Marak Pencurian Anggrek di Hutan Lereng Slamet
BANYUMAS, suaramerdeka.com - Pencurian berbagai jenis tanaman anggrek dan penjalin cacing di wilayah hutan lereng Gunung Slamet belakangan ini marak. Pencurinya secara berkelompok dan kebanyakan dari Jawa Barat. Informasinya, saat ini jenis tanaman hias ini di daerah tersebut sedang banyak diminati atau diburu pembeli dan sebagian ada yang di ekspor ke luar negeri.
Komandan Jagabaya Tourism Independent Security Baturraden, Warjito mengungkapkan, dalam waktu sebulan terakhir ini saja, pihaknya berhasil menangkap tiga kelompok berbeda. Mereka berasal dari kelompok Garut, kelompok Bandung dan kelompok gabungan, Tasikmalaya-Bandung. “Jumlah yang mereka ambil tidak tanggung-tanggung, sampai ada yang kepergok membawa tiga karung dan setelah kita serahkan ke pihak Kebun Raya Baturraden, isinya jenis tanaman anggrek dan penjalin cacing,” kata dia, Rabu (20/4).
Menurutnya, saat diinterograsi mereka mengaku tanaman anggrek dari hutan Baturraden yang jumlahnya lebih dari 100 varietas dan penjalin cacing sengaja untuk dijual kembali. Termasuk ada yang menampung untuk di ekspor ke Jepang. Jenis anggrek yang diambil ditanam di tanah dan jenis kantong semar. Sedangkan yang menempel, mereka harus membawa alat bantu seperti pakis. “Kalau di Baturraden jenis anggrak dijual sekitar Rp 20.000-Rp 25.000 per pohon, di Bandung katanya sampai Rp 100.000-Rp 200.000. Untuk penjalin cacing di Baturraden sekitar Rp 100.000-Rp 200.000, di sana sampai Rp 1 juta.”
Dia mengatakan, jalur untuk masuk hutan yang sulit dipantau terutama ke arah Pancuaran Tujuh lewat Kalipagu. Sedangkan dari arah lokawisata Baturraden, kawasan pengelolaan Palawi maupun Kebun Raya relatif bisa terpantau leh pasukan pengamanan swakarsa masyarakat ini, bersama mandor dan polisi hutan. Namun karena keterbatasan personel dan luasnnya kawasan hutan di lereng Gunung Slamet, lalu lintas para pencuri tidak bisa diawasi semua. Bahkan diakui, sebagian ada yang bekerjasama dengan penduduk lokal, dengan modus berperan sebagai pencari rumput.
Warjito mengatakan, selian dua jenis tanaman tersebut, beberapa waktu lalu, pihaknya bersama kelompok pecinta alam Radenpala, juga pernah memergoki pencuri lumut angin di hutan alam bagian atas. “Kalau yang ini cara mengambilnya lebih parah karena harus menebang pohonnya dan ini kan merusak kelestarian alam. Ini juga dari orang-orang luar kota. Setelah kita pergoki, tidak muncul lagi, namun belakangan yang muncul para pengambil angrek dan penjalin cacing,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar