Tim Ekspedisi Serayu 2015 menemukan sejumlah benda yang diduga merupakan kapak batu di Desa Papringan, Kecamatan Banyumas, Jawa Tengah. Kapak itu ditemukan di lokasi yang jaraknya tak sampai 200 meter dari bibir Sungai Serayu.
Tim yang dipimpin oleh Heni Purwono dan beranggotakan Dhian, Nono, dan Gatot serta didampingi dosen sejarah Universitas Muhammadiyah Purwokerto Prof Sugeng Priyadi menganggap temuan itu sebagai fakta yang menguatkan Serayu sebagai pusat peradaban.
Sugeng mengatakan kapak batu itu bisa saja berasal dari zaman Neolitikum. "Melihat halusnya permukaan kampak, dapat dipastikan ini peninggalan zaman Neolithikum," kata Sugeng, Rabu, 19 Agustus 2015.
Lokasi penemuan tersebut, ujar Sugeng, juga diperkirakan sebagai pusat peradaban manusia purba lembah Sungai Serayu. "Banyak batu-batu di sekitar situs tidak serupa dengan perkakas kapak batu yang kami temukan. Bisa jadi tempat itu merupakan pasar prasejarah," kata Sugeng.
Pemilik lahan tempat ditemukannya artefak prasejarah tersebut, Timin, 37 tahun, mengatakan sejak 2005 ia menemukan barang-barang seperti itu. "Pernah dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyumas membawa batu-batu yang saya temukan untuk diteliti. Menurut mereka setelah diteliti, artefak tersebut berasal dari 1500 sampai 3000 tahun yang lalu. Sebagian temuan batu itu kini disimpan di Museum Sendangmas," kata Timin.
Ketua Tim Ekspedisi Serayu Bidang Sosial Budaya Heni Purwono mengaku semakin yakin bahwa sejak dulu Sungai Serayu sudah menjadi pusat peradaban dari masa ke masa. "Sejak dari hulu di Dieng hingga di Banyumas, kami menemukan fakta bahwa tidak jauh dari aliran Serayu selalu kami temukan artefak dari berbagai zaman,” kata dia.
Dia mengatakan di daerah Wonosobo dan Purbalingga banyak ditemukan artefak zaman Hindu. Sementara di Banjarnegara ada beberapa artefak zaman Megalitikum. “Namun yang paling mengejutkan ya di Banyumas ini ada artefak zaman Neolitikum," kata Heni.
Anggota tim ekspedisi lain, Gatot HC, mengatakan sudah banyak artefak yang ditemukan oleh Tim Ekspedisi Serayu 2015. "Semua temuan tim akan kami bukukan dan rencananya akan kami bagikan kepada peserta Kongres Sungai Indonesia. Kami berharap hasil ekspedisi Serayu ini menggugah semua pihak untuk merawat sekaligus menggali kebudayaan asli Sungai Serayu," katanya http://nasional.tempo.co/read/news/2015/08/19/058693238/artefak-neolitikum-ditemukan-di-bibir-sungai-serayu
Tim yang dipimpin oleh Heni Purwono dan beranggotakan Dhian, Nono, dan Gatot serta didampingi dosen sejarah Universitas Muhammadiyah Purwokerto Prof Sugeng Priyadi menganggap temuan itu sebagai fakta yang menguatkan Serayu sebagai pusat peradaban.
Sugeng mengatakan kapak batu itu bisa saja berasal dari zaman Neolitikum. "Melihat halusnya permukaan kampak, dapat dipastikan ini peninggalan zaman Neolithikum," kata Sugeng, Rabu, 19 Agustus 2015.
Lokasi penemuan tersebut, ujar Sugeng, juga diperkirakan sebagai pusat peradaban manusia purba lembah Sungai Serayu. "Banyak batu-batu di sekitar situs tidak serupa dengan perkakas kapak batu yang kami temukan. Bisa jadi tempat itu merupakan pasar prasejarah," kata Sugeng.
Pemilik lahan tempat ditemukannya artefak prasejarah tersebut, Timin, 37 tahun, mengatakan sejak 2005 ia menemukan barang-barang seperti itu. "Pernah dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyumas membawa batu-batu yang saya temukan untuk diteliti. Menurut mereka setelah diteliti, artefak tersebut berasal dari 1500 sampai 3000 tahun yang lalu. Sebagian temuan batu itu kini disimpan di Museum Sendangmas," kata Timin.
Ketua Tim Ekspedisi Serayu Bidang Sosial Budaya Heni Purwono mengaku semakin yakin bahwa sejak dulu Sungai Serayu sudah menjadi pusat peradaban dari masa ke masa. "Sejak dari hulu di Dieng hingga di Banyumas, kami menemukan fakta bahwa tidak jauh dari aliran Serayu selalu kami temukan artefak dari berbagai zaman,” kata dia.
Dia mengatakan di daerah Wonosobo dan Purbalingga banyak ditemukan artefak zaman Hindu. Sementara di Banjarnegara ada beberapa artefak zaman Megalitikum. “Namun yang paling mengejutkan ya di Banyumas ini ada artefak zaman Neolitikum," kata Heni.
Anggota tim ekspedisi lain, Gatot HC, mengatakan sudah banyak artefak yang ditemukan oleh Tim Ekspedisi Serayu 2015. "Semua temuan tim akan kami bukukan dan rencananya akan kami bagikan kepada peserta Kongres Sungai Indonesia. Kami berharap hasil ekspedisi Serayu ini menggugah semua pihak untuk merawat sekaligus menggali kebudayaan asli Sungai Serayu," katanya http://nasional.tempo.co/read/news/2015/08/19/058693238/artefak-neolitikum-ditemukan-di-bibir-sungai-serayu
Banyak ditemukan peninggalan sejarah di Sungai Serayu seperti serpihan candi dan artefak yang sudah tidak terawat. Peninggalan tersebut ditemukan di beberapa titik saat tim ekspedisi Sungai Serayu menelusuri sungai dari Tuk Bima Lukar sampai Muara.
Hal tersebut membuktikan peradaban di sepanjang aliran sungai Serayu sudah sejak zaman Pra Sejarah. Saat berada di wilayah Desa Tanjunganom Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara, Kamis (6/8) lalu, tim ekspedisi menemukan ada batu berbentuk kursi atau dingklik kecil dan sebuah gandrik seperti ulekan sambal yang konon merupakan tempat duduk pertapaan tokoh pewayangan Antawijaya.
“Warga sini mempercayai ini adalah batu tempat duduk Antawijaya yang sedang bertapa. Dulu batu ini sempat hilang dibawa seseorang dari Wonosobo, namun konon karena memiliki batu itu, sekeluarganya menjadi mati. Sehingga batu itu dikembalikan lagi ke Desa Tanjunganom,” kata Heni Purwono, Ketua Tim Ekspedisi Serayu Pengamatan Bidang Sosial Budaya Serayu.
Sementara menurut sejarawan Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Profesor Sugeng Priyadi bahwa temuan berupa batu berbentuk dingklik tersebut diduga merupakan tahta batu zaman megalitikum. “Itu sangat mungkin merupakan pelinggih dari masa prasejarah,” jelasnya.
Jarak lokasi penemuan tersebut dengan sungai Serayu hanya kurang lebih 200 meter di lereng tebing. Artefak masa prasejarah berupa perkakas kapak batu di Desa Papringan Kecamatan Banyumas juga ditemukan di sungai Serayu. “Melihat halusnya permukaan kampak, dapat dipastikan ini peninggalan zaman neolitikum,”tambahnya.
Menurutnya, perkakas kapak batu yang ditemukan, Sugeng memperkirakan bahwa di tempat yang letaknya tak lebih dari 200 meter dari sungai Serayu tersebut, merupakan pusat peradaban manusia purba lembah sungai Serayu. “Melihat batu-batu di sekitar situs tidak serupa dengan perkakas kapak batu yang kami temukan, bisa jadi di tempat itu merupakan pasar prasejarah,” ujarnya Sugeng.
Selain itu, di lereng Dusun Dadapan, Desa Siti Harjo Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo, terdapat tempat yang diduga merupakan bengkel kerja dibuatnya candi Dieng karena ditemukan beberapa arca, dan bagian candi yang bentuknya tidak utuh.
“Ada juga arca berbadan singa berkepala manusia, kemuncak, talang, serta arca berbentuk orang duduk setinggi setengah meter, hal tersebut menandakan bahwa sejak dulu peradaban di sepanjang sungai Serayu sudah ada,”katanya.
Selain itu, sekitar 3 kilometer ke bawah dari situs yang ada di Dusun Dadapan, tim Ekspedisi Serayu juga menemukan batu-batu berbentuk persegi yang jumlahnya kurang lebih empat batu. Dijelaskan bahwa bentuk keempat batu tersebut berbentuk persegi dan diduga terdapat campur tangan manusia. Para sejarawan mengakui bahwa aliran sungai Serayu banyak reruntuhan candi. Namun, mereka belum dapat memastikan umur dan kepastian batu tersebut merupakan reruntuhan candi atau bukan.
Hasil temuan ekspedisi Sungai Serayu 2015 tersebut diduga dibuat pada jaman Mataram kuno. Beberapa peninggalan sejarah yang ditemukan seperti lingga yoni perlu dikaji ulang untuk membuktikan hipotesis. Idrus Amanullah, Koordinator Tim Ekspedisi menambahkan, sebagian besar hasil temuan dalam keaadaan kurang terawat. “Seperti Situs lingga yoni di Purbalingga yang dipenuhi sampah, dan pagar pengamannya rusak dan situs di Wonosobo yang dijadikan lahan pertanian,”tambahnya. Untuk itu, tim ekspedisi merekomendasikan agar ada penelitian lebih lanjut yang melibatkan ahli purbakala dan situs-situs yang ditemukan. “Tujuannya agar peninggalan sejarah tersebut bisa dirawat agar tidak rusak atau hilang,”jelasnya.
Salah satu anak kali Serayu yaitu kali Klawing juga banyak ditemukan artefak. Ini menandai bahwa Pusat Peradaban ini sepanjang Jalur Gunung Slamet - Kali Serayu (termasuk anak kali) hingga Muara di Pantai selatan.
Di sungai ini banyak ditemukan situs yang diperkirakan peninggalan masa Neolitikum sekitar 1.000-6.000 tahun lalu. Pada bagian hilir diperkirakan lebih tua lagi, yakni masa Palaeolitikum atau sekitar 6.000-60.000 tahun lalu.
Selain benda-benda arkeologis, di sepanjang aliran sungai-sungai itu juga banyak ditemukan benda-benda geologi berupa batu-batu mulia, seperti Heliotrope (matahari berputar) yang disebut "Pierre du sang du Christ"
Sejumlah situs artefak peninggalan jaman batu itu kini mulai rusak. Bahkan, sebagian batu-batu artefak itu hilang diambil pencari batu. Salah satunya adalah Situs Trondol Kulon yang berada di Desa Limbasari, Kecamatan Bobotsari, Purbalingga. Ada ratusan batuan peninggalan zaman batu yang hilang di situs itu.
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/592298-artefak-neolitikum-dijarah-pencari-akik
PROFIL KALI SERAYU
View Kali Serayu dari sisi Rawalo , timur Bendung Gerak Serayu
Salah satu sumber Kali Serayu Luk Bima
Kali Serayu atau Sungai Serayu (dulu juga disebut Ci Serayu) adalah salah satu sungai di Jawa Tengah. Membentang sekitar 181 km, sungai ini melintasi lima kabupaten yakni Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banyumas, hingga bermuara di Samudra Hindia di wilayah Kabupaten Cilacap.
Hulu sungai ini berada di lereng Gunung Prahu di wilayah Dieng, Wonosobo. Mata airnya dikenal sebagai Tuk Bima Lukar (mata air Bima Lukar). Memiliki banyak anak sungai, total daerah aliran sungai Serayu mencapai luas 4.375 km². Mengalir kurang lebih ke arah barat-barat daya, di sisi selatan aliran ini dibatasi oleh deretan perbukitan yang dinamai Pegunungan Serayu.
Selain Kali Serayu yang berhulu di G. Prahu dan G. Sindoro, beberapa anak sungainya di antaranya Kali Begaluh dari lereng G. Sumbing; Kali Tulis dari G. Prahu; Kali Merawu dari G. Prahu; Kali Klawing yang anak-anak sungainya kebanyakan berhulu di G. Slamet, G. Walirang dan G. Jaran; Kali Pekacangan (anak Kali Klawing) dari G. Rogojembangan; Kali Sapi yang berhulu di Pegunungan Serayu; Kali Banjaran, Kali Logawa, Kali Tenggulun, Kali Kawung, serta Kali Tajum, yang semuanya berhulu di G. Slamet .
Kali Serayu mempunyai debit air yang cukup besar. Di bagian hulu di wilayah Banjarnegara, sungai ini memiliki debit 656 m³/detik. Dengan bertambahnya air yang masuk dari anak-anak sungainya, di bagian hilir debit ini meningkat menjadi sebesar 2.866 m³/det dan 2.797 m³/det, berturut-turut di Banyumas dan Rawalo.( Wikipedia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar