Selamat Kepada Calon Kepala Daerah Banyumas

Rabu, 01 Februari 2017

update info Pengelolaan Bisnis Kebondalem

Kewajban Denda Mulai Dibayar Rp 10,5 Miliar



Pemkab Banyumas mulai melaksanakan kewajiban denda hasil putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pengelolaan kawasan bisnis Kebondalem dengan PT Graha Cipta Guna (GCG) Purwokerto. Kewajiban denda dan uang paksa (duamsong) yang diambilkan dari APBD, untuk tahap pertama sebesar Rp 10,5 miliar. Hal ini menindaklanjuti salah satu amar putusan MA No 530 PK/PDT/2011 tanggal 2 Februari 2011.

Kepala Bagian Hukum Setda Banyumas, Faturrohman bersama Kasubag Bantuan Hukum Adi Prasetyo menjelaskan, kewajiban membayar denda tahap pertama sudah diselesaikan tanggal 18 Januari lalu, melalui transfer ke PT GCG. Pembayaran tersebut sekaligus untuk pembayaran tahun lalu, yang belum bisa dibayarkan karena sudah tutup tahun anggaran. ”Kesepakatannya untuk bayar denda diangsur bertahap dari APBD sampai tahun 2018.

Tahun 2016 lalu dibayarkan bersama tahun ini karena sudah di akhir tahun anggaran, tapi harus awal tahun ini, dan ini sudah dibayarkan. Kalau untuk 2017 dan 2018, yang penting sampai batas waktu satu tahun anggaran,” terangnya, Selasa (31/1).

Dijelaskan, total uang denda dan paksa yang ditanggung pemkab sekitar Rp 22 miliar. Setelah tahap pertama dibayarkan, sisa kekurangan Rp 11,5 miliar, bakal diangsur lagi dua tahun anggaran berikutnya. Tahun 2017 sekitar Rp 6,5 miliar dan tahun 2018 sekitar Rp 5 miliar.

Belum Dibahas

Menurutnya, setelah putusan MA tersebut dinyatakan inkrah, pemkab sudah menitipkan uang Rp 500 juta melalui panitera Pengadilan Negeri Purwokerto selaku eksekutor putusan MA tersebut. Sehingga total uang yang sudah dibayarkan ke PT GCG sekitar Rp 10,5 miliar.

”Namun waktu itu negoisasinya untuk diangsur belum ada titik temu, sehingga baru tercapai kesepakatan beberapa waktu lalu dan dari pemkab juga didampingi pengacara negara dari kejaksaan,” ujarnya. Terkait perkembangan adendum, Adi menambahkan, sejauh ini belum ada pembahasan lagi dengan PT GCG. Sementara berhenti dulu.

Saat ini, kedua belah pihak masih fokus menyelesaikan pembayaran denda dan pemindahan PKLWira Niaga Kelana dan kini sedang berjalan. Soal bangunan mangkrak nantinya mau seperti apa dan bagaimana model pengelolaan ke depan, diakui, sejuah ini belum dibahas.

Dia menyatakan, dalam amar putusan MA, perjanjian 1986 harus dilanjutkan, sehingga harus dikaji ulang baik dari aspek legalitas dan bisnis. ”Misalnya bangunan mangkrak dulu peruntukannya seperti apa, dan apakah sekarang masih relevan dilaksanakan.

Kalau untuk pemindahan PKL sedang dilaksanakan,” ujarnya. Dia mengaku tidak paham betul, kenapa masalah Kebondalem tidak bisa diselesaikan sejak dulu. Pasalnya, bangunan menjadi mangkrak atau dihentikan pembangunannya 1987, setelah ada PKL masuk di depan bangunan yang dalam perjanjian dibuat empat lantai tersebut.
sumber Suara Merdeka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Info Tentang Blog Banyumas Corner

saya mencoba mendeskripsikan sebuah ungkapan yang berasal dari bahasa populer saat ini yaitu ungkapan Menduniakan Banyumas dan Memb...