(3) Ternak kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. ternak kambing dan domba; dan
b. ternak babi.
(4) Ternak unggas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
meliputi:
a. ternak ayam ras;
b. ternak ayam bukan ras; dan
c. ternak itik.
(5) Aneka ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi:
a. ternak puyuh; dan
b. ternak kelinci.
(6) Ternak sapi potong dan sapi perah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. Kecamatan Wangon;
b. Kecamatan Jatilawang;
c. Kecamatan Rawalo;
d. Kecamatan
Kebasen;
e. Kecamatan Kemranjen;
f. Kecamatan Lumbir;
g. Kecamatan Sumpiuh;
h. Kecamatan Tambak;
i. Kecamatan Patikraja;
j. Kecamatan Ajibarang;
k. Kecamatan Gumelar;
l. Kecamatan Somagede;
m. Kecamatan Kalibagor;
n. Kecamatan Banyumas;
o. Kecamatan Purwojati;
p. Kecamatan Pekuncen;
q. Kecamatan Cilongok;
r. Kecamatan Karanglewas;
s. Kecamatan Kedungbanteng;
t. Kecamatan Baturaden;
u. Kecamatan Sumbang;
v. Kecamatan Kembaran; dan
w. Kecamatan Sokaraja.
(7) Ternak kerbau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
meliputi:
a. Kecamatan Lumbir;
b. Kecamatan Sumpiuh;
c. Kecamatan Pekuncen;
d. Kecamatan Cilongok;
e. Kecamatan Karanglewas;
f. Kecamatan Kedungbanteng; dan
g. Kecamatan Sumbang.
(8) Ternak kuda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
meliputi:
a. Kecamatan Kemranjen;
b. Kecamatan Tambak;
c. Kecamatan Kalibagor;
d. Kecamatan
Banyumas; dan
e. Kecamatan Karanglewas.
(9) Ternak kambing dan domba sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a meliputi:
a. Kecamatan Lumbir;
b. Kecamatan Wangon;
c. Kecamatan Jatilawang;
d. Kecamatan Rawalo;
e. Kecamatan Kebasen;
f. Kecamatan Tambak;
g. Kecamatan Sumpiuh;
h. Kecamatan Kemranjen;
i. Kecamatan Somagede;
j. Kecamatan Kalibagor;
k. Kecamatan Banyumas;
l. Kecamatan Patikraja;
m. Kecamatan Purwojati;
n. Kecamatan Ajibarang;
o. Kecamatan Gumelar;
p. Kecamatan Pekuncen;
q. Kecamatan Karanglewas;
r. Kecamatan Kedungbanteng;
s. Kecamatan Baturaden;
t. Kecamatan Sumbang;
u. Kecamatan Kembaran;
v. Kecamatan Sokaraja; dan
w. Kecamatan Cilongok.
(10) Ternak babi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
di Kecamatan Wangon.
(11) Ternak ayam ras sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf
a meliputi:
a. Kecamatan Jatilawang;
b. Kecamatan Rawalo;
c. Kecamatan
Patikraja;
d. Kecamatan Purwojati;
e. Kecamatan Ajibarang;
f. Kecamatan Wangon;
g. Kecamatan Kebasen;
h. Kecamatan Kemranjen;
i. Kecamatan Sumpiuh;
j. Kecamatan Tambak;
k. Kecamatan Somagede;
l. Kecamatan Kalibagor;
m. Kecamatan Sokaraja;
n. Kecamatan Gumelar;
o. Kecamatan Pekuncen;
p. Kecamatan Cilongok;
q. Kecamatan Karanglewas;
r. Kecamatan Kedungbanteng;
s. Kecamatan Kembaran; dan
t. Kecamatan Sumbang.
(12) Ternak ayam bukan ras sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf b meliputi:
a. Kecamatan Lumbir;
b. Kecamatan Wangon;
c. Kecamatan Jatilawang;
d. Kecamatan Rawalo;
e. Kecamatan Kebasen;
f. Kecamatan Kemranjen;
g. Kecamatan Sumpiuh;
h. Kecamatan Tambak;
i. Kecamatan Somagede;
j. Kecamatan Kalibagor;
k. Kecamatan Banyumas;
l. Kecamatan Patikraja;
m. Kecamatan Purwojati;
n. Kecamatan
Ajibarang;
o. Kecamatan Gumelar;
p. Kecamatan Pekuncen;
q. Kecamatan Cilongok;
r. Kecamatan Karanglewas;
s. Kecamatan Kedungbanteng;
t. Kecamatan Baturaden;
u. Kecamatan Sumbang;
v. Kecamatan Kembaran; dan
w. Kecamatan Sokaraja.
(13) Ternak itik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c
meliputi:
a. Kecamatan Wangon;
b. Kecamatan Jatilawang;
c. Kecamatan Kebasen;
d. Kecamatan Tambak;
e. Kecamatan Sumpiuh;
f. Kecamatan Kemranjen;
g. Kecamatan Banyumas;
h. Kecamatan Kembaran; dan
i. Kecamatan Rawalo.
(14) Ternak puyuh sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a
meliputi:
a. Kecamatan Sumpiuh;
b. Kecamatan Tambak;
c. Kecamatan Kedungbanteng;
d. Kecamatan Baturaden; dan
e. Kecamatan Sumbang.
(15) Ternak kelinci sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf
b meliputi:
a. Kecamatan Wangon;
b. Kecamatan Kebasen;
c. Kecamatan Tambak;
d. Kecamatan Pekuncen;
e. Kecamatan Cilongok; dan
a. Kecamatan
Kembaran.
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan
Perikanan
Pasal 41
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 huruf d terdiri atas:
a. budidaya perikanan;
b. pengolahan ikan; dan
c. pemasaran hasil perikanan.
(2) Budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a seluas kurang lebih 432 (empat ratus tiga puluh dua) hektar dengan
komoditas unggulan berupa Ikan Gurame dan Ikan Lele meliputi:
a. Kecamatan Baturaden;
b. Kecamatan Kedungbanteng;
c. Kecamatan Karanglewas;
d. Kecamatan Cilongok;
e. Kecamatan Sumbang;
f. Kecamatan Kembaran;
g. Kecamatan Kemranjen;
h. Kecamatan Somagede;
i. Kecamatan Rawalo;
j. Kecamatan Sokaraja;
k. Kecamatan Kebasen;
l. Kecamatan Banyumas; dan
m. Kecamatan Patikraja.
(3) Pengolahan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. Kecamatan Jatilawang;
b. Kecamatan Sumpiuh;
c. Kecamatan Tambak;
d. Kecamatan Purwokerto Utara;
e. Kecamatan Purwokerto Timur;
f. Kecamatan
Purwokerto Barat; dan
g. Kecamatan Purwokerto Selatan.
(4) Pemasaran
hasil perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa pemasaran
hasil perikanan di seluruh wilayah Kabupaten.
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan
Pertambangan
Pasal 42
Kawasan peruntukan
pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf e terdiri atas:
a. kawasan pertambangan mineral; dan
b. kawasan
pertambangan panas bumi.
Pasal 43
(1) Kawasan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 huruf a terdiri atas:
a. kawasan pertambangan mineral logam;
b. kawasan pertambangan mineral bukan logam; dan
c. kawasan pertambangan mineral batuan.
(2) Kawasan pertambangan mineral logam sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. Kecamatan Lumbir;
b. Kecamatan Gumelar;
c. Kecamatan Pekuncen;
d. Kecamatan Ajibarang;
e. Kecamatan Wangon;
f. Kecamatan Cilongok;
g. Kecamatan Purwojati;
h. Kecamatan Karanglewas;
i. Kecamatan Patikraja;
j. Kecamatan Banyumas;
k. Kecamatan Rawalo;
l. Kecamatan
Kebasen;
m. Kecamatan Somagede;
n. Kecamatan Kemranjen;
o. Kecamatan Sumpiuh;
p. Kecamatan Jatilawang;
q. Kecamatan Kalibagor;
r. Kecamatan Baturaden;
s. Kecamatan Kedungbanteng; dan
t. Kecamatan Tambak.
(3) Kawasan pertambangan mineral bukan logam dan batuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan c meliputi:
a. Kecamatan Lumbir;
b. Kecamatan Gumelar;
c. Kecamatan Pekuncen;
d. Kecamatan Ajibarang;
e. Kecamatan Wangon;
f. Kecamatan Cilongok;
g. Kecamatan Karanglewas;
h. Kecamatan Kedungbanteng;
i. Kecamatan Baturaden;
j. Kecamatan Sumbang;
k. Kecamatan Kembaran;
l. Kecamatan Jatilawang;
m. Kecamatan Purwojati;
n. Kecamatan Rawalo;
o. Kecamatan Patikraja;
p. Kecamatan Kebasen;
q. Kecamatan Sokaraja;
r. Kecamatan Kalibagor;
s. Kecamatan Banyumas;
t. Kecamatan Somagede;
u. Kecamatan Kemranjen;
v. Kecamatan
Sumpiuh; dan
w. Kecamatan Tambak.
(4) Kawasan
pertambangan mineral ditetapkan dalam Wilayah Pertambangan oleh pemerintah
setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
Pasal 44
(1) Kawasan pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 huruf b direncanakan pada wilayah kerja pertambangan panas bumi.
(2) Wilayah kerja pertambangan panas bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) seluas kurang lebih 15.490 (lima belas ribu empat ratus
sembilan puluh) hektar meliputi:
a. Kecamatan Sumbang;
b. Kecamatan Baturaden;
c. Kecamatan Karanglewas;
d. Kecamatan Kedungbanteng;
e. Kecamatan Cilongok; dan
f. Kecamatan
Pekuncen.
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan
Pariwisata
Pasal 45
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 huruf f terdiri atas:
a. kawasan wisata alam;
b. kawasan wisata buatan; dan
c. kawasan wisata budaya.
(2) Kawasan wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. Lokawisata Baturraden di Kecamatan Baturaden;
b. Wana Wisata dan Bumi Perkemahan Baturraden di Kecamatan
Baturaden;
c. Curug Cipendok di Kecamatan Cilongok;
d. Curug Gede di Kecamatan Baturaden;
e. Telaga Sunyi di Kecamatan Baturaden;
f. Curug
Ceheng di Kecamatan Sumbang;
g. Situ Pernasidi di Kecamatan Cilongok;
h. Curug Gumawang di Kecamatan Kemranjen;
i. Desa Wisata Desa Ketenger di Kecamatan Baturaden;
j. Gua Gong Kali Salak di Kecamatan Kebasen;
k. Curug Penganten di Desa Cirahab Kecamatan Lumbir;
l. Curug Dadap di Desa Sunyalangu Kecamatan Karanglewas; dan
m. Curug Gomblang di Desa Windujaya Kecamatan Kedungbanteng.
(3) Kawasan wisata buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. Wisata Sungai Serayu River Voyage meliputi:
1. Kecamatan Rawalo;
2. Kecamatan Kebasen;
3. Kecamatan Patikraja;
4. Kecamatan Kalibagor; dan
5. Kecamatan Banyumas.
b. Wisata Buatan Kali Logawa dan Kali Mengaji di Kecamatan
Karanglewas;
c. Taman Rekreasi Kota Andhang Pangrenan di Perkotaan
Purwokerto;
d. Wisata Husada Kalibacin di Kecamatan Patikraja;
e. Monumen Pangsar Jendral Sudirman di Kecamatan Karanglewas;
f. Museum BRI di Kecamatan Purwokerto Barat;
g. Taman Hutan Raya di Kecamatan Pekuncen; dan
h. Wisata belanja dan kuliner dikembangkan sebagai lokasi
wisata yang menjajakan makanan dan buah tangan khas Banyumas meliputi:
1. Desa Sokaraja Kulon di Kecamatan Sokaraja;
2. Desa Sokaraja Tengah di Kecamatan Sokaraja; dan
3. Kelurahan Kedungwuluh di Kecamatan Purwokerto Barat.
(4) Kawasan wisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi:
a. Wisata Kota Lama Banyumas di Kecamatan Banyumas;
b. Masjid Saka Tunggal di Kecamatan Wangon;
c. Wisata Religi Syekh Maqdum Ali di Desa Pasir Kulon
Kecamatan Karanglewas;
d. Museum Wayang Sendangmas Banyumas di Kecamatan Banyumas;
e. Makam
Bupati Desa Dawuhan di Kecamatan Banyumas;
f. Wisata Religi Gunung Mahameru di Desa Watuagung Kecamatan
Tambak;
g. Desa tradisional di Desa Plana Kecamatan Somagede;
h. Wisata budaya di Desa Gerduren Kecamatan Purwojati;
i. Wisata budaya Goa Maria di Desa Kaliori Kecamatan
Kalibagor;
j. Situs Bonokeling di Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang;
k. Wisata budaya Gunung Putri di Desa Kalitapen Kecamatan
Purwojati; dan
l. Wisata budaya Singadipa di Desa Rancamaya Kecamatan
Cilongok.
(5) Rencana pengembangan kawasan peruntukan pariwisata
berdasarkan kesamaan karakteristik meliputi:
a. kawasan ODTW I meliputi wisata alam dan agrowisata dengan
orientasi pengembangan di Lokawisata Baturraden meliputi:
1. Kecamatan Baturaden; dan
2. Kecamatan Sumbang.
b. kawasan ODTW II meliputi wisata alam dan agrowisata dengan
orientasi pengembangan di Curug Cipendok meliputi:
1. Kecamatan Karanglewas;
2. Kecamatan Kedungbanteng;
3. Kecamatan Cilongok; dan
4. Kecamatan Pekuncen.
c. kawasan ODTW III meliputi wisata ritual, budaya, teknologi
budaya, dan minat khusus dengan orientasi pengembangan di Masjid Saka Tunggal
Kecamatan Wangon meliputi:
1. Kecamatan Gumelar;
2. Kecamatan Ajibarang;
3. Kecamatan Lumbir;
4. Kecamatan Wangon;
5. Kecamatan Jatilawang; dan
6. Kecamatan Purwojati.
d. kawasan ODTW IV meliputi wisata kota kuliner dan buatan
dengan orientasi pengembangan di Perkotaan Purwokerto meliputi:
1. Perkotaan Purwokerto;
2. Kecamatan
Kembaran;
3. Kecamatan Sokaraja; dan
4. Kecamatan Kalibagor.
e. kawasan ODTW V meliputi wisata air, budaya, seni, dan
sejarah dengan orientasi pengembangan di Kota Lama dan Serayu River Voyage Kecamatan
Banyumas meliputi:
1. Kecamatan Rawalo;
2. Kecamatan Kebasen;
3. Kecamatan Patikraja;
4. Kecamatan Banyumas; dan
5. Kecamatan Somagede.
f. kawasan ODTW VI meliputi wisata agrowisata, rawa, kuliner,
dan ritual dengan orientasi pengembangan di Depresi Continental Kecamatan
Sumpiuh meliputi:
1. Kecamatan Kemranjen;
2. Kecamatan Sumpiuh; dan
3. Kecamatan
Tambak.
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan
Industri
Pasal 46
Kawasan
peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf g terdiri atas:
a. industri besar;
b. industri menengah; dan
c. industri
kecil dan mikro.
Pasal 47
(1) Industri besar dan menengah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 huruf a dan huruf b seluas kurang lebih 580 (lima ratus delapan puluh)
hektar meliputi:
a. Kecamatan Kemranjen;
b. Kecamatan
Sokaraja;
c. Kecamatan Wangon; dan
d. Kecamatan Ajibarang.
(2) Industri besar dan menengah dapat dikembangkan di luar
kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kriteria industri yang
menggunakan bahan baku lokal dan tidak menghasilkan limbah yang berkategori
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), meliputi:
a. Kecamatan Lumbir;
b. Kecamatan Gumelar;
c. Kecamatan Pekuncen;
d. Kecamatan Cilongok;
e. Kecamatan Karanglewas;
f. Kecamatan Kedungbanteng;
g. Kecamatan Baturaden;
h. Kecamatan Sumbang;
i. Kecamatan Kembaran;
j. Kecamatan Jatilawang;
k. Kecamatan Purwojati;
l. Kecamatan Rawalo;
m. Kecamatan Patikraja;
n. Kecamatan Tambak;
o. Kecamatan Kebasen;
p. Kecamatan Kalibagor;
q. Kecamatan Banyumas;
r. Kecamatan Somagede;
s. Kecamatan Sumpiuh;
t. Kecamatan
Purwokerto Utara;
u. Kecamatan Purwokerto Timur;
v. Kecamatan Purwokerto Selatan;dan
w. Kecamatan Purwokerto Barat.
(3) Industri kecil dan mikro sebagaimana dimaksud dalam Pasal
46 huruf c di setiap kecamatan.
(4) Industri
dapat dilaksanakan di wilayah perkotaan dengan syarat tidak menghasilkan limbah
yang berkategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan
Permukiman
Pasal 48
Kawasan
peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf h terdiri atas:
a. kawasan perkotaan; dan
b. kawasan
perdesaan.
Pasal 49
(1) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
huruf a, memiliki fungsi utama berupa pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, perdagangan, dan jasa maupun permukiman dengan
ciri perkotaan.
(2) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. perkotaan Purwokerto;
b. perkotaan Banyumas;
c. perkotaan Ajibarang;
d. perkotaan Sokaraja;
e. perkotaan Wangon;
f. perkotaan Jatilawang;
g. perkotaan
Sumpiuh;
h. perkotaan Patikraja;
i. perkotaan Baturaden;
j. perkotaan Cilongok;
k. perkotaan Lumbir;
l. perkotaan Gumelar;
m. perkotaan Pekuncen;
n. perkotaan Purwojati;
o. perkotaan Rawalo;
p. perkotaan Kemranjen;
q. perkotaan Tambak;
r. perkotaan Sumbang;
s. perkotaan Kembaran;
t. perkotaan Karanglewas;
u. perkotaan Kebasen;
v. perkotaan Somagede;
w. perkotaan Kedungbanteng; dan
x. perkotaan Kalibagor.
(3) Rencana pengembangan kawasan perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. melengkapi kawasan yang tumbuh menjadi kawasan perkotaan
baru dengan sarana dan prasarana yang memadai;
b. melengkapi kawasan perkotaan dengan RTH dan/atau taman
kota sesuai perundang-undangan; dan
c. pengaturan
izin lokasi untuk pengembang perumahan diarahkan ke kawasan yang mulai tumbuh
dengan penanganan yang agregatif.
(4) Kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
huruf b memiliki fungsi utama pertanian dengan karakteristik kegiatan yang
sentralistik, tradisi dan budaya yang kental berciri pedesaan, meliputi kawasan
yang termasuk dalam PPL.
(5) Kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
terletak diluar kawasan perkotaan meliputi:
a. Kecamatan Lumbir;
b. Kecamatan Wangon;
c. Kecamatan Jatilawang;
d. Kecamatan Rawalo;
e. Kecamatan Kebasen;
f. Kecamatan Kemranjen;
g. Kecamatan Sumpiuh;
h. Kecamatan Tambak;
i. Kecamatan Somagede;
j. Kecamatan Kalibagor;
k. Kecamatan Banyumas;
l. Kecamatan Patikraja;
m. Kecamatan Purwojati;
n. Kecamatan Ajibarang;
o. Kecamatan Gumelar;
p. Kecamatan Pekuncen;
q. Kecamatan Cilongok;
r. Kecamatan Karanglewas;
s. Kecamatan Kedungbanteng;
t. Kecamatan Baturaden;
u. Kecamatan Sumbang;
v. Kecamatan Kembaran; dan
w. Kecamatan
Sokaraja.
68
(6) Rencana
pengembangan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi :
a.
pengembangan kawasan permukiman diarahkan menyebar terutama pada simpul
kegiatan (nodes);
b. membuka
hubungan pusat kegiatan dengan kantong permukiman perdesaan; dan
c. menciptakan
pola permukiman yang mampu menampung kegiatan pengolahan pertanian berupa
kerajinan, industri kecil, dan pariwisata.
Paragraf 9
Kawasan Peruntukan
Lainnya
Pasal 50
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 huruf i berupa kawasan pertahanan dan keamanan negara.
(2) Kawasan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. Instalasi Militer meliputi:
1. Korem 071 Wijayakusuma di Kecamatan Sokaraja;
2. Kodim 0701/Banyumas di Kecamatan Purwokerto Barat; dan
3. Yonif 405 Suryakusuma di Kecamatan Wangon.
b. Instalasi
Militer Kodim 0701/Banyumas meliputi:
1. Koramil 01 Kecamatan Purwokerto Utara;
2. Koramil 02 Kecamatan Baturaden;
3. Koramil 03 Kecamatan Patikraja;
4. Koramil 04 Kecamatan Sokaraja;
5. Koramil 05 Kecamatan Sumbang;
6. Koramil 06 Kecamatan Kembaran;
7. Koramil 07 Kecamatan Banyumas;
8. Koramil 08 Kecamatan Kalibagor;
9. Koramil 09 Kecamatan Somagede;
10. Koramil 10
Kecamatan Sumpiuh;
11. Koramil 11 Kecamatan Kemranjen;
12. Koramil 12 Kecamatan Tambak;
13. Koramil 13 Kecamatan Ajibarang;
14. Koramil 14 Kecamatan Gumelar;
15. Koramil 15 Kecamatan Pekuncen;
16. Koramil 16 Kecamatan Rawalo;
17. Koramil 17 Kecamatan Kebasen;
18. Koramil 18 Kecamatan Purwojati;
19. Koramil 19 Kecamatan Wangon;
20. Koramil 20 Kecamatan Lumbir;
21. Koramil 21 Kecamatan Jatilawang;
22. Koramil 22 Kecamatan Karanglewas;
23. Koramil 23 Kecamatan Cilongok;
24. Koramil 24 Kecamatan Kedungbanteng; dan
25. Koramil 25
Kecamatan Purwokerto Selatan.
c. Kantor Polisi Resor (Polres) di Kecamatan Purwokerto
Utara; dan
d. Kantor
Polisi Sektor (Polsek) di seluruh kecamatan.
BAB VI
PENETAPAN KAWASAN
STRATEGIS
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 51
(1) Kawasan strategis Kabupaten terdiri atas:
a. kawasan strategis provinsi di wilayah Kabupaten; dan
b. kawasan strategis Kabupaten.
(2) Rencana
kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1: 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
70 Bagian Kedua
Kawasan Strategis
Provinsi Di Wilayah Kabupaten
Pasal 52
Kawasan
strategis provinsi di wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan
sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi; dan
c. kawasan
strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Paragraf 1
Kawasan
Strategis Dari Sudut Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi
Pasal 53
Kawasan
strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 huruf a berupa kawasan perdagangan dan jasa pada kawasan Perkotaan
Purwokerto dan sekitarnya.
Paragraf 2
Kawasan
Strategis Dari Sudut Kepentingan Pendayagunaan Sumberdaya Alam Dan/Atau
Teknologi Tinggi
Pasal 54
Kawasan
strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau
teknologi tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf b berupa Kawasan
Panas Bumi Baturaden. 71
Paragraf 3
Kawasan
Strategis Dari Sudut Kepentingan Fungsi Dan Daya Dukung Lingkungan Hidup
Pasal 55
Kawasan
strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf c meliputi:
a. Kawasan Kebun Raya Baturaden; dan
b. Kawasan
Gunung Slamet.
Bagian Ketiga
Kawasan Strategis
Kabupaten
Pasal 56
Kawasan
strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf b
terdiri atas:
a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi;
b. kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan
budaya;
c. kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan
sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi; dan
d. kawasan
strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Paragraf 1
Kawasan Strategis Dari
Sudut Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi
Pasal 57
(1) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf a meliputi:
a. kawasan Perkotaan Purwokerto;
b. kawasan agropolitan;
c. kawasan minapolitan; dan
d. kawasan
perbatasan.
(2) Kawasan Perkotaan Purwokerto sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 huruf a meliputi :
a. Kecamatan Purwokerto Utara;
b. Kecamatan Purwokerto Timur;
c. Kecamatan Purwokerto Selatan;
d. Kecamatan Purwokerto Barat;
e. sebagian Kecamatan Sumbang;
f. sebagian Kecamatan Baturaden;
g. sebagian Kecamatan Kedungbanteng;
h. sebagian Kecamatan Kembaran;
i. sebagian Kecamatan Karanglewas;
j. sebagian Kecamatan Sokaraja; dan
k. sebagian Kecamatan Patikraja.
(3) Kawasan agropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. Kecamatan Cilongok;
b. Kecamatan Ajibarang;
c. Kecamatan Jatilawang; dan
d. Kecamatan Wangon.
(4) Komoditas unggulan yang diprioritaskan untuk dikembangkan
di kawasan agropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. padi sawah, kacang panjang, gula kelapa, ayam kampung,
ayam pedaging, dan ikan gurami di Kecamatan Cilongok;
b. jamur, durian, gula kelapa, sapi potong, ikan tawes,
karper, nilam, dan nila di Kecamatan Ajibarang;
c. padi, alpokat, sawo, jambu biji, kelapa dalam, kambing,
domba, ayam kampung, ikan tawes, karper, dan nila di Kecamatan Jatilawang; dan
d. jamur, semangka, sawo, rambutan, jambu biji, gula kelapa,
sapi potong, ikan tawes, karper, dan nila di Kecamatan Wangon.
(5) Kawasan minapolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi:
a. Kecamatan
Kedungbanteng;
b. Kecamatan Sumpiuh;
c. Kecamatan Ajibarang; dan
d. Kecamatan Sokaraja.
e. Kecamatan Karanglewas;
f. Kecamatan Baturaden;
g. Kecamatan Kembaran;
h. Kecamatan Sumbang;
i. Kecamatan Kemranjen; dan
j. Kecamatan Cilongok.
(6) Kawasan perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d meliputi :
a. Kecamatan Wangon;
b. Kecamatan Sokaraja;
c. Kecamatan Sumbang;
d. Kecamatan Somagede;
e. Kecamatan Kemranjen;
f. Kecamatan Lumbir;
g. Kecamatan Gumelar;
h. Kecamatan Pekuncen; dan
i. Kecamatan
Tambak.
Paragraf 2
Kawasan Strategis Dari
Sudut Kepentingan Sosial Dan Budaya
Pasal 58
Kawasan
strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 huruf b meliputi:
a. kawasan
Kota Lama Banyumas;
b. kawasan Masjid Saka Tunggal di Desa Cikakak, Kecamatan
Wangon;
c. kawasan Desa Tradisional di Desa Plana, Kecamatan
Somagede; dan
d. kawasan
Budaya Tradisional Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang.
Paragraf 3
Kawasan
Strategis Dari Sudut Kepentingan Pendayagunaan Sumberdaya Alam Dan/Atau
Teknologi Tinggi
Pasal 59
Kawasan
strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau
teknologi tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf c berupa Kawasan
Pariwisata Baturaden.
Paragraf 4
Kawasan
Strategis Dari Sudut Kepentingan Fungsi Dan Daya Dukung Lingkungan Hidup
Pasal 60
Kawasan
strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf d berupa Kawasan Gunung Slamet
meliputi :
a. Kecamatan Sumbang;
b. Kecamatan Baturaden;
c. Kecamatan Kedungbanteng;
d. Kecamatan Cilongok; dan
e. Kecamatan
Pekuncen.
BAB VII
ARAHAN PEMANFAATAN
RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 61
(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten merupakan
perwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam indikasi program utama
penataan dan/atau pengembangan wilayah Kabupaten dalam jangka waktu perencanaan
5 (lima) tahunan sampai akhir tahun perencanaan.
(2) Indikasi
program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. indikasi program perwujudan rencana struktur ruang;
b. indikasi program perwujudan rencana pola ruang; dan
c. indikasi
program perwujudan kawasan strategis.
Bagian Kedua
Perwujudan Rencana Struktur
Ruang
Pasal 62
(1) Indikasi
program perwujudan rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61
ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. pengembangan pusat kegiatan; dan
b.
pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah.
(2) Pengembangan pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. pengembangan PKW;
b. pengembangan PKL;
c. pengembangan PPK; dan
d. pengembangan PPL.
(3) Pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. sistem jaringan prasarana utama; dan
b. sistem
jaringan prasarana lainnya.
(4) Pengembangan sistem jaringan prasarana utama sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
a. pengembangan sistem jaringan transportasi darat; dan
b. pengembangan sistem jaringan transportasi perkeretaapian.
(5) Pengembangan sistem jaringan prasarana lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi:
a. pengembangan sistem jaringan prasarana energi;
b. pengembangan sistem jaringan telekomunikasi;
c. pengembangan sistem jaringan sumberdaya air; dan
d.
pengembangan jaringan prasarana wilayah lainnya.
Pasal 63
(1) Pengembangan PKW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat
(2) huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan fasilitas pendidikan tinggi;
b. pengoptimalan rumah sakit kelas B pendidikan;
c. pengoptimalan fungsi perbankan;
d. pengembangan kawasan wisata buatan dan wisata budaya;
e. pengembangan fasilitas perdagangan berskala regional; dan
f. peningkatan pelayanan jasa pemerintahan.
(2) Pengembangan PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat
(2) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan fasilitas pendidikan;
b. peningkatan pelayanan jasa pemerintahan;
c. pengembangan pusat perbelanjaan skala kabupaten;
d. pengoptimalan rumah sakit kelas B pendidikan;
e. peningkatan puskesmas rawat inap menjadi rumah sakit kelas
C; dan
f. peningkatan rumah sakit kelas C menjadi kelas B.
(3) Pengembangan PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat
(2) huruf c diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan fasilitas pendidikan;
b. peningkatan pelayanan jasa pemerintahan skala kecamatan;
c.
pengembangan pusat perbelanjaan skala kecamatan; dan
d. pengembangan puskesmas rawat inap.
(4) Pengembangan PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat
(2) huruf d diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pengembangan fasilitas pendidikan;
b. peningkatan pelayanan jasa pemerintahan desa;
c. pengembangan pasar desa; dan
d.
pengembangan puskesmas pembantu.
Pasal 64
(1)
Pengembangan sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 62 ayat (4) huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. peningkatan
jalan arteri primer yang berstatus jalan nasional meliputi:
1. jalan
penghubung Karangpucung – Wangon;
2. jalan
penghubung Rawalo – Sampang;
3. jalan
penghubung Sampang – Buntu;
4. jalan
penghubung Wangon – Batas Banyumas Tengah;
5. jalan
penghubung Purwokerto – Patikraja; dan
6. jalan
penghubung Patikraja – Rawalo.
b. peningkatan
jalan kolektor primer yang berstatus jalan nasional meliputi:
1. jalan
penghubung Wangon – Menganti;
2. jalan
penghubung Menganti – Rawalo;
3. jalan penghubung
Buntu – Banyumas;
4. jalan
penghubung Banyumas – Batas Banyumas utara;
5. jalan
penghubung Batas Banyumas Tengah – Klampok;
6. jalan
penghubung Batas Kabupaten Tegal – Ajibarang;
7. jalan
penghubung Ajibarang – Wangon;
8. jalan
penghubung Ajibarang – Batas Perkotaan Purwokerto;
9. jalan
penghubung Batas Perkotaan Purwokerto – Sokaraja;
10. jalan
penghubung Sokaraja – Kaliori;
11. jalan
penghubung Kaliori – Banyumas;
12. Jalan
Pattimura;
13. Jalan Yos
Sudarso;
14. Jalan
Sudirman;
15. Jalan
Gerilya; dan
16. Jalan
Veteran.
c.
pengembangan jalan kolektor primer dan/atau jalan strategis provinsi yang
berstatus jalan provinsi meliputi:
1. jalan
penghubung Purwokerto – Baturaden;
2. jalan
penghubung Sokaraja – Purbalingga;
3. jalan
penghubung Kaliori – Patikraja;
4. jalan
penghubung Menganti – Kesugihan;
5. Jalan Dr.
Gumbreg;
6. Jalan Raden
Patah;
7. Jalan Sunan
Bonang; dan
8. Jalan Sunan
Ampel.
d. peningkatan dan pengembangan jalan berstatus jalan
kabupaten meliputi:
1. pengembangan jalan lingkar utara dan jalan lingkar selatan
Sokaraja;
2. peningkatan jalur jalan lingkar Tambak – Sumpiuh;
3. pengembangan jalan Pegalongan – Gunung Tugel – Purwokerto
Selatan;
4. pengembangan ruas jalan Sokaraja – Kalibagor – Bandara
Wirasaba Kabupaten Purbalingga dan jembatan penghubung di Desa Petir Kecamatan
Kalibagor;
5. peningkatan jalan penghubung jalan Jenderal Sudirman –
jalan Gerilya;
6. peningkatan akses jalan menuju kawasan pengembangan
pertambangan Panas Bumi Baturaden; dan
7.
pengembangan jalan Dukuhwaluh – Kembaran – Sumbang – Purbalingga.
79
e. pengembangan terminal penumpang Tipe A di Perkotaan
Purwokerto;
f. pengembangan terminal penumpang Tipe B di Kecamatan
Ajibarang dan Kecamatan Wangon;
g.
pengembangan terminal penumpang Tipe C meliputi:
1. Kecamatan Sokaraja;
2. Kecamatan Patikraja;
3. Kecamatan Karanglewas;
4. Kecamatan Purwojati; dan
5. Kecamatan
Banyumas.
h. penyediaan
terminal barang meliputi:
1. Kecamatan Patikraja;
2. Kecamatan Ajibarang;
3. Kecamatan Wangon; dan
4. Kecamatan
Kemranjen;
i. penyediaan terminal barang terintegrasi dengan stasiun
Notog di Kecamatan Patikraja;
j. penyediaan angkutan umum;
k. pengembangan dermaga penyeberangan Wisata Sungai Serayu River
Voyage; dan
l. pengembangan
sarana penyeberangan Wisata Sungai Serayu River Voyage.
(2)
Pengembangan sistem jaringan transportasi perkeretaapian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62 ayat (4) huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pembukaan
jalur kereta api komuter Purwokerto – Slawi;
b. pembukaan
jalur kereta api komuter Purwokerto – Kutoarjo;
c.
pengembangan jalur ganda kereta api Cirebon – Kroya;
d.
pengembangan jalur ganda kereta api Kroya – Kutoarjo; dan
e. peningkatan
stasiun kereta api eksisting di wilayah kabupaten.
80 Pasal 65
Pengembangan
sistem jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (5)
huruf a diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pemeliharaan jaringan pipa minyak dan gas bumi
Maos-Jogyakarta melalui:
1. Kecamatan Kebasen;
2. Kecamatan Kemranjen;
3. Kecamatan Sumpiuh; dan
4. Kecamatan Tambak.
b. pengembangan jaringan transmisi dan distribusi di seluruh
Kabupaten;
c. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
meliputi:
1. Kecamatan Baturaden;
2. Kecamatan Cilongok;
3. Kecamatan Pekuncen; dan
4. Kecamatan Karanglewas.
d. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di wilayah
yang tidak terjangkau oleh sambungan jaringan listrik meliputi:
1. Kecamatan Kebasen;
2. Kecamatan Cilongok;
3. Kecamatan Pekuncen; dan
4. Kecamatan Sumpiuh.
e. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
meliputi:
1. Kecamatan Cilongok;
2. Kecamatan Karanglewas;
3. Kecamatan Kebasen;
4. Kecamatan Kedungbanteng;
5. Kecamatan Baturaden; dan
6. Kecamatan Pekuncen.
f. pemeliharaan gardu induk meliputi:
1. Kecamatan Rawalo; dan
2. Kecamatan
Purwokerto Selatan.
Pasal 66
Pengembangan
sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (5)
huruf b diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penyediaan fasilitas pelayanan dan perluasan jangkauan
telekomunikasi di seluruh wilayah Kabupaten;
b. penyediaan dan pengendalian menara telekomunikasi bersama;
dan
c. penyediaan
fasilitas internet di seluruh wilayah Kabupaten.
Pasal 67
Pengembangan sistem
jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (5) huruf c
diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pembangunan
tebing pengaman di wilayah sungai Serayu – Bogowonto;
b. normalisasi
sungai di wilayah sungai Serayu – Bogowonto;
c. pembuatan
embung meliputi:
1. Kecamatan
Kemranjen;
2. Kecamatan
Kalibagor; dan
3. Kecamatan
Wangon.
d. konversi
lahan tidak produktif;
e. konservasi
situ meliputi:
1. Situ
Pernasidi di Kecamatan Cilongok;
2. Situ Bamban
di Kecamatan Jatilawang;
3. Situ
Randegan di Kecamatan Wangon;
4. Situ
Karanganyar di Kecamatan Jatilawang;
5. Situ
Gununglurah di Kecamatan Cilongok; dan
6. Situ Tapak
di Kecamatan Kemranjen.
f. penyediaan
instalasi pengolahan air permukaan;
g. pemanfaatan sumur air dalam sesuai kapasitas terpasang
meliputi:
1. Sumur dalam I, II Kalibagor;
2. Sumur dalam I Kutasari;
3. Sumur dalam III Kedungmalang;
4. Sumur dalam Sokajati, Pasir Muncang;
5. Sumur dalam Purwokerto Lor; dan
6. Sumur dalam Rempoah.
h. pelaksanaan reboisasi pada kawasan di sekitar sumber air
baku;
i. pemeliharaan kawasan di sekitar sumber air baku dari
pencemaran air;
j. pembangunan jaringan pipa distribusi dan transmisi air
minum dalam perluasan jangkauan pelayanan;
k. pemeliharaan sarana dan prasarana distribusi air minum;
l. pemeriksaan kualitas sumber air minum tradisional secara
berkala;
m. penyediaan hidrant umum dan kran umum pada wilayah yang
belum terlayani air minum;
n. rehabilitasi sistem jaringan irigasi yang dalam kondisi
rusak berat, rusak sedang, dan rusak ringan;
o. peningkatan fungsi jaringan irigasi dari irigasi setengah
teknis menjadi irigasi teknis dan dari irigasi non-teknis menjadi irigasi
setengah teknis; dan
p. pelaksanaan
pelatihan keterampilan bagi perkumpulan petani pemakai air dalam pengelolaan
irigasi, pertanian, dan kelembagaan.
Pasal 68
Pengembangan jaringan
prasarana wilayah lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (5) huruf d
diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penyediaan
sistem pengolahan limbah mandiri dan komunal;
b. pengelolaan
sampah berbasis masyarakat dengan konsep 3R yaitu Reduce (mengurangi), Reuse
(menggunakan kembali), dan Recyle (mendaur ulang);
83
c. pembangunan
Tempat Pemrosesan Akhir dengan sistem Sanitary Landfill;
d. pembangunan
Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan/atau Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
(TPST) di lokasi strategis;
e. penambahan
fasilitas persampahan di setiap wilayah Kabupaten meliputi:
1. tempat
sampah di perkotaan;
2. gerobak
sampah;
3. kontainer;
dan
4. truk
sampah.
f. pembuatan
dan pengembangan IPAL;
g. penyusunan
masterplan drainase perkotaan;
h. pembuatan
sumur resapan air hujan dan biopori di kawasan perkotaan;
i. pembuatan
saluran drainase perkotaan; dan
j.
pemeliharaan jalur dan ruang evakuasi bencana alam.
Bagian Ketiga
Perwujudan Rencana Pola
Ruang
Pasal 69
Indikasi
program perwujudan rencana pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat
(2) huruf b terdiri atas:
a. indikasi program perwujudan kawasan lindung; dan
b. indikasi
program perwujudan kawasan budidaya.
Pasal 70
(1) Indikasi program perwujudan kawasan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 huruf a terdiri atas:
a. rencana pola ruang kawasan hutan lindung;
b. rencana
pola ruang kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. rencana pola ruang kawasan perlindungan setempat;
d. rencana pola ruang kawasan suaka alam, pelestarian alam,
dan cagar budaya;
e. rencana pola ruang kawasan rawan bencana alam;
f. rencana pola ruang kawasan lindung geologi; dan
g. rencana pola ruang kawasan lindung lainnya.
(2) Rencana
pola ruang kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penetapan dan pengukuran batas kawasan hutan lindung; dan
b.
rehabilitasi dan revitalisasi kawasan hutan lindung.
(3) Rencana pola ruang kawasan yang memberikan perlindungan
terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diwujudkan dengan indikasi program pengendalian pemanfaatan kawasan resapan
air.
(4) Rencana
pola ruang kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pemeliharaan, rehabilitasi, dan revitalisasi kawasan
sekitar mata air;
b. penataan kawasan sekitar sempadan sungai;
c. penertiban bangunan di sempadan sungai;
d. pengembangan RTH pada pekarangan rumah dan bangunan umum;
e. pembangunan jalur hijau pada sempadan sungai, tepi jalan
dan/atau median jalan;
f. pengembangan hutan kota, taman kota, dan taman lingkungan
pada kawasan perkotaan; dan
g.
mempertahankan luasan ruang terbuka hijau pada kawasan perkotaan.
(5) Rencana
pola ruang kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pelestarian fungsi kawasan Kebun Raya Baturaden; dan
b. rencana
tata bangunan dan lingkungan kawasan yang berfungsi wisata.
(6) Rencana pola ruang kawasan rawan bencana alam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. penanaman tanaman konservasi pada kawasan rawan bencana
tanah longsor; dan
b. revitalisasi rumah panggung pada kawasan rawan bencana
banjir.
(7) Rencana pola ruang kawasan lindung geologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pelestarian Cekungan Air Tanah Purwokerto-Purbalingga;
b. pelestarian Cekungan Air Tanah Kroya;
c. pelestarian Cekungan Air Tanah Cilacap; dan
d. pembuatan jalur evakuasi dan penyediaan tempat penampungan
bagi pengungsi bencana letusan gunung berapi.
(8) Rencana pola ruang kawasan lindung lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf g diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. pelestarian keanekaragaman hayati pada kawasan lindung
plasma Nutfah; dan
b. penetapan
batas kawasan lindung yang dikelola masyarakat.
Pasal 71
(1) Indikasi program perwujudan kawasan budidaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 huruf b terdiri atas:
a. rencana pola ruang kawasan peruntukan hutan produksi;
b. rencana pola ruang kawasan hutan rakyat;
c. rencana pola ruang kawasan peruntukan pertanian;
d. rencana pola ruang kawasan peruntukan perikanan;
e. rencana
pola ruang kawasan peruntukan pertambangan;
f. rencana pola ruang kawasan peruntukan pariwisata;
g. rencana pola ruang kawasan peruntukan industri;
h. rencana pola ruang kawasan peruntukan permukiman; dan
i. rencana pola ruang kawasan peruntukan lainnya.
(2) Rencana pola ruang kawasan peruntukan hutan produksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diwujudkan dengan indikasi program
meliputi:
a. rehabilitasi sumberdaya alam;
b. penanaman dan penebangan secara bergilir; dan
c. pola kemitraan pengelolaan hutan produksi.
(3) Rencana pola ruang kawasan hutan rakyat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b diwujudkan dengan indikasi program pengembangan
komoditas hutan rakyat.
(4) Rencana pola ruang kawasan peruntukan pertanian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diwujudkan dengan indikasi program
meliputi:
a. studi penetapan sawah pertanian pangan berkelanjutan;
b. pemeliharaan saluran irigasi pada kawasan pertanian lahan
basah;
c. perluasan areal tanam dan pengolahan lahan dengan
menggunakan teknologi yang sesuai;
d. peningkatan produktivitas pertanian dan perbaikan Nilai
Tukar Petani;
e. mencegah konversi lahan pertanian lahan basah untuk
penggunaan diluar pertanian;
f. penambahan sarana dan prasarana pendukung serta pengolahan
hasil pertanian;
g. peningkatan mutu intensifikasi - perbaikan varietas dan
diversifikasi;
h. pengembangan teknologi dan informasi pertanian; dan
i. peningkatan
mutu produksi dan perbaikan pemasaran.
(5) Rencana pola ruang kawasan peruntukan perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diwujudkan dengan indikasi program
meliputi:
a. pengembangan dan peningkatan mutu perikanan; dan
b. peningkatan mutu produksi dan perbaikan pemasaran.
(6) Rencana pola ruang kawasan peruntukan pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diwujudkan dengan indikasi program
meliputi:
a. inventarisasi potensi bahan tambang mineral;
b. pengembangan komoditas hasil tambang yang bernilai
ekonomi;
c. penetapan kawasan pertambangan mineral dalam WP yang
berupa WUP dan WPR;
d. pengembangan kawasan pertambangan yang ramah lingkungan;
e. pengembangan panas bumi Baturaden; dan
f. penyusunan petunjuk teknis pertambangan bahan galian
mineral batuan.
(7) Rencana pola ruang kawasan peruntukan pariwisata
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diwujudkan dengan indikasi program
meliputi:
a. pengembangan kawasan wisata air Serayu River Voyage;
b. penyediaan sarana dan prasarana berstandar sesuai tingkat
layanan obyek wisata;
c. menyusun rancangan induk pengembangan kawasan pariwisata;
d. pembentukan pola jalur wisata intra dan inter Kabupaten;
dan
e. pengembangan pusat pelayanan wisata dan informasi wisata
secara terpadu.
(8) Rencana pola ruang kawasan peruntukan industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g diwujudkan dengan indikasi program
meliputi:
a. penyusunan rencana tata ruang rinci kawasan peruntukan
industri; dan
b. pembinaan
dan pembentukan kelompok industri kecil dan mikro dan/atau menengah.
(9) Rencana pola ruang kawasan peruntukan permukiman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diwujudkan dengan indikasi program
meliputi:
a. studi perencanaan permukiman berlantai banyak;
b. pengembangan sarana lingkungan perkotaan;
c. pengembangan rumah sehat huni; dan
d. pengembangan IPAL Komunal.
(10) Rencana pola ruang kawasan peruntukan lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i diwujudkan dengan indikasi program
meliputi:
a. penataan dan pengelolaan kawasan pertahanan dan keamanan;
dan
b. pemenuhan
syarat-syarat standar kebutuhan militer dan keamanan bagi permukiman penduduk
di sekitarnya.
Bagian Keempat
Perwujudan Kawasan
Strategis
Pasal 72
Indikasi
program perwujudan kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat
(2) huruf c meliputi:
a. rencana kawasan strategis dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi;
b. rencana kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial
budaya;
c. rencana kawasan strategis dari sudut kepentingan
pendayagunaan sumber daya alam dan/ atau teknologi; dan
d. rencana
kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup.
Pasal 73
(1) Rencana kawasan strategis dari sudut kepentingan
pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf a diwujudkan
dengan indikasi program meliputi:
a. penataan
kawasan perdagangan dan jasa di Perkotaan Purwokerto dan sekitarnya;
b. pengembangan infrastruktur pendukung kawasan pertumbuhan
ekonomi;
c. penyusunan masterplan kawasan agropolitan; dan
d. penyusunan masterplan kawasan minapolitan.
(2) Rencana kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial
budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf b diwujudkan dengan indikasi
program meliputi:
a. inventarisasi bangunan bersejarah Kota Lama Banyumas;
b. pelestarian Masjid Saka Tunggal di Desa Cikakak, Kecamatan
Wangon; dan
c. revitalisasi Desa Tradisional di Desa Plana Kecamatan
Somagede dan Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang.
(3) Rencana kawasan strategis dari sudut kepentingan
pendayagunaan sumber daya alam dan/ atau teknologi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 72 huruf c diwujudkan dengan indikasi program berupa pemanfaatan energi
panas bumi Baturaden.
(4) Rencana kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi
dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 huruf d
diwujudkan dengan indikasi program meliputi:
a. perlindungan dan konservasi sumberdaya alam;
b. perlindungan keseimbangan tata guna air;
c. perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna;
d. rehabilitasi daerah rawan bencana longsor; dan
e. penanganan
dampak lingkungan.
BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 74
Ketentuan
pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan sebagai upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang melalui :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dan
d. arahan
pengenaan sanksi.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum
Peraturan Zonasi
Pasal 75
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 74 huruf a untuk pola ruang wilayah adalah ketentuan umum yang
mengatur pemanfaatan ruang/penataan dan unsur-unsur pengendalian pemanfaatan
ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Jawa Tengah.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), berfungsi sebagai :
a. landasan bagi penyusunan peraturan zonasi pada tingkatan
operasional pengendalian pemanfaatan ruang bagi kawasan-kawasan fungsional,
meliputi struktur ruang dan pola ruang kabupaten;
b. dasar pemberian izin pemanfaatan ruang; dan
c. salah satu
pertimbangan dalam pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang/pembangunan
pada tiap ruang yang telah ditentukan fungsinya pada rencana pola ruang.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), tercantum dalam buku rencana yang merupakan bagian tak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang;
b. ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi struktur ruang
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat kegiatan; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana
wilayah.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi pola ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf b terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis
Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis dari
sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis dari
sudut kepentingan sosial dan budaya;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis dari
sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi; dan
d. kawasan
strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Pasal 76
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem pusat kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (5) huruf a terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi PKW;
b. ketentuan umum peraturan zonasi PKL;
c. ketentuan umum peraturan zonasi PPK; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi PPL.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi PKW sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan kegiatan permukiman dengan tingkat
pemanfaatan ruang menengah hingga tinggi, perbankan, kawasan wisata buatan dan
budaya, perdagangan skala regional, jasa pemerintahan, dan prasarana
transportasi;
b. diperbolehkan terbatas pembangunan perdagangan modern dengan
syarat tidak memperlemah pertumbuhan dan perkembangan perdagangan skala kecil
dan pasar tradisional;
c. aturan intensitas pemanfaatan ruang ditentukan luas lahan
terbangun pada kawasan permukiman sebesar maksimal 60 (enam puluh) persen, luas
lahan terbangun pada kawasan perdagangan dan jasa sebesar maksimal 80 (delapan
puluh) persen, dan kepadatan penduduk diarahkan pada kepadatan menengah hingga
tinggi; dan
d. diwajibkan menyediakan areal parkir dan ruang terbuka
hijau pada kapling pada setiap kegiatan perdagangan dan jasa.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi PKL sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan kegiatan permukiman, pendidikan, jasa
pemerintahan, pusat perbelanjaan skala kabupaten, dan kesehatan.
b.
diperbolehkan terbatas pembangunan perdagangan modern dengan syarat tidak
memperlemah pertumbuhan dan perkembangan perdagangan skala kecil dan pasar
tradisional;
c. aturan intensitas pemanfaatan ruang untuk pengembangan
kawasan permukiman dengan intensitas kepadatan rendah hingga menengah; dan
d. diwajibkan menyediakan areal parkir dan ruang terbuka
hijau pada kapling pada setiap kegiatan perdagangan dan jasa.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi PPK sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan kegiatan pendidikan, jasa pemerintahan skala
kecamatan, pusat perbelanjaan skala kecamatan, dan puskesmas;
b. diperbolehkan terbatas pembangunan perdagangan modern
dengan syarat tidak memperlemah pertumbuhan dan perkembangan perdagangan skala
kecil dan pasar tradisional;
c. diperbolehkan terbatas perdagangan modern seperti
minimarket dengan syarat tidak memperlemah pertumbuhan dan perkembangan
perdagangan skala kecil dan pasar tradisional; dan
d. aturan intensitas pemanfaatan ruang ditentukan
pengembangan kawasan permukiman dengan intensitas kepadatan rendah.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi PPL sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan kegiatan pendidikan dasar hingga menengah,
pelayanan jasa pemerintahan desa, dan perdagangan skala desa;
b. diperbolehkan terbatas perdagangan modern seperti
minimarket dengan syarat tidak memperlemah pertumbuhan dan perkembangan
perdagangan skala kecil dan pasar tradisional; dan
c. aturan
intensitas pemanfaatan ruang ditentukan pengembangan kawasan permukiman dengan
intensitas kepadatan rendah.
Pasal
77
(1) Ketentuan
umum peraturan zonasi sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat (5) huruf b terdiri atas:
a. ketentuan
umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan prasarana utama; dan
b. ketentuan
umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Ketentuan
umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan prasarana utama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. ketentuan
umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan transportasi darat; dan
b. ketentuan
umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan perkeretaapian.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem
jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem
jaringan energi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem
jaringan telekomunikasi;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem
jaringan sumber daya air; dan
d. ketentuan
umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan prasarana wilayah lainnya.
Pasal 78
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem
jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) huruf
a disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan bagi pengembangan prasarana pelengkap jalan
dan sistem jaringan prasarana lainnya pada ruang sempadan jalan sesuai fungsi
jalan;
b. pada jalan
arteri dan kolektor dibatasi dan diatur persimpangan sebidang;
95
c. diperbolehkan kegiatan pendirian bangunan dengan syarat
memperhatikan garis sempadan bangunan meliputi:
1. jalan arteri garis sempadan bangunan minimal 20 (dua
puluh) meter;
2. jalan kolektor garis sempadan bangunan minimal 15 (lima
belas) meter;
3. jalan lokal garis sempadan bangunan minimal 12 (dua belas)
meter;
4. jalan lingkungan dengan lebar jalan lebih dari 6 (enam)
meter garis sempadan bangunan minimal 3 (tiga) meter dari tepi jalan; dan
5. Jalan lingkungan dengan lebar jalan kurang dari atau sama
dengan 6 (enam) meter garis sempadan bangunan minimal satu kali lebar jalan.
d. diperbolehkan pengembangan bangunan di atas jalan dengan
syarat tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas kendaraan, orang, maupun
barang serta tetap memperhatikan keserasian bangunan terhadap lingkungannya;
dan
e. diperbolehkan pengembangan pada kegiatan yang menimbulkan
bangkitan dan tarikan lalu lintas dengan syarat menyusun dokumen analisis
dampak lalu lintas.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem
jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam Pasal
77 ayat (2) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan terbatas pemanfaatan ruang di sepanjang sisi
jaringan jalur kereta api dengan syarat memperhatikan garis sempadan bangunan
di sisi jaringan jalur kereta api;
b. tidak diperbolehkan pemanfaatan ruang di sekitar
pengawasan jalur kereta api terdapat ketentuan pelarangan pemanfaatan lahan
yang dapat mengganggu kepentingan operasi dan keselamatan transportasi
perkeretaapian;
c. perlintasan
sebidang antara jaringan jalur kereta api dan jalan dibatasi; dan
d. penetapan
garis sempadan bangunan di sisi jaringan jalur kereta api dengan memperhatikan
dampak lingkungan dan kebutuhan pengembangan jaringan jalur kereta api.
Pasal 79
Ketentuan umum
peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 77 ayat (3) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. pengembangan kegiatan dan bangunan disekitar pembangkit
listrik tenaga panas bumi dibatasi bagi penyediaan infrastruktur dan fasilitas
pembangkit tenaga listrik;
b. diperbolehkan terbatas pendirian bangunan pada daerah SUTT
dan SUTET dengan syarat memenuhi ketentuan ruang bebas SUTT dan SUTET sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. tidak
diperbolehkan pengembangan kegiatan dan bangunan disekitar jaringan pipa minyak
dan gas bumi yang dapat merusak jaringan dan membahayakan keselamatan
penggunanya.
Pasal 80
Ketentuan umum
peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 ayat (3) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diarahkan pengembangan pemanfaatan ruang untuk penempatan
menara pemancar telekomunikasi diarahkan bagi pada penggunaan menara bersama
telekomunikasi; dan
b.
diperbolehkan pemanfaatan ruang untuk penempatan menara pemancar telekomunikasi
dengan memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan di
sekitarnya.
Pasal 81
Ketentuan umum
peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 ayat (3) huruf c disusun dengan ketentuan:
a.
diperbolehkan kegiatan pendirian bangunan dengan syarat memenuhi ketentuan
garis sempadan sungai dan saluran sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. diperbolehkan bangunan prasarana jalan, jembatan dan
bangunan air lainnya di bawah dan di atas sungai dan saluran irigasi dengan
syarat tidak menimbulkan perubahan arus air yang dapat merusak lingkungan dan
tidak menimbulkan pencemaran;
c. pemanfaatan ruang disepanjang sungai dan saluran irigasi
diarahkan bagi kegiatan konservasi dan atau kegiatan budidaya yang memiliki
fungsi lindung;
d. tidak diperbolehkan pendirian bangunan gedung yang
berfungsi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya dan campuran di
atas sungai dan saluran irigasi; dan
e. tidak
diperbolehkan kegiatan yang dapat merusak, mencemari, dan mengurangi
berfungsinya jaringan air bersih.
Pasal 82
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jaringan
prasarana wilayah lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (3) huruf d
terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem
persampahan;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem jaringan
air limbah;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem
jaringan drainase; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalur dan
ruang evakuasi bencana alam.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem persampahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang di kawasan TPA dan TPST
meliputi kegiatan yang mengelola persampahan, pertanian, ruang terbuka hijau,
dan kegiatan lain yang mendukung;
b. tidak
diperbolehkan kegiatan pembuangan sampah di badan air dan menimbulkan
pencemaran lingkungan;
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem
jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun dengan
ketentuan:
a. diperbolehkan pemanfaatan ruang yang menggunakan sistem
penanganan air limbah sesuai rencana sistem jaringan air limbah; dan
b. tidak diperbolehkan pemanfaatan ruang yang menutup atau
menghalangi akses jaringan air limbah.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar sistem
jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun dengan
ketentuan:
a. diarahkan pembangunan sumur resapan air hujan pada
kegiatan pendirian bangunan yang bersifat menutup lahan;
b. diperbolehkan kegiatan pendirian bangunan dengan syarat
memenuhi ketentuan garis sempadan saluran drainase sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
c. diperbolehkan pemanfaatan ruang dengan syarat tidak
menimbulkan pencemaran saluran, dan tidak menutup atau merusak jaringan
drainase.
(5) Ketentuan
umum peraturan zonasi kawasan sekitar jalur dan ruang evakuasi bencana alam
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disusun dengan ketentuan
diperbolehkan pemanfaatan ruang pada jalur evakuasi bencana dengan syarat tidak
mengganggu kegiatan evakuasi saat terjadi bencana.
Pasal 83
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (6) huruf a meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan
setempat;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam,
pelestarian alam, dan cagar budaya;
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana
alam;
f. ketentuan
umum peraturan zonasi kawasan lindung geologi; dan
g. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung lainnya.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan pengambilan hasil hutan bukan kayu;
b. tidak diperbolehkan semua jenis kegiatan budidaya yang
tidak mendukung fungsi lindung kawasan dan mengancam kelestarian fungsi
kawasan;
c. diperbolehkan kegiatan penambangan panas bumi dengan
syarat telah ditetapkan sebagai kebijakan nasional dan pemanfaatan hutan
lindung hanya untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas penambangan serta
menerapkan pola penggantian lahan hutan lindung; dan
d. diperbolehkan kegiatan wisata alam dengan syarat tidak
mengubah bentang alam dan fungsi lindung.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan
perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan kegiatan budidaya dengan jenis tanaman
tahunan dan kegiatan agrowisata atau wisata alam yang tidak mengurangi fungsi
lindung kawasan;
b. diperbolehkan kegiatan permukiman dengan syarat bagi
penduduk asli dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan
di bawah pengawasan ketat;
c. tidak diperbolehkan kegiatan pertanian semusim dengan
kriteria bukan tanaman keras; dan
d. tidak diperbolehkan kegiatan budidaya yang bersifat
menutup lahan, menghasilkan bahan pencemar dan mengurangi dan/atau menghalangi
infiltrasi air ke dalam tanah pertambangan terbuka.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan
setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. ketentuan
umum peraturan zonasi pada sempadan sungai disusun dengan ketentuan:
1. tidak diperbolehkan semua kegiatan dan bangunan pada
kawasan sempadan sungai;
2. tidak diperbolehkan untuk semua jenis kegiatan yang
menganggu fungsi resapan air dan menyebabkan penurunan kualitas air dan daya
resap air;
3. tidak diperbolehkan semua kegiatan dan bangunan yang
mengancam kerusakan dan menurunkan kualitas sungai;
4. diperbolehkan untuk kegiatan hutan produksi, hutan
produksi terbatas, hutan lindung, dan kegiatan pertanian dengan jenis tanaman
konservasi; dan
5. pengelolaan badan air atau pemanfaatan air, dan penetapan
lebar sempadan sungai.
b. ketentuan umum peraturan zonasi pada sempadan saluran
irigasi disusun dengan ketentuan:
1. tidak diperbolehkan alih fungsi lindung yang menyebabkan
kerusakan kualitas air irigasi;
2. tidak diperbolehkan semua kegiatan dan bangunan pada
kawasan sempadan irigasi yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian atau pengelolaan
irigasi; dan
3. saluran irigasi yang melintasi kawasan permukiman ataupun
kawasan perdesaan dan perkotaan yang tidak langsung mengairi sawah maka
keberadaannya dilestarikan dan tidak digunakan sebagai saluran drainase.
c. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan sekitar mata
air disusun dengan ketentuan:
1. diperbolehkan melakukan penghijauan dengan jenis tanaman
tahunan yang produksinya tidak dilakukan dengan cara penebangan pohon;
2. diperbolehkan terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun
yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;
3. pengelolaan
kawasan sekitar mata air yang berbatasan langsung dengan sumber mata air dengan
jari-jari 200 meter dari kawasan sekitar mata air;
4. tidak diperbolehkan kegiatan penggalian atau kegiatan lain
yang sifatnya mengubah bentuk kawasan sekitar mata air dan/atau dapat
mengakibatkan tertutupnya sumber mata air; dan
5. tidak diperbolehkan kegiatan yang dapat mengganggu fungsi
kawasan sekitar mata air.
d. ketentuan umum peraturan zonasi pada kawasan sekitar ruang
terbuka hijau (RTH) disusun dengan ketentuan:
1. diperbolehkan semua kegiatan yang berfungsi lindung,
konservasi dan/atau penyangga dan pertanian, taman wisata alam, taman
kelurahan, hutan kota, jalur hijau, makam, dan taman lingkungan; dan
2. diperbolehkan terbatas pada RTH buatan untuk kegiatan
rekreasi.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam,
pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan kegiatan wisata alam yang mendukung
perlindungan flora, fauna, dan keanekaragaman hayati khas kawasan;
b. diperbolehkan terbatas kegiatan penyediaan infrastruktur
wisata;
c. tidak diperbolehkan kegiatan budidaya tidak mendukung
fungsi lindung kawasan dan mengancam kelestarian fungsi kawasan; dan
d. tidak diperbolehkan kegiatan membongkar bangunan dan
merubah bangunan dengan karakteristik atau ciri bangunan yang tidak sesuai
dengan ciri khas kawasan yang bersangkutan.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana
alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan terbatas pemanfaatan ruang dengan
mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana;
b. diperbolehkan penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari
permukiman penduduk; dan
c.
diperbolehkan terbatas pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan
ancaman bencana dan kepentingan umum.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung geologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f disusun meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan imbuhan air
disusun dengan ketentuan:
1. diperbolehkan kegiatan kehutanan dan pertanian tanaman
tahunan;
2. diperbolehkan kegiatan budidaya terbangun dengan syarat
membatasi pengambilan air tanah, tidak pada lahan dengan kelerengan tinggi, dan
menyediakan ruang bagi infiltrasi air; dan
3. tidak diperbolehkan kegiatan budidaya yang menghasilkan
bahan pencemar dan mengurangi dan/atau menghalangi infiltrasi air ke dalam tanah.
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana
gunung api disusun dengan ketentuan:
1. diperbolehkan kegiatan permukiman dan budidaya pertanian
yang bersifat sementara meliputi pertanian tanaman semusim dan pertanian
tanaman tahunan;
2. diperbolehkan terbatas untuk kegiatan kehutanan dan
budidaya pertanian tanaman tahunan dan kegiatan permukiman dengan syarat
didukung oleh jalur penyelamatan dan/atau evakuasi;
3. tidak diperbolehkan bagi permukiman penduduk dan
pengembangan wisata alam; dan
4. tidak diperbolehkan pembangunan prasarana utama kecuali
untuk kegiatan pertambangan panas bumi.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung plasma
nutfah disusun dengan ketentuan:
1. diperbolehkan kegiatan wisata alam yang mendukung
perlindungan flora, fauna, dan keanekaragaman hayati khas kawasan;
2.
diperbolehkan terbatas kegiatan penyediaan infrastruktur wisata sehingga tetap mempertahankan
ciri khas kawasan; dan
3. tidak diperbolehkan kegiatan permukiman, pertanian atau
perkebunan dengan sistem pembukaan lahan, kegiatan pembuangan limbah cair
beracun, pembakaran sampah, dan berburu.
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung yang
dikelola masyarakat disusun dengan ketentuan:
1. diperbolehkan pengambilan hasil hutan non kayu;
2. diperbolehkan kegiatan kehutanan dan/atau penanaman
tanaman konservasi;
3. diperbolehkan terbatas bangunan rumah tinggal dengan
syarat tidak melakukan perubahan bangunan, tidak berada pada lahan dengan
kelerengan tinggi, dan tidak mengganggu fungsi kawasan;
4. tidak diperbolehkan kegiatan yang berpotensi mengurangi
luas tutupan vegetasi tanaman keras; dan
5. tidak
diperbolehkan pengembangan budidaya terbangun dan/atau pengembangan permukiman
penduduk.
Pasal 84
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya
sebagaimana dalam Pasal 75 ayat (6) huruf b meliputi:
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan
produksi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan rakyat;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
pertanian;
d. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
perikanan;
e. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
pertambangan;
f. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
pariwisata;
g. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
industri;
h. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
permukiman; dan
i. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
lainnya.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan
produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan kegiatan pemanfaatan hasil hutan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan;
b.
diperbolehkan terbatas kegiatan tanaman semusim dan/atau bukan
tanaman keras dengan syarat tidak mengurangi fungsi penyangga
dan/atau konservasi kawasan;
c. diperbolehkan terbatas kegiatan pertambangan dilakukan
dengan syarat tidak berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis; dan
d. tidak diperbolehkan pemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi
yang berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan rakyat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan kegiatan pemanfaatan hasil hutan dengan
memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan;
b. tidak diperbolehkan pengalihan wewenang pengelolaan
kawasan hutan rakyat; dan
c. tidak diperbolehkan pemanfaatan lahan untuk fungsi-fungsi
yang berdampak negatif terhadap keseimbangan ekologis.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan pada kawasan pertanian lahan basah adalah
semua jenis kegiatan budidaya pertanian tanaman pangan padi secara terus
menerus sesuai dengan pola tanam tertentu;
b. diperbolehkan terbatas alihfungsi lahan pertanian dengan
syarat diluar lahan irigasi teknis dan setengah teknis serta hanya untuk
pembangunan rumah tinggal sederhana tunggal;
c. tidak diperbolehkan alih fungsi lahan yang telah
ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dan penelantaran lahan
pertanian untuk kegiatan lain kecuali untuk pengembangan sistem jaringan
prasarana;
d. diperbolehkan terbatas kegiatan pertambangan dengan syarat
memiliki nilai tinggi, meningkatkan kualitas lahan, mengembalikan lahan sesuai
fungsi semula serta tidak mengganggu keseimbangan lingkungan;
e.
diperbolehkan kegiatan pemanfaatan lahan untuk kegiatan pemeliharaan,
pembiakan, dan penyediaan pakan serta pemanfaatan lahan untuk kegiatan
penelitian dan/atau pengembangan teknologi peternakan; dan
105
f. diperbolehkan bagi kegiatan peternakan dengan syarat
radius dari kawasan permukiman sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan kegiatan pemijahan, pemeliharaan, dan
pendinginan ikan serta pemanfaatan lahan untuk bangunan pendinginan ikan secara
sementara, penyimpanan pakan ikan dan bangunan penunjang kegiatan perikanan lainnya;
dan
b. tidak diperbolehkan kegiatan pembuangan limbah berbahaya
ke badan air yang dapat membahayakan fungsi kawasan.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan kegiatan penambangan dengan mempertimbangkan
potensi bahan galian, kondisi geologi, dan geohidrologi dalam kaitannya dengan
kelestarian lingkungan, menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik, dan
mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan; dan
b. tidak diperbolehkan kegiatan penambangan yang mengganggu
produktivitas lahan dan kegiatan pertambangan dengan mengabaikan keselamatan
dan kelestarian lingkungan hidup.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pariwisata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan kegiatan olah raga dan rekreasi,
pertunjukkan dan hiburan, komersial, pengamatan, pemantauan, penjagaan dan
pengawasan, dan pengelolaan kawasan;
b. diperbolehkan terbatas pembangunan gardu pemandangan,
restoran dan fasilitas penunjang lainnya, fasilitas rekreasi dan olahraga,
tempat pertunjukan, pasar dan pertokoan serta fasilitas parkir, fasilitas
pertemuan, hotel, dan bangunan lainnya yang dapat mendukung upaya pengembangan aktivitas
kepariwisataan; dan
c. tidak
diperbolehkan kegiatan pendirian bangunan penunjang diluar kawasan
peruntukannya dan menurunkan identitas kawasan wisata.
(8) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan pemanfaatan lahan untuk pembangunan bangunan
dan infrastruktur yang menunjang kegiatan industri;
b. diperbolehkan kegiatan industri dengan syarat dilengkapi
dengan sistem pengolahan limbah terpadu;
c. diperbolehkan penyediaan ruang untuk zona penyangga berupa
sabuk hijau (green belt) dan RTH;
d. diperbolehkan terbatas kegiatan permukiman dibatasi pada
radius tertentu mempertimbangkan dampak lingkungan; dan
e. tidak diperbolehkan kegiatan yang tidak sesuai dengan
tujuan penetapan fungsi kawasan.
(9) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan pembangunan hunian dan/atau tempat tinggal,
perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan, pelayanan umum, pertahanan
keamanan, RTH Kota, prasarana transportasi, pertanian dan pemerintahan;
b. diperbolehkan terbatas untuk kegiatan industri rumah
tangga dengan kriteria industri rumah tangga yang tidak menghasilkan limbah
berkatagori B3;
c. diperbolehkan terbatas kegiatan peternakan rakyat dengan
syarat tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, pada permukiman kepadatan
rendah dan hanya dilakukan dalam skala kecil;
d. diperbolehkan terbatas kegiatan pergudangan dibatasi
dengan syarat berada diluar kawasan pusat kota dan minimal berada pada tepi
ruas jalan kolektor; dan
e. tidak
diperbolehkan untuk kegiatan industri dengan kriteria mengganggu atau memiliki
dampak besar dan/atau industri yang menghasilkan limbah berkatagori B3.
(10) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i disusun dengan ketentuan:
a. diperbolehkan kegiatan dominasi hunian dengan fungsi utama
sebagai kawasan pertahanan dan keamanan;
b. diperbolehkan kegiatan peningkatan akses menuju pusat
kegiatan pertahanan dan keamanan baik yang terdapat di dalam maupun di luar
kawasan; dan
c.
pengendalian disesuaikan dengan kriteria teknik kawasan pertahanan dan keamanan
negara yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang
pertahanan dan keamanan negara.
Pasal 85
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis dari
sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat
(7) huruf a meliputi:
a. diperbolehkan pengembangan sarana dan prasarana penunjang
guna menimbulkan minat investasi;
b. diperbolehkan perubahan fungsi ruang minimal melalui
arahan bangunan vertikal sesuai kondisi kawasan;
c. diperbolehkan penyediaan ruang terbuka hijau;
d. diperbolehkan secara terbatas perubahan atau penambahan
fungsi ruang tertentu pada ruang terbuka di kawasan ini; dan
e. tidak diperbolehkan perubahan fungsi dasar.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis dari
sudut kepentingan sosial dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat
(7) huruf b meliputi:
a. pembatasan pengembangan bangunan di sekitar kawasan;
b. diperbolehkan penambahan bangunan penunjang kepentingan
pariwisata;
c. tidak
diperbolehkan perubahan fungsi dasar kawasan untuk kegiatan lain; dan
d. tidak diperbolehkan bangunan melebihi ketinggian dua
pertiga dari tradisi lokal yang ada.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi
kawasan strategis dari sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau
teknologi tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (7) huruf c meliputi:
a. diperbolehkan pemanfaatan kawasan untuk kegiatan sesuai peruntukan;
b. dilarang melaksanakan kegiatan budidaya yang fungsinya
tidak menunjang kepentingan kawasan;
c. diperbolehkan penambahan bangunan penunjang kepentingan
pariwisata; dan
d. diperbolehan kegiatan lain kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dengan syarat tidak mengganggu fungsi dasar kawasan.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis dari
sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat (7) huruf d meliputi:
a. diperbolehkan kegiatan wisata alam yang mendukung fungsi
dan daya dukung lingkungan hidup;
b. tidak diperbolehkan kegiatan yang dapat merusak
kelestarian lingkungan; dan
c. tidak
diperbolehkan melakukan kegiatan yang mengganggu dan/atau menimbulkan dampak
negatif bentang alam.
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 86
(1) Setiap
orang yang akan melakukan kegiatan untuk pemanfaatan ruang wajib mendapatkan
izin dari Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Keseluruhan proses administrasi dan teknis harus dipenuhi
sebelum kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan, untuk menjamin kesesuaian
pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang. Keseluruhan izin tersebut
meliputi:
a. izin lokasi/penetapan lokasi;
b. izin penggunaan pemanfaatan tanah (IPPT);
c. izin mendirikan bangunan gedung; dan
d. izin lain
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 87
(1) Izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2)
huruf a merupakan izin yang diberikan kepada orang atau badan hukum untuk
memperoleh tanah/pemindahan hak atas tanah/menggunakan tanah yang diperlukan
dalam rangka penanaman modal.
(2) Izin lokasi diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk luas 1 (satu) hektar sampai 25 (dua puluh lima)
hektar diberikan izin selama 1 (satu) tahun;
b. untuk luas lebih dari 25 (dua puluh lima) hektar sampai
dengan 50 (lima puluh) hektar diberikan izin selama 2 (dua) tahun; dan
c. untuk luas lebih dari 50 (dua puluh lima) hektar diberikan
izin selama 3 (tiga) tahun.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai izin lokasi akan ditetapkan dengan peraturan daerah dan
peraturan bupati.
Pasal 88
(1) Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) huruf b merupakan izin yang diberikan kepada
pengusaha untuk kegiatan pemanfaatan ruang dengan kriteria batasan luasan tanah
lebih dari 5.000 (lima ribu) m2.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai izin penggunaan pemanfaatan tanah akan ditetapkan dengan
peraturan daerah dan peraturan bupati.
Pasal 89
(1) Izin
Mendirikan Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) huruf c
merupakan izin yang diberikan kepada pemilik bangunan
gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas,
mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan
administratif dan persyaratan teknis.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai izin mendirikan bangunan akan ditetapkan dengan peraturan
daerah dan peraturan bupati.
Pasal 90
(1) Izin lain berdasarkan peraturan perundang-undangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) huruf d merupakan ketentuan izin
usaha pertambangan, perkebunan, pariwisata, industri, perdagangan dan pengembangan
sektoral lainnya, yang disyaratkan sesuai peraturan perundangan.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai izin usaha pengembangan sektoral akan ditetapkan dengan
peraturan daerah dan peraturan bupati.
Bagian Keempat
Ketentuan Pemberian
Insentif dan Disinsentif
Pasal 91
Dalam
pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang sesuai dengan RTRW
Kabupaten dapat diberikan insentif dan/atau disinsentif oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 92
(1) Ketentuan pemberian insentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 91 mengatur tentang pemberian imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang
sesuai dengan kegiatan yang didorong perwujudannya dalam rencana tata ruang.
(2) Ketentuan pemberian insentif berfungsi sebagai:
a. perangkat untuk mendorong kegiatan dalam pemanfaatan ruang
pada wilayah yang direncanakan yang sesuai dengan rencana tata ruang; dan
b. katalisator perwujudan pemanfaatan ruang.
(3) Ketentuan
pemberian insentif disusun berdasarkan:
a. rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah kota
dan/atau rencana detail tata ruang wilayah;
b. ketentuan umum peraturan zonasi Kabupaten; dan
c. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
(4) Ketentuan insentif dari Pemerintah Daerah kepada
Pemerintah Desa dalam wilayah Kabupaten dapat diberikan dalam bentuk:
a. pemberian kompensasi;
b. subsidi silang;
c. penyediaan sarana dan prasarana; dan/atau
d. publisitas atau promosi daerah.
(5) Ketentuan insentif dari Pemerintah Daerah kepada
masyarakat umum dapat diberikan dalam bentuk :
a. pemberian kompensasi;
b. pengurangan retribusi;
c. imbalan;
d. sewa ruang dan urun saham;
e. penyediaan prasarana dan sarana;
f. penghargaan; dan/atau
g. kemudahan perizinan.
(6) Ketentuan
insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dilengkapi dengan besaran dan
bentuk insentif yang dapat diberikan.
Pasal 93
(1) Ketentuan
pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 mengatur tentang
pengenaan bentuk-bentuk kompensasi dalam pemanfaatan ruang.
(2) Ketentuan pemberian disinsentif berfungsi sebagai
perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang
tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
(3) Ketentuan pemberian disinsentif disusun berdasarkan:
a. rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah;
b. ketentuan umum peraturan zonasi Kabupaten; dan
c. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
(4) Ketentuan disinsentif dari Pemerintah Daerah kepada
Pemerintah Desa dalam wilayah Kabupaten, dapat diberikan dalam bentuk:
a. pengenaan retribusi yang tinggi; dan/atau
b. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana.
(5) Ketentuan disinsentif dari Pemerintah Daerah kepada
masyarakat umum, dapat diberikan dalam bentuk:
a. pengenaan pajak/retribusi yang tinggi;
b. pemberian persyaratan khusus dalam proses perizinan;
dan/atau
c. pembatasan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur.
(6) Ketentuan
disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dilengkapi dengan besaran
dan bentuk disinsentif yang dapat diberikan.
Pasal 94
Tata cara dan mekanisme
pemberian Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 dan Disinsentif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Arahan Pengenaan Sanksi
Pasal 95
Arahan
pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf d, merupakan acuan
dalam pengenaan sanksi terhadap: 113
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana
struktur ruang dan pola ruang;
b. pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
d. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan
yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan
g. pemanfaatan
ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.
BAB IX
HAK, KEWAJIBAN, DAN
PERAN MASYARAKAT
Pasal 96
Dalam penataan
ruang wilayah, setiap masyarakat berhak:
a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui RTRW Kabupaten dan rencana rincinya berupa
rencana detail tata ruang kawasan dan rencana pengembangan sektoral;
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang
sebagai akibat dari penataan ruang wilayah; dan
d. mengajukan
keberatan, gugatan dan tuntutan pembatalan izin, serta memperoleh penggantian
yang layak atas kegiatan pembangunan terkait pelaksanaan RTRW Kabupaten.
Pasal 97
(1) Untuk
mengetahui RTRW Kabupaten dan rencana rincinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
96 huruf b masyarakat dapat memperoleh melalui:
a. lembaran
daerah kabupaten;
b. papan
pengumuman di tempat-tempat umum;
c.
penyebarluasan informasi melalui brosur;
d. instansi
yang menangani penataan ruang; dan/atau
e. SITRW
Kabupaten.
(2) SITRW
Kabupaten dikembangkan secara bertahap melalui berbagai media publikasi untuk
mempermudah akses informasi tata ruang dan meningkatkan peran serta masyarakat
dalam penataan ruang.
Pasal 98
(1) Untuk
menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 96 huruf c didasarkan pada hak atas dasar pemilikan, penguasaan atau
pemberian hak tertentu yang dimiliki masyarakat sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan, ataupun atas hukum adat dan kebiasaaan atas ruang pada
masyarakat setempat.
(2) Kaidah dan
aturan pemanfaatan ruang yang melembaga pada masyarakat secara turun temurun
dapat dilanjutkan sepanjang telah memperhatikan faktor daya dukung lingkungan,
estetika, struktur pemanfaatan ruang wilayah yang dituju, serta dapat menjamin
pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan.
Pasal 99
Dalam hal
pengajuan keberatan, gugatan dan tuntutan pembatalan izin, serta hak memperoleh
penggantian atas kegiatan pembangunan terkait pelaksanaan RTRW Kabupaten,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 huruf d adalah masyarakat mempunyai hak
untuk:
a. mengajukan
keberatan, tuntutan pembatalan izin dan penghentian kegiatan kepada pejabat
berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten dan
rencana rincinya;
b. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah
dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
RTRW Kabupaten menimbulkan kerugian;
c. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW Kabupaten kepada penjabat yang
berwenang; dan
d. memperoleh
penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan RTRW Kabupaten dan rencana rincinya.
Pasal 100
Dalam
pemanfaatan ruang wilayah, setiap orang wajib:
a. menaati RTRW Kabupaten dan penjabarannya yang telah
ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
yang diperoleh;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan
akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 101
(1) Pemberian
akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 huruf d adalah untuk kawasan milik
umum, yang aksesibilitasnya memenuhi syarat:
a. untuk
kepentingan masyarakat umum; dan
b. tidak ada
akses lain menuju kawasan dimaksud.
(2) Kawasan
milik umum tersebut, diantaranya adalah sumber air, ruang terbuka publik dan
fasilitas umum lainnya sesuai ketentuan dan perundang-undangan.
Pasal 102
Peran
masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 huruf a
diakomodasi pemerintah daerah dalam proses:
a. penyusunan rencana tata ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c.
pengendalian pemanfaatan ruang
Pasal 103
Bentuk peran
masyarakat dalam perencanaan tata ruang berupa:
a. masukan
mengenai:
1. persiapan penyusunan rencana tata ruang;
2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan;
3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah
atau kawasan;
4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan/atau
5. penetapan
rencana tata ruang.
b. kerja sama
dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam
perencanaan tata ruang.
Pasal 104
Bentuk peran
masyarakat dalam pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. masukan
mengenai kebijakan pemanfaatan ruang;
b. kerja sama
dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam
pemanfaatan ruang;
c. kegiatan
memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan;
d. peningkatan
efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang
laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal
serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. kegiatan
menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan meningkatkan
kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam; dan
f. kegiatan
investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 105
Bentuk peran
masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa:
a. masukan
terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif serta pengenaan sanksi; 117
b.
keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan;
c. pelaporan
kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan
penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana
tata ruang yang telah ditetapkan; dan
d. pengajuan
keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap pembangunan yang
dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
BAB X
KELEMBAGAAN
Pasal 106
(1) Dalam rangka mengoordinasikan penataan ruang dan
kerjasama antar sektor/antar daerah bidang penataan ruang dibentuk BKPRD.
(2) Tugas,
susunan organisasi, dan tata kerja BKPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 107
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Arahan Pengenaan
Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 huruf a, huruf b, huruf d, huruf e,
huruf f, dan huruf g dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda
administratif.
(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan Arahan Pengenaan
Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 huruf c dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pembongkaran bangunan;
f. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
g. denda
administratif.
Pasal 108
Tata cara pengenaan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 107 meliputi:
a. peringatan tertulis dapat dilaksanakan dengan prosedur
bahwa Pejabat yang berwenang dalam penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang
dapat memberikan peringatan tertulis melalui penertiban surat peringatan
tertulis sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali;
b. penghentian sementara kegiatan dapat dilakukan melalui:
1. penertiban surat perintah penghentian kegiatan sementara
dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
2. apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan
sementara, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan surat
keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara secara paksa terhadap kegiatan
pemanfaatan ruang;
3. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
dengan memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian
kegiatan pemanfaatan ruang dan akan segera dilakukan tindakan penertiban oleh
aparat penertiban;
4. berdasarkan
surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenang melakukan penertiban
dengan bantuan aparat penertiban melakukan penghentian kegiatan pemanfaatan
ruang secara paksa; dan
5. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat
yang berwenang melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang yang
dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya kewajiban
pelanggar untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang
dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.
c. penghentian sementara pelayanan umum dapat dilakukan
melalui:
1. penertiban surat pemberitahuan penghentian sementara
pelayanan umum dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang (membuat surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan
umum);
2. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang
disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban dengan menerbitkan
surat keputusan pengenaan sanksi penghentian sementara pelayanan umum kepada
pelanggar dengan memuat rincian jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus;
3. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
dengan memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penghentian
sementara pelayanan umum yang akan segera dilaksanakan, disertai rincian
jenis-jenis pelayanan umum yang akan diputus;
4. pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada
penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan pelayanan kepada pelanggar,
disertai penjelasan secukupnya;
5. penyedia jasa pelayanan umum menghentikan pelayanan kepada
pelanggar; dan
6. pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara
pelayanan umum dilakukan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada
pelanggar sampai dengan pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan
pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan
ruang yang berlaku.
d. penutupan lokasi dapat dilakukan melalui:
1. penertiban
surat perintah penutupan lokasi dari pejabat yang berwenang melakukan
penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
2. apabila pelanggar mengabaikan surat perintah yang
disampaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan
sanksi penutupan lokasi kepada pelanggar;
3. pejabat yang berwenang melakukan tidnakan penertiban
dengan memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi penutupan
lokasi yang akan segera dilaksanakan;
4. berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang
berwenang dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara
paksa; dan
5. pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi,
untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan
pelanggar memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan
rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.
e. pencabutan izin dapat dilakukan melalui :
1. menerbitkan surat pemberitahuan sekaligus pencabutan izin
oleh pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
2. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang
disampaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pengenaan
sanksi pencabutan izin pemanfaatan ruang;
3. pejabat yang berwenang memberitahukan kepada pelanggar
mengenai pengenaan sanksi pencabutan izin;
4. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
mengajukan permohonan pencabutan izin kepada pejabat yang memiliki kewenangan
untuk melakukan pencabutan izin;
5. pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan
pencabutan izin menerbitkan keputusan pencabutan izin;
6.
memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah dicabut,
sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang secara
permanen yang telah dicabut izinnya; dan
7. apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan
kegiatan pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, pejabat yang berwenang
melakukan penertiban kegiatan tanpa izin sesuai peraturan perundang-undangan.
f. pembatalan izin dilakukan melalui :
1. membuat lembar evaluasi yang berisikan dengan arahan pola
pemanfaatan ruang dalam rencana tata ruang yang berlaku;
2. memberitahukan kepada pihak yang memanfaatkan ruang
perihal rencana pembatalan izin, agar yang bersangkutan dapat mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal akibat pembatalan
izin;
3. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin oleh pejabat
yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang;
4. memberitahukan kepada pemegang izin tentang keputusan
pembatalan izin;
5. menerbitkan surat keputusan pembatalan izin dari pejabat
yang memiliki kewenangan untuk melakukan pembatalan izin; dan
6. memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin
yang telah dibatalkan.
g. pembongkaran bangunan dilakukan melalui :
1. menerbitkan surat pemberitahuan perintah pembongkaran
bangunan dari pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang;
2. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang
disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
keputusan pengenaan sanksi pembongkaran bangunan;
3. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pembongkaran bangunan
yang akan segera dilaksanakan; dan
4. berdasar
surat keputusan pengenaan sanksi, pejabat yang berwenangmelakukan tindakan
penertiban dengan bantuan aparat penertiban melakukan pembongkaran bangunan
secara paksa.
h. pemulihan fungsi ruang dapat dilakukan melalui :
1. menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi
bagian-bagian yang harus dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;
2. pejabat yang berwenang melakukan penertiban pelanggaran
pemanfaatan ruang menerbitkan surat pemberitahuan perintah pemulihan fungsi
ruang;
3. apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang
disampaikan, pejabat yang berwenang melakukan penertiban mengeluarkan surat
keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang;
4. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban,
memberitahukan kepada pelanggar mengenai pengenaan sanksi pemulihan fungsi
ruang yang harus dilaksanakan pelanggar dalam jangka waktu tertentu;
5. pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban
melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang;
6. apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar
belum melaksanakan pemulihan fungsi ruang, pejabat yang bertanggung jawab
melakukan tindakan penertiban dapat melakukan tindakan paksa untuk melakukan
pemulihan fungsi ruang; dan
7. apabila pelanggar pada saat itu dinilai tidak mampu
membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang, pemerintah dapat mengajukan
penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh pemerintah atas beban
pelanggar di kemudian hari.
i. denda
administratif dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan
pengenaan sanksi administratif.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 109
(1) Setiap
orang yang melanggar ketentuan Pasal 100 huruf a dan huruf b, yang
mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
123
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, dipidana
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Jika
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang,
dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
penataan ruang.
Pasal 110
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 100 huruf b,
yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat
yang berwenang, dipidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku
dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Jika
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang,
pelaku dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 111
Setiap orang
yang melanggar ketentuan Pasal 100 huruf c dan huruf d, yang tidak mematuhi
ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang dan tidak
memberikan akses terhadap kawasan yang dinyatakan sebagai milik umum, dipidana
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 112
(1) Dalam hal
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109, Pasal 110 dan Pasal 111,
dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap
pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana
denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan
status badan hukum.
Pasal 113
(1) Setiap pejabat Pemerintah Daerah yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) yang menerbitkan izin tidak sesuai
dengan rencana tata ruang, dipidana sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Selain
sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana
tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.
Pasal 114
(1) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109, Pasal 110 dan Pasal 111, dapat menuntut
ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.
(2) Tuntutan
ganti kerugian secara pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan hukum acara pidana.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 115
(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun
yaitu tahun 2011 – 2031 dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun;
(2) Dalam
kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala
besar dan/atau perubahan batas teretorial provinsi yang di tetapkan dengan
peraturan perundang-undangan, RTRW Kabupaten dapat ditinjau kembali lebih dari
1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan
kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila terjadi
perubahan kebijaan nasional dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang
kabupaten dan/atau dinamika internal kabupaten.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 116
(1) Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua
peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan
Peraturan Daerah ini.
(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah
sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa
berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak
sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin
tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan
ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan
penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; dan
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan
Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap
kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan
penggantian yang layak.
c. pemanfaatan ruang di Kabupaten yang diselenggarakan tanpa
izin dan bertentangan dengan ketentuan Peraturan daerah ini, akan ditertibkan
dan disesuaikan dengan Peraturan daerah ini; dan
d. pemanfaatan
ruang yang sesuai dengan ketentuan Peratutan daerah ini, agar dipercepat untuk
mendapatkan izin yang diperlukan.
(3) Prioritas penyusunan rencana tata ruang berikutnya
meliputi:
a. Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Banyumas meliputi:
1. perkotaan Purwokerto;
2. perkotaan Banyumas;
3. perkotaan Ajibarang;
4. perkotaan Sokaraja; dan
5. perkotaan Wangon.
b. Rencana
Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten Banyumas.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 117
Pada saat
Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 18
Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyumas Tahun 2005 –
2015 (Lembaran Daerah Kabupaten Banyumas Tahun 2005 Nomor 10 Seri E) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 118
Peraturan
Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Banyumas.
Ditetapkan di
Purwokerto
pada tanggal
…………………..
BUPATI BANYUMAS,
MARDJOKO
Diundangkan di Purwokerto
pada tanggal
....................................
Plt. SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN BANYUMAS
Ir. MAYANGKORO
Pembina Utama Muda
NIP. 19570516 198903 1 005
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS
TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E 127
Tidak ada komentar:
Posting Komentar