Selamat Kepada Calon Kepala Daerah Banyumas

Selasa, 23 Mei 2017

Warga Pandak, Maksimalkan Pekarangan Dengan Menanam Sayuran


Desa Pandak Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas, mempunyai tradisi yang kuat dalam menerapkan budaya menanam. Hal ini terlihat dengan maksimalnya pemanfaatan pekarangan dengan berbagai tanaman. Didesa ini halaman rumah sebagian besar terlihat hijau, dengan tanaman sayuran dan tanaman obat khususnya di RW 3.
Kepala Desa Pandak Rasito Arif mengatakan tradisi menanam sudah mulai dikenalkan kepada masyarakat di desanya sejak tiga tahun lalu, usai dirinya dilantik sebagai Kelapa Desa.
“Tiga tahun lalu pekarangan terlihat kurang bermanfaat, setelah mendapat bimbingan dari Tim penggerak PKK Kabupaten dalam rangka memanfaatkan halaman rumah kami mencoba menerapkannya di masyarakat, hasilnya bisa dilihat sekarang, halaman menjadi hijau oleh tanaman sayuran dan apotik hidup,” kara Rasito Minggu (14/5) saat memantau pekarangan warga.
Rasito menjelaskan tokoh masyarakat dan pemuda khususnya Ibu-Ibu PKK, saling mendukung kegiatan tersebut sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama, menanam menjadi budaya dan bagian masyarakat desa Pandak.
“Namun karena sayuran merupakan tanaman musiman dan usianya pendek, untuk masa panen tidak bisa bersamaan,” tambahnya
Sementara itu Ketua Tim Penggerak PKK Desa Pandak Ny Retno Rasito mengatakan program tersebut selaras dengan program PKK yaitu Halaman asri, indah, teratur dan nyaman (Hatinya PKK).
“Hatinya PKK merupakan salah satu program kerja berjenjang dari PKK Kabupaten hingga ke tingkat desa. Dan hatinya PKK merupakan program dari pokja 3,” katanya.
Menurut Retno program yang dicanangkan oleh Pemerintah Desa yaitu budaya menamam, mendapat respon positif dari warga, dan menjadi pemicu semangat untuk terus menanam.
Mengunakan Pupuk Organik
Retno menambahkan, karena menanam sudah menjadi budaya, saat ini dirinya selalu mengajak masyarakat khususnya Ibu-ibu PKK, agar bisa memanfaatkan sampah untuk dibuat pupuk organik sebagai pupuk untuk tanaman. Menurutnya selain mudah mendapatkannya menggunakan pupuk organik juga akan menyehatkan.
“Bahan baku untuk membuat pupuk organik mudah didapat karena hanya memanfaatkan sampah, kotoran hewan atau air kencing hewan yang dicampur untuk menghasilkan pupuk organik,” tambahnya.
Ny Sobirin warga RT 04 RW 03, mengaku senang mempunyai kesibukan dengan menanam sayuran dan apotik hidup. Selain pekarangan menjadi asri, juga mengurangi kebiasaan buruk “ngrumpi” yang biasa dilakukan ibu-ibu.
“Selain itu bisa menutup kebutuhan sehari-hari mengurangi biaya belanja terutama sayuran,” katanya
sumber HUMAS BANYUMAS : 

Kawanan Kera Rusak Pertanian Warga

Sejak beberapa pekan terakhir, petani di Desa Kemutug Kidul diresahkan dengan munculnya kawanan kera di lahan pertanian. Puluhan kera itu memakan dan merusak lahan pertanian seluas kurang lebih enam hektar.
Kepala Desa Kemutug Kidul, Kardi Daryanto, mengatakan kawanan kera itu memakan hasil pertanian warga seperti padi, pisang, ketela hingga cabai.
Sebagian lahan pertanian juga rusak akibat serangan tersebut. “Kawanan kera itu biasanya datang dan menyerang lahan pertanian milik warga pada siang hari. Kadang-kadang pagi, siang maupun sore. Serangan kera itu sudah terjadi sejak beberapa minggu terakhir ini,” ungkap dia, kemarin.
Dia mengatakan serangan kawanan kera itu tidak hanya terjadi kali ini saja, namun sudah terjadi berulang kali. Kondisi itu membuat para petani mengalami kerugian hingga jutaan rupiah, karena tanaman hasil pertanian banyak yang rusak.
Kawanan kera itu, menurut dia, berasal dari tebing Sungai Lirip yang berada tidak jauh dari area lahan pertanian warga. Kawanan kera itu diduga kehabisan bahan makanan, sehingga turun ke lahan pertanian milik warga.
“Fenomena seperti ini sudah terjadi sejak lama. Kemungkinan kera-kera itu kelaparan sehingga turun ke lahan pertanian. Warga khawatir lama-kelamaan kawanan kera itu ke permukiman warga, karena jarak antara permukiman dengan lahan pertanian tidak terlalu jauh,” ujar dia.
Untuk mengantisipasi kerusakan yang lebih parah, kata dia, para petani kini melakukan penjagaan di lahan pertanian masing-masing.
Petani menggunakan tongkat dan ledakan berbahan karbit agar kawanan kera tidak mendekati lahan pertanian. Salah satu petani, Santawi (60), mengatakan saat rombongan kera datang, petani akan meledakkan karbit yang mengeluarkan suara seperti senjata api.
Cara itu dinilai efektif, karena kawanan kera tidak berani mendekat. “Dari pada merugi, para petani harus melakukan penjagaan secara bergilir untuk mengusir serangan kera tersebut. Serangan kera tersebut sudah berlangsung lama, tapi serangan kera akan menggila ketika stok makanan di tebing Sungai Lirip habis,” kata dia. 
sumber suara merdeka

Sadranan Makan Bersama di Jatilawang

SM/Susanto ANAK-CUCU BERZIARAH : Ratusan anak putu Mbah Selagemiwang, Desa Gunungwetan melaksanakan ziarah menuju Makam Mbah Selagemiwang di Grumbul Kaliduren, Kecamatan Jatilawang, Banyumas. (19)
SM/Susanto
ANAK-CUCU BERZIARAH : Ratusan anak putu Mbah Selagemiwang, Desa Gunungwetan melaksanakan ziarah menuju Makam Mbah Selagemiwang di Grumbul Kaliduren, Kecamatan Jatilawang, Banyumas. (19)

GELARAN slametan memperingati Bulan Sadran jelang Puasa Ramadan masih hingga kemarin masih dilaksanakan oleh masyarakat dan kelompok adat di Kecamatan Jatilawang. Tak hanya di Desa Pekuncen, prosesi ‘perlon unggahan’ juga dilaksanakan di Grumbul Kaliduren, Desa Gunungwetan.
Ratusan warga mengadakan ziarah atau sowan ke makam tokoh yang menjadi kiblat kepercayaan mereka. Prosesi itu diawali sejak Minggu (21/5) sore dengan mengadakan doa bersama yang disebut dengan ‘muji’ yang berlangsung hingga petang di Balai Malang.
Kegiatan unggahan itu dilaksanakan kembali dengan melakukan ‘rikat’ atau bersih-bersih tempat kubur di makam tokoh yang disebut Mbah Selagemiwang.
Jelang waktu asyar tiba, perempuan ‘anak putu’ (pengikut ajaran) Selagumiwang melaksanakan ziarah dengan naik ke pemakaman dengan dimpimpin oleh Juru Kunci Dipawikarta beserta wakilnya Martaji.
Setelah rampung berziarah para anak putu kembali lagi untuk mengadakan sowan dan membantu para tokoh adat setempat. “Setelah rampung ‘nyarik’ dan ‘nyorog’ (menghadap dan membantu juru kunci.
Setelah ini rampung maka diadakan ‘mbabar’ yaitu slametan sekaligus makan bersama,” ujar Tarsudi (70) salah satu anak putu Selagemiwang.
Dipercaya oleh warga setempat, Mbah Selagemiwang merupakan saudara tua dari Mbah Banakeling di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang. Namun jumlah anak putu atau pengikut terbilang lebih sedikit dari anak putu Banakeling yang menyebar hingga wilayah Cilacap.
“Sudah dari dulu kegiatan unggahan di sini juga dilaksanakan. Sebelumnya saya juga ikut unggahan di Desa Pekuncen bersama dengan anak putu lainnya.
Karena ini sudah menjadi keyakinan kami sejak dulu,” kata Arjo (60) warga setempat. Selain di Gunungwetan, anak putu Banakeling di Desa Pekuncen, Senin (22/5) kemarin juga telah melaksanakan tutup ‘perlon unggahan’.
Tutup Perlon Unggahan dilaksanakan dengan melaksanakan ‘rikat’ atau bersih di lokasi tempat pemakaman dan sejumlah tempat lain untuk ritual Unggahan yang dilaksanakan, Kamis-Jumat (18-19/5).
Sementara itu di Grumbul Kalilirip Desa Pekuncen, warga setempat juga melaksanakan upacara sadranan dengan menggelar selamatan di salah satu sudut desa setempat. Mereka melaksanakan doa bersama, bersih makam, ziarah dan makan bersama untuk menyambut datangnya Ramadan. 
sumber suara merdeka

Senin, 22 Mei 2017

Pendirian Joglo dan Museum Budaya Banakeling

Pihak pelestari adat masyarakat Banakeling kini terus mewacanakan dan mengikhtiarkan pendirian rumah joglo dan museum budaya.
Hal ini diupayakan untuk menampung dan memfasilitasi minat warga luar terhadap budaya ‘’anak putu’’ (pengikut) Banakeling di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang. Dikatakan Ketua pelestari adat Banakeling, Sumitro, pihaknya terus berupaya menjalin berbagai kerja sama dan memperluas jaringan khususnya kepada pihak birokrasi dan lainnya untuk bisa mewujudkan harapan tersebut.
Pasalnya seperti diketahui sampai saat ini, banyak pihak datang ke Pekuncen untuk melihat langsung kehidupan pengikut Banakeling. ”Sudah banyak yang datang ke sini untuk meneliti, memotret dan bertanya banyak hal tentang Banakeling.
Mereka antara lain dari kalangan peneliti, akademisi, jurnalis, fotografer, wisatawan dan lainnya,” katanya. Wacana pendirian joglo dan museum itu terus menguat karena sampai saat ini tamu yang datang ke Pekuncen terbilang cukup banyak. Terlebih lagi saat gelaran Perlon Unggah-unggahan yang dilaksanakan, Kamis- Jumat (18-19/5) kemarin.
Ribuan ‘’anak putu’’Banakeling yang datang untuk melakukan ritual ziarah telah menjadi objek menarik untuk dilihat, diteliti, ditulis dan diabadikan. ”Selain para wartawan, ada juga para pehobi foto yang datang. Yang dari luar kota, bahkan sampai mencari penginapan di sini. Makanya mulai dari sekarang berbagai hal terkait dengan jumlah tamu nonpengikut Banakeling ini harus kami pikirkan dan atur,” jelas Sumitro.
Sumitro berharap dengan adanya joglo dan museum ini diharapkan dapat menjadi fasilitas para tamu dari luar untuk bisa mengenal tentang berbagai benda budaya Banakeling. Hal ini penting apalagi sampai dengan saat ini juga telah banyak kajian akademis, tulisan media dan berbagai hal lain yang telah mengulas Banakeling.
Dapat Terjawab
”Bisa dibilang, ketika ada tamu yang datang ke sini, pertanyaannya seputar hal itu-itu saja. Makanya ketika ada museum ini, maka sejumlah pertanyaan dapat terjawab dengan membaca dan melihat museum. Baru setelah belum ada yang dimengerti, bisa ditanyakan kepada kami,” ujarnya. Kepala Desa Pekuncen, Suwarno menyatakan eksistensi masyarakat adat Banakeling adalah kekayaan kearifan lokal yang tak ternilai harganya.
Terkait hal itulah ia juga berharap kepada para tamu yang datang dapat turut menghormati dan menjunjung adat istiadat yang berlaku di lingkungan lokal Desa Pekuncen tersebut. ”Makanya sebagaimana berlaku sejak dulu, setiap tamu yang datang ke lokasi ini dengan berbagai kepentingannya, diwajibkan untuk turut serta dalam kebiasaan dan cara adat warga setempat.
Karena sebagai masyarakat adat, mereka juga punya tata cara, tata tertib untuk menjaga hak-hak mereka,” jelasnya.

Dokumentasi unagah ungahan bonokeling beberapa waktu lalu 
credit to Info Jatilawang






Masyarakat Adat Terus Dorong Keseimbangan Alam

Melalui kearifan ajaran leluhur yang terus terpelihara hingga sekarang ini, masyarakat adat Banakeling, di Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, secara berkelanjutan terus menjaga kondisi alam.
Pantangan menebang dan mengambil pohon besar di area sakral mereka menjadi salah satu contohnya. Ketua Pelestari adat Banakeling, Sumitro mengatakan, melalui berbagai ajaran leluhur yang ada, masyarakat adat terus berusaha menjadi bagian dari alam.
Untuk itulah keseimbangan alam dan memanfaatkan alam secara bijaksana terus dilaksanakan. “Untuk area pemakaman Mbah Banokeling, pantang ada orang menebang atau mengambilnya. Jadi, kalau perlakuan untuk tempat itu adalah merawat, membersihkan dan menjaganya saja,” katanya.
Dijelaskan Sumitro, keseimbangan alam di area sakral termasuk pemakaman dan hutan adat seluas lebih dari 2 hektare itu telah dilaksanakan sejak dulu. Selain wilayah tersebut, warga bisa menaman aneka kayu produksi yang bisa ditebang dan dijual kapan saja di lahan yang lain.
Terlarang
“Jadi, kami menganut pemahaman ada area yang sakral dan terlarang untuk dirambah. Selain itu kami juga mengakui adanya ajaran untuk melaksanakan laku prihatin menahan lapar dan haus melalui ‘ngrakeh’yaitu memakan ubi-ubian selama kurun waktu tertentu.
Ini bisa menjadi upaya mengurangi konsumsi nasi,” jelasnya. Kader Lingkungan Banyumas, Kusno menyatakan, berbagai kearifan lokal hingga sekarang memang masih terus dijaga oleh warga Banyumas. Namun sebagian kearifan lokal lainya sebagian telah terkikis dan hilang dari masyarakat karena perilaku konsumtif masyarakat dalam memanfaatkan hutan.
“Kalau di wilayah Baturagung Baseh, Kedungbanteng juga masih ada pantangan menebang ataupun mengambil kayu yang ada di situs purbakala ini.
Jadi ada kepercayaan jika ada yang mengambil akan akan mendapatkan celaka,” katanya. Selain di Baturagung, di wilayah hutan lindung dekat Curug Gomblang, kepercayaan dan pantangan untuk menebang pohon benda juga masih dilakoni warga setempat. Apalagi sesuai dengan pengamatannya, pohon benda merupakan benda yang bisa menyerap banyak air dari tanah.
“Ini bisa menjadi tanaman konservasi air. Meskipun sering terdengar mistis, namun alangkah lebih baik kita bisa merasionalisasi berbagai mitos dan pantangan yang ada. Apalagi jika mitos ini ternyata punya manfaat untuk menjaga keseimbangan alam,” ujarnya.
sumber suara merdeka

Pagelaran Dramatari Kamandaka

Dalang wayang kulit yang sudah kondang Ki Mantheb Sudarsono siap meramaikan pagelaran dramatari Kamandaka yang digelar pada 15 Juli 2017.
Pementasan kolaborasi sejumlah seniman dan budayawan itu digagas oleh Paguyuban Masyarakat Pariwisata Baturraden (PMPB), di Bukit Bintang Baturraden Banyumas.
Ketua Panitia Sutrisno mengatakan, pekan lalu panitia memastikan kehadiran “dalang oye” ini untuk berperan dalam cerita yang dinukil dari Babad Pasir Luhur tersebut. Ki Mantheb akan bermain bersama pelawak beken Ciblek, kakak beradik Dalang Yakut dan Gandhik.
“Selangkah lagi, kami juga akan memastikan kehadiran Ki Enthus Susmono untuk melengkapi kemeriahan pagelaran ini. Adanya dua dalang beken ini tentu akan mengangkat pentas yang baru pertama digelar ini,” kata dia, kemarin.
Ziarah ke Situs
Dia mengungkapkan, selain menyiapkan pentas, panitia juga berziarah ke sejumlah situs dan peninggalan budaya yang berkaitan dengan sejarah Kamandaka.
Di antaranya Desa Tamansari, Karanggude, situs Watu Sinom, Baturragung, dan lainnya. Sementara untuk latihan digelar di sejumlah tempat seperti Taman Rekreasi Andhang Pangrenan dan Pendapa Si Panji Kabupaten Banyumas.
“Sudah ada empat kali latihan. Tinggal dimatangkan,” tambahnya. Menurut Sutrisno, pelaku seni pertunjukan yang sudah menyatakan untuk bergabung antara lain Sanggar Seni SMK 3 Banyumas, Sanggar Suryakanta, Sanggar Swargaloka, serta gabungan pelaku seni tradisional dan modern.
Selain itu, sejumlah komunitas media sosial Youtubers Banyumas, pegiat senam Zumba, Indonesia Drum and Percussion Purwokerto. Sutradara dramatari ini Muhammad “Bungsu” Ridwan menuturkan, pagelaran tersebut mengambil salah satu dari tiga versi kisah Kamandaka.
Masih bercerita tentang roman antara Dewi Ciptarasa, Kamandaka, dan Prabu Pulebahas. “Kisah Kamandaka yang diangkat dalam pentas ini merupakan versi sejarah Babad Pasir Luhur. Teks tersebut diolah menjadi naskah oleh Satria Setyanugraha,” kata dia.
Bungsu mengatakan, pentas ini sengaja digelar berdekatan dengan libur Lebaran. Tujuannya, agar para pemudik bisa menikmati dan menyaksikan cerita asli daerah asalnya.
sumber suara merdeka

Pemkab Bentuk Tim Khusus Kasus Gula Merah Palsu

Pemkab Banyumas membentuk tim khusus terkait temuan peredaran gula merah palsu di Kecamatan Cilongok yang kasusnya ditangani pihak kepolisian.
Terkait masalah tersebut, Bupati Achmad Husein menyatakan, pihaknya langsung mengambil langkah taktis, di antaranya membentuk tim khusus untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Tim tersebut dibawah koordinasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Bagian Perekonomian setda bersama pihak kecamatan. “Setelah dibentuk, tim segera bekerja menyelesaikan masalah tersebut, supaya kondisi di masyarakat kembali tenang,” katanya, kemarin.
Menurutnya, kasus tersebut dinilai akan merugikan para perajin gula merah asli, sehingga pembentukan tim khusus dinilai langkah tepat agar persoalan tersebut tidak berlarut-larut. Husein menjelaskan, tugas dari tim tersebut, di antaranya memberantas peredaran gula merah palsu yang sudah lama beredar dan meresahkan para perajin dan penderes di wilayah tersebut.
Penyelesaian masalah tersebut semakin cepat, kata bupati, diharapkan para perajin gula merah asli tidak menanggung dampak yang lebih luas dan masyarakat tidak ragu lagi untuk membeli gula di wilayah Cilongok. “Tugas utamanya adalah untuk menetralisir dan mengembalikan kejayaan gula merah,” ujarnya. Bupati menyayakan, penyelesaian masalah tersebut akan ditangani serius.
Jika mendesak, lanjut Husein, ia akan membuat regulasi yang bertujuan untuk mengantisipasi peredaran gula palsu di Banyumas dan melindungi perajin gula merah asli. Atas temuan peredaran gula merah palsu di Cilongok, kalangan DPRD Banyumas mendorong pemkab dan pihak kepolisian segera menyelesaikan.
Pasalnya, komoditas tersebut sudah salah satu produk unggulan Banyumas. Bahkan bila perlu, pemkab segera disiapkan regulasi untuk melindungi penderes dan mengantisipasi peredaran gula palsu di Banyumas. Ketua Fraksi PKS DPRD Banyumas, Setya Ari Nugroho menyatakan, prihatin atas terungkapnya kasus tersebut.
Produksi gula merah palsu, nilai dia, sebenarnya sudah menjadi rahasia umum sejak lama. Hal itu juga pernah disampaikan ke dinas terkait dan berkomunikasi dengan para perajin atau penderes. “Terungkapnya kasus ini harus bisa diambil sisi positifnya bagi masyarakat, yang penting penuntasannya bisa segera dilakukan dan tidak tebang pilih.
Sebab praktik seperti itu sudah sangat banyak. Ini bisa menjadi negatif terhadap citra kualitas produk gula lokal di pasaran lokal maupun nasional, jika kasus temuan itu tidak dituntaskan,” katanya.
sumber suara merdeka

55 Desa Rawan Kekeringan Juni Musim Kemarau

Menjelang musim kemarau, Pemkab Banyumas mulai memetakan wilayah rawan kekeringan.
Dari total 331 desa/kelurahan yang ada di Banyumas, sebanyak 55 desa/kelurahan di 21 kecamatan rawan kekeringan.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas, Prasetyo Budi Widodo, mengatakan berdasarkan prakiraan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), musim kemarau di wilayah Banyumas akan dimulai Juni nanti.
“Menurut prakiraan BMKG, musim kemarau mulai dasarian II pada bulan Juni nanti, antara tanggal 11 Juni sampai 22 Juni.
Musim kemarau di wilayah Banyumas diperkirakan akan berlangsung selama kurang lebih enam bulan,” katanya, kemarin.
Menurut dia Pemkab telah mengantisipasi bencana kekeringan di wilayah itu dengan menyiapkan persediaan air bersih. Pihaknya juga menyiapkan sejumlah armada truk untuk mengirim air bersih ke daeah rawan kekeringan.
“Kami akan meminta bantuan kendaraan truk tangki air bersih ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), karena kami hanya memiliki dua truk tangki. Untuk menghadapi musim kemarau, kami telah menyiapkan persediaan air bersih yang cukup,” ujar dia.
17sm22e17bms-01aKasi Kedaruratan dan Logistik, mengungkapkan pada peralihan musim ini terdapat satu wilayah yang mulai kekerungan air bersih. Namun secara umum ketersediaan air bersih di wilayah rawan kekeringan masih mencukupi.
“Kemarin sudah ada permintaan air bersih dari Desa Nusadadi, Kecamatan Sumpiuh, tapi baru secara lisan, belum resmi. Kami belum mengirim ke sana, nanti akan kami cek dulu di lapangan kondisinya seperti apa,” kata dia.
Tahun ini, kata dia, Pemkab menyiapkan sedikitnya 2000 tangki air bersih, dengan kapasitas masing-masing 4.000 liter dan 5.000 liter. Adapun anggaran yang dialokasikan untuk mencukupi kebutuhan air bersih sebanyak Rp 500 juta.
“Untuk anggaran tidak ada masalah, sudah dialokasikan sebanyak Rp 500 juta. Kalau kebutuhan air bersih melebihi yang kami siapkan, masih ada anggaran belanja tidak terduga yang sewaktu-waktu bisa diambil, masih ada beberapa miliar,” ujar dia.
Dia mengatakan, selain air PDAM, telah menyiapkan dua sumber mata air yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah rawan kekeringan. Sumber mata air itu berada di Pancasan, Ajibarang dan Kali Semak, Purwojati.
“Permintaan air bersih dari desa/kelurahan yang rawan kekeringan biasanya mulai masuk setelah dua bulan sejak awal musim kemarau. Kalau sekarang meski sejak beberapa minggu terkahir tidak turun hujan, namun persediaan sumber air bersih masih mencukupi,” jelas dia.
Dia mengatakan bantuan air bersih juga akan didistribusikan hingga 15 hari setelah datangnya musim hujan. Menurut dia pada awal musim hujan, biasanya sumber air bersih belum dapat digunakan karena masih keruh.
Sementara itu, Camat Sumpiuh, Abdul Kudus, menyatakan beberapa desa/kelurahan di wilayahnya masuk daerah rawan kekeringan. Salah satunya di Desa Nusadadi yang hampir setiap tahun mengalami kekeringan. “Secara umum belum ada permintaan air bersih.
Di Desa Nusadadi pada musim kemarau memang biasanya terjadi kekeringan. Selain bantuan air bersih, alernatif bagi warga yang mampu biasanya beli galon, banyak tumbuh usaha seperti itu di sana, denga harga murah,” kata dia.
Untuk mengantisipasi bencana kekeringan, kata dia, sejak jauh hari pihaknya telah mengakampanyekan pengehematan penggunaan air. Pihaknya juga menggalakkan penghijauan agar pada saat musim kemarau masih ada simpanan air tanah.
“Untuk daerah rawan kekeringan sudah kami kondisikan agar membuat sumur resapan. Menjelang musim kemarau kemarin kami juga bersih-bersih sungai, karena banyak sampah. Kalau bersih, air tersebut bisa jadi alternatif pada saat musim kemarau,” ujar dia.
Perangkat Desa Klinting, Somagede, Minoto Darmo, mengatakan bencana kekeringan yang terjadi beberapa tahun lalu diharapkan tidak terulang tahun ini. Saat ini warga setempat telah memiliki sumur bor sebagai sumber mata air.
“Sementara masih bisa dikondisikan dengan adanya sumur bor, Semoga nantinya bisa berjalan dengan lancar. Dua sumur bor yang telah dibuat saat ini digunakan sekitar 80 Kepala Keluarga (KK),” kata dia.
sumber suara merdeka

Entri yang Diunggulkan

Info Tentang Blog Banyumas Corner

saya mencoba mendeskripsikan sebuah ungkapan yang berasal dari bahasa populer saat ini yaitu ungkapan Menduniakan Banyumas dan Memb...