Tindak Pelanggar GSS
PURWOKERTO – Pelanggaran garis sempadan sungai (GSS) hingga saat ini
masih belum tertangani dengan baik. Padahal dampak pelanggaran GSS cukup
banyak, mulai dari banjir hingga longsor. Oleh karena itu perlu
penanganan secara bertahap yang dilakukan seluruh elemen yang ada, baik
pemerintah maupun masyarakat.
Kasi Perencanaan OP BBWSSO Jogjakarta Mohammad Alboneh mengatakan, untuk pengelolaan sungai yang berkaitan dengan GSS, diperlukan koordinasi secara vertikal maupun horisontal. Dijelaskan, koordinasi secara vertikal yaitu antara masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus memiliki visi yang sama untuk menertibkan segala bentuk pelanggaran yang mengancam kondisi sungai, seperti pelanggaran GSS.
“Sedangkan koordinasi horisontalnya, antara masyarakat yang satu dengan yang lain, terutama masyarakat yang hidup di sepanjang aliran sungai,” jelasnya disela-sela Sosialisasi Permen PUPR RI Nomor 28/RPT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai Garis Sempadan Danau.
Saat ini berdasarkan aturan, kewenangan sungai menjadi tanggung jawab dari Pemerintah Pusat. Namun pemerintah pusat memerlukan bantuan dari pemerintah daerah sebagai kepanjangan tangan dari kewenangannya. Alboneh menjelaskan, hingga saat ini pemerintah tidak bisa menyelesaikan permasalahan sungai sendiri, sehingga membutuhkan peran serta masyarakat dalam mengelola sungai.
“Pengelolaan sungai kini ditangani pusat, dan harus ada izin dari BBWSSO bila ada kegiatan seperti penambangan di sungai. Peran masyarakat bisa melaporkan langsung bila tahu ada kegiatan yang tidak memiliki izin di sepanjang aliran sungai. Itu akan langsung kita tindak,” katanya.
Dia menjelaskan, nanti diperlukan MoU untuk penanganan permasalahan sungai, baik pelanggaran GSS maupun permasalahan lain seperti pendangkalan sungai akibat sampah. “Masyarakat juga harus digerakkan secara mandiri, sehingga bisa bertindak dan mengelola sungai tanpa harus menunggu anggaran dari pemerintah,” tegasnya.
Sekretaris Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (SDABM) Kabupaten Banyumas Ariono menjelaskan, hingga saat ini Banyumas sudah memiliki Forum Masyarakat Peduli Air Sungai yang dilaunching beberapa waktu lalu. Namun untuk gerakannya, masih mengekor pada pemerintah. Harapannya dengan adanya sosialisasi ini dapat dibentuk suatu komunitas sungai yang berbadan hukum, sehingga bisa langsung bertindak tanpa harus menunggu pemerintah.
“Itu juga sudah kita koordinasikan dengan BBWSSO Jogjakarta, untuk pembentukan komunitas Sungai Kranji dan Sungai Banjaran. Mudah-mudahan bisa lebih menyadarkan masyarakat untuk menjaga kelestarian sungai,” tegasnya.
Sementara itu, terkait pelanggaran GSS yang ada di Purwokerto, Kepala Dinas SDABM Kabupaten Banyumas Irawadi sebelumnya menjelaskan, pihaknya masih menunggu respon dari para pemilik bangunan terutama pasca dikirimkan surat teguran tertulis kepada masing-masing pemilik bangunan. Selain itu juga menunggu komplain dari pihak yang bersangkutan, khususnya jika pemilik bangunan memiliki hak berupa izin.
“Namun hingga kini belum ada komplain. Kalau tidak ada komplain, berarti pemilik bangunan mengakui kesalahannya terhadap pelanggaran GSS tersebut. Setelah itu baru nanti kita laporkan ke bupati untuk ditindaklanjuti,” jelasnya.
Dijelaskan, pihaknya juga masih melakukan sosialisasi dan teguran terhadap bangunan-bangunan yang melanggar GSS, seperti memberikan surat peringatan. Dari surat tersebut beberapa pemilik sudah menindaklanjutinya dengan membongkar bangunannya yang melanggar GSS secara mandiri. Namun ada yang belum membongkar sendiri, meski sudah diperingatkan sebanyak 3 kali.
Irawadi menjelaskan, pihaknya masih belum bisa melakukan eksekusi karena harus melibatkan berbagai pihak. Oleh karena itu, hingga saat ini pihaknya juga masih menunggu untuk melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak.
Kasi Perencanaan OP BBWSSO Jogjakarta Mohammad Alboneh mengatakan, untuk pengelolaan sungai yang berkaitan dengan GSS, diperlukan koordinasi secara vertikal maupun horisontal. Dijelaskan, koordinasi secara vertikal yaitu antara masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus memiliki visi yang sama untuk menertibkan segala bentuk pelanggaran yang mengancam kondisi sungai, seperti pelanggaran GSS.
“Sedangkan koordinasi horisontalnya, antara masyarakat yang satu dengan yang lain, terutama masyarakat yang hidup di sepanjang aliran sungai,” jelasnya disela-sela Sosialisasi Permen PUPR RI Nomor 28/RPT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai Garis Sempadan Danau.
Saat ini berdasarkan aturan, kewenangan sungai menjadi tanggung jawab dari Pemerintah Pusat. Namun pemerintah pusat memerlukan bantuan dari pemerintah daerah sebagai kepanjangan tangan dari kewenangannya. Alboneh menjelaskan, hingga saat ini pemerintah tidak bisa menyelesaikan permasalahan sungai sendiri, sehingga membutuhkan peran serta masyarakat dalam mengelola sungai.
“Pengelolaan sungai kini ditangani pusat, dan harus ada izin dari BBWSSO bila ada kegiatan seperti penambangan di sungai. Peran masyarakat bisa melaporkan langsung bila tahu ada kegiatan yang tidak memiliki izin di sepanjang aliran sungai. Itu akan langsung kita tindak,” katanya.
Dia menjelaskan, nanti diperlukan MoU untuk penanganan permasalahan sungai, baik pelanggaran GSS maupun permasalahan lain seperti pendangkalan sungai akibat sampah. “Masyarakat juga harus digerakkan secara mandiri, sehingga bisa bertindak dan mengelola sungai tanpa harus menunggu anggaran dari pemerintah,” tegasnya.
Sekretaris Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (SDABM) Kabupaten Banyumas Ariono menjelaskan, hingga saat ini Banyumas sudah memiliki Forum Masyarakat Peduli Air Sungai yang dilaunching beberapa waktu lalu. Namun untuk gerakannya, masih mengekor pada pemerintah. Harapannya dengan adanya sosialisasi ini dapat dibentuk suatu komunitas sungai yang berbadan hukum, sehingga bisa langsung bertindak tanpa harus menunggu pemerintah.
“Itu juga sudah kita koordinasikan dengan BBWSSO Jogjakarta, untuk pembentukan komunitas Sungai Kranji dan Sungai Banjaran. Mudah-mudahan bisa lebih menyadarkan masyarakat untuk menjaga kelestarian sungai,” tegasnya.
Sementara itu, terkait pelanggaran GSS yang ada di Purwokerto, Kepala Dinas SDABM Kabupaten Banyumas Irawadi sebelumnya menjelaskan, pihaknya masih menunggu respon dari para pemilik bangunan terutama pasca dikirimkan surat teguran tertulis kepada masing-masing pemilik bangunan. Selain itu juga menunggu komplain dari pihak yang bersangkutan, khususnya jika pemilik bangunan memiliki hak berupa izin.
“Namun hingga kini belum ada komplain. Kalau tidak ada komplain, berarti pemilik bangunan mengakui kesalahannya terhadap pelanggaran GSS tersebut. Setelah itu baru nanti kita laporkan ke bupati untuk ditindaklanjuti,” jelasnya.
Dijelaskan, pihaknya juga masih melakukan sosialisasi dan teguran terhadap bangunan-bangunan yang melanggar GSS, seperti memberikan surat peringatan. Dari surat tersebut beberapa pemilik sudah menindaklanjutinya dengan membongkar bangunannya yang melanggar GSS secara mandiri. Namun ada yang belum membongkar sendiri, meski sudah diperingatkan sebanyak 3 kali.
Irawadi menjelaskan, pihaknya masih belum bisa melakukan eksekusi karena harus melibatkan berbagai pihak. Oleh karena itu, hingga saat ini pihaknya juga masih menunggu untuk melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak.
Radar Banyumas 10 October 2015
Kabid Sungai dan Air Baku Dinas SDABM Banyumas Achmad Setiawan mengatakan, penertiban bangunan yang melanggar GSS di wilayah perkotaan tetap akan direncanakan. Namun saat ini upaya penertiban yang dilakukan masih bersifat administrasi, berupa surat teguran.
“Penertiban nantinya akan dilakukan secara bertahap. Berdasarkan teguran-teguran yang sudah dikirim ke masing-masing pemilik bangunan,” katanya.
Untuk prioritas penertiban, lanjutnya, akan didahulukan pada beberapa bangunan yang sebelumnya sudah dibuatkan nota dinas. Termasuk bangunan-bangunan yang sudah mendapat surat peringatan sampai tiga kali.
Dari data yang ada di Dinas SDABM, sampai saat ini ada ratusan bangunan yang melanggar GSS, baik di dalam kota maupun di daerah. Dari jumlah tersebut, 99 lokasi bangunan di antaranya sudah mendapat teguran, yaitu 45 lokasi di dalam kota dan 54 lokasi tersebar di sejumlah wilayah di Banyumas.
“Dari jumlah itu, empat lokasi bangunan sudah dibuatkan nota dinas, dan tiga diantaranya akan menyusul. Lalu delapan lokasi sudah melakukan pembongkaran sendiri,” katanya.
Achmad menjelaskan, saat ini aturan GSS tertuang dalam Permen PUPR Nomor 28 Tahun 2015 tentang Garis Sempadan Sungai. Terkait hal itu, pihaknya masih melakukan sosialisasi kepada sejumlah warga yang berada di sepanjang aliran sungai. “Diharapkan masyarakat dapat melakukan pembongkaran sendiri,” jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas SDABM Kabupaten Banyumas Irawadi menjelaskan, masih menunggu respon dari para pemilik bangunan. Terutama pasca dikirimkan surat teguran tertulis kepada masing-masing pemilik bangunan. Selain itu pihaknya juga menunggu komplain dari pihak yang bersangkutan, khususnya jika pemilik bangunan memiliki hak berupa izin.
Dijelaskan, pihaknya masih melakukan sosialisasi dan teguran terhadap bangunan-bangunan yang melanggar GSS, seperti memberikan surat peringatan. Dari surat tersebut beberapa pemilik sudah menindaklanjutinya dengan membongkar bangunannya yang melanggar GSS secara mandiri. Namun beberapa masih belum membongkar sendiri, meski sudah diperingatkan sebanyak tiga kali.
7 December 2015
http://www.radarbanyumas.co.id/pener...tas-teguran-2/
Pemkab Banyumas akan kembali melakukan penertiban bangunan yang melanggar garis sempadan sungai (GSS). Saat ini pemkab melalui Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (SDABM) masih menyiapkan surat teguran dan nota dinas, yang ditujukan bangunan-bangunan yang melanggar GSS.
Kepala Dinas SDABM Kabupaten Banyumas Irawadi mengatakan, akan berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO). Pasalnya, saat ini wilayah sungai sudah menjadi kewenangan pemerintahan pusat.
“Kita akan koordinasikan terlebih dahulu, karena belum ada pendelegasian kewenangan,” ujarnya.
Dijelaskan, untuk penindakan terhadap bangunan pelanggar GSS, Dinas SDABM sudah melakukan upaya dengan memberikan teguran tertulis, baik bangunan yang ada di wilayah kota maupun wilayah pinggiran.
“Surat teguran sudah dikirim kepada pemilik bangunan yang melanggar GSS. Bahkan sudah ada yang sampai tiga kali. Kalau belum ditertibkan secara mandiri, maka nanti akan dibuatkan nota dinas untuk ditindaklanjuti,” katanya.
Dia mengatakan, penindakan akan dilakukan dengan melihat tingkat urgensi pelanggaran terhadap normalisai saluran atau sungai. Bila bangunan menyebabkan saluran atau sungai terganggu alirannya dan berakibat aliran sungai meluap, maka hal itu yang akan diprioritaskan untuk ditindak sesuai peraturan.
Seperti diketahui, pada akhir tahun 2015 lalu, Dinas SDABM bersama beberapa instansi juga sudah melakukan tindakan penertiban terhadap bangunan pelanggar GSS. Sekitar 52 bangunan yang ada di sekitar RSUD Banyumas dirobohkan, karena melanggar GSS dan tidak mengindahkan surat teguran yang dilayangkan. Bahkan sebagian bangunan berdiri di atas saluran.
Berdasarkan inventarisasi yang dilakukan SDABM tahun lalu, setidaknya ada 126 bangunan yang melanggar GSS dan semuanya merupakan bangunan lama.
Penertiban Tunggu Pendataan
24 February 2016 |RADARMAS Purwokerto
Bangunan Melanggar GSS
PURWOKERTO – Meski sudah banyak bangunan yang melanggar garis sempadan sungai (GSS), sampai saat ini Pemkab Banyumas belum melakukan penertiban. Khususnya yang berada di wilayah Perkotaan Purwokerto.
Pemkab Banyumas melalui Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (SDABM) masih berupaya menyiapkan surat teguran dan nota dinas, yang ditujukan bagi bangunan yang melanggar GSS.
Kabid Sungai dan Air Baku Dinas SDABM Kabupaten Banyumas Achmad Setiawan mengatakan, sampai saat ini masih melakukan pendataan bangunan di masing-masing UPT. “Kita masih menunggu hasil pendataan. Nanti dari data itu akan kita buat surat teguran dan nota dinasnya,” katanya.
Dia berharap pendataan yang dilakukan bisa selesai secepatnya. Sehingga bangunan yang melanggar GSS sudah bisa ditertibkan.
Sebelumnya, Kepala Dinas SDABM Banyumas Irawadi mengatakan, akan berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO). Pasalnya, saat ini wilayah sungai sudah menjadi kewenangan pemerintahan pusat.
“Kita akan koordinasikan terlebih dahulu, karena belum ada pendelegasian kewenangan,” ujarnya.
Dijelaskan, untuk penindakan terhadap bangunan pelanggar GSS, Dinas SDABM sudah melakukan upaya dengan memberikan teguran tertulis, baik bangunan yang ada di wilayah kota maupun wilayah pinggiran.
Dia mengatakan, penindakan akan dilakukan dengan melihat tingkat urgensi pelanggaran, terhadap normalisai saluran atau sungai. Bila bangunan menyebabkan saluran atau sungai terganggu alirannya, dan berakibat aliran sungai meluap, maka hal itu yang akan diprioritaskan untuk ditindak sesuai peraturan yang ada.
Penertiban Masih Sebatas Teguran
Meski sudah mengirimkan surat teguran kepada para pemilik bangunan yang melanggar garis sempadan sungai (GSS), sampai saat ini belum ada tindakan penertiban dari Pemkab Banyumas . Khususnya untuk wilayah perkotaan. Padahal saat ini jumlah bangunan yang melanggar GSS di wilayah perkotaan sudah mencapai puluhan.
Kabid Sungai dan Air Baku Dinas SDABM Banyumas Achmad Setiawan mengatakan, penertiban bangunan yang melanggar GSS di wilayah perkotaan tetap akan direncanakan. Namun saat ini upaya penertiban yang dilakukan masih bersifat administrasi, berupa surat teguran.
“Penertiban nantinya akan dilakukan secara bertahap. Berdasarkan teguran-teguran yang sudah dikirim ke masing-masing pemilik bangunan,” katanya.
Untuk prioritas penertiban, lanjutnya, akan didahulukan pada beberapa bangunan yang sebelumnya sudah dibuatkan nota dinas. Termasuk bangunan-bangunan yang sudah mendapat surat peringatan sampai tiga kali.
Dari data yang ada di Dinas SDABM, sampai saat ini ada ratusan bangunan yang melanggar GSS, baik di dalam kota maupun di daerah. Dari jumlah tersebut, 99 lokasi bangunan di antaranya sudah mendapat teguran, yaitu 45 lokasi di dalam kota dan 54 lokasi tersebar di sejumlah wilayah di Banyumas.
“Dari jumlah itu, empat lokasi bangunan sudah dibuatkan nota dinas, dan tiga diantaranya akan menyusul. Lalu delapan lokasi sudah melakukan pembongkaran sendiri,” katanya.
Achmad menjelaskan, saat ini aturan GSS tertuang dalam Permen PUPR Nomor 28 Tahun 2015 tentang Garis Sempadan Sungai. Terkait hal itu, pihaknya masih melakukan sosialisasi kepada sejumlah warga yang berada di sepanjang aliran sungai. “Diharapkan masyarakat dapat melakukan pembongkaran sendiri,” jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas SDABM Kabupaten Banyumas Irawadi menjelaskan, masih menunggu respon dari para pemilik bangunan. Terutama pasca dikirimkan surat teguran tertulis kepada masing-masing pemilik bangunan. Selain itu pihaknya juga menunggu komplain dari pihak yang bersangkutan, khususnya jika pemilik bangunan memiliki hak berupa izin.
Dijelaskan, pihaknya masih melakukan sosialisasi dan teguran terhadap bangunan-bangunan yang melanggar GSS, seperti memberikan surat peringatan. Dari surat tersebut beberapa pemilik sudah menindaklanjutinya dengan membongkar bangunannya yang melanggar GSS secara mandiri. Namun beberapa masih belum membongkar sendiri, meski sudah diperingatkan sebanyak tiga kali.
7 December 2015
http://www.radarbanyumas.co.id/pener...tas-teguran-2/
Teguran Dinas Diabaikan
16 January 2016, Radar PurwokertoPemkab Banyumas akan kembali melakukan penertiban bangunan yang melanggar garis sempadan sungai (GSS). Saat ini pemkab melalui Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (SDABM) masih menyiapkan surat teguran dan nota dinas, yang ditujukan bangunan-bangunan yang melanggar GSS.
Kepala Dinas SDABM Kabupaten Banyumas Irawadi mengatakan, akan berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO). Pasalnya, saat ini wilayah sungai sudah menjadi kewenangan pemerintahan pusat.
“Kita akan koordinasikan terlebih dahulu, karena belum ada pendelegasian kewenangan,” ujarnya.
Dijelaskan, untuk penindakan terhadap bangunan pelanggar GSS, Dinas SDABM sudah melakukan upaya dengan memberikan teguran tertulis, baik bangunan yang ada di wilayah kota maupun wilayah pinggiran.
“Surat teguran sudah dikirim kepada pemilik bangunan yang melanggar GSS. Bahkan sudah ada yang sampai tiga kali. Kalau belum ditertibkan secara mandiri, maka nanti akan dibuatkan nota dinas untuk ditindaklanjuti,” katanya.
Dia mengatakan, penindakan akan dilakukan dengan melihat tingkat urgensi pelanggaran terhadap normalisai saluran atau sungai. Bila bangunan menyebabkan saluran atau sungai terganggu alirannya dan berakibat aliran sungai meluap, maka hal itu yang akan diprioritaskan untuk ditindak sesuai peraturan.
Seperti diketahui, pada akhir tahun 2015 lalu, Dinas SDABM bersama beberapa instansi juga sudah melakukan tindakan penertiban terhadap bangunan pelanggar GSS. Sekitar 52 bangunan yang ada di sekitar RSUD Banyumas dirobohkan, karena melanggar GSS dan tidak mengindahkan surat teguran yang dilayangkan. Bahkan sebagian bangunan berdiri di atas saluran.
Berdasarkan inventarisasi yang dilakukan SDABM tahun lalu, setidaknya ada 126 bangunan yang melanggar GSS dan semuanya merupakan bangunan lama.
Penertiban Tunggu Pendataan
24 February 2016 |RADARMAS Purwokerto
Bangunan Melanggar GSS
PURWOKERTO – Meski sudah banyak bangunan yang melanggar garis sempadan sungai (GSS), sampai saat ini Pemkab Banyumas belum melakukan penertiban. Khususnya yang berada di wilayah Perkotaan Purwokerto.
Pemkab Banyumas melalui Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (SDABM) masih berupaya menyiapkan surat teguran dan nota dinas, yang ditujukan bagi bangunan yang melanggar GSS.
Kabid Sungai dan Air Baku Dinas SDABM Kabupaten Banyumas Achmad Setiawan mengatakan, sampai saat ini masih melakukan pendataan bangunan di masing-masing UPT. “Kita masih menunggu hasil pendataan. Nanti dari data itu akan kita buat surat teguran dan nota dinasnya,” katanya.
Dia berharap pendataan yang dilakukan bisa selesai secepatnya. Sehingga bangunan yang melanggar GSS sudah bisa ditertibkan.
Sebelumnya, Kepala Dinas SDABM Banyumas Irawadi mengatakan, akan berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO). Pasalnya, saat ini wilayah sungai sudah menjadi kewenangan pemerintahan pusat.
“Kita akan koordinasikan terlebih dahulu, karena belum ada pendelegasian kewenangan,” ujarnya.
Dijelaskan, untuk penindakan terhadap bangunan pelanggar GSS, Dinas SDABM sudah melakukan upaya dengan memberikan teguran tertulis, baik bangunan yang ada di wilayah kota maupun wilayah pinggiran.
Dia mengatakan, penindakan akan dilakukan dengan melihat tingkat urgensi pelanggaran, terhadap normalisai saluran atau sungai. Bila bangunan menyebabkan saluran atau sungai terganggu alirannya, dan berakibat aliran sungai meluap, maka hal itu yang akan diprioritaskan untuk ditindak sesuai peraturan yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar