Selamat Kepada Calon Kepala Daerah Banyumas

Jumat, 12 Mei 2017

Upaya Petani Gula Kelapa Menatap Masa Tua Investasi Lahan dan Optimalisasi Usaha

DAMPINGI PETANI : Ahmad Fauzi Syahad saat melakukan pendampingan dan pelatihan bagi petani di Desa Sikapat Kecamatan Sumbang terkait standar gula organik dan tehnik menyadap nira kualitas organik.

TAK banyak terpikirkan bagaimana menyiapkan hari tua atau saat usia sudah tidak produktif bagi sebagian besar pekerja informal, seperti petani gula kelapa di Banyumas. Umumnya, mereka bekerja sebagai buruh deres atau penderes (pengambil nira kelapa) maupun mengelola kebun milik orang lain dengan sistem bagi hasil.
Dalam situasi seperti itu, jarang yang memiliki perencanaan untuk pesiapan hari tua, seperti lazimnya yang dijalankan pekerja formal baik di pemerintah dan swasta yang ada tunjangan atau pesangon hari tua/pensiunan.
Mengambil hikmah dari kondisi tersebut, Ahmad Fauzi Syahad, pegiat dari Paguyuban Petani Gula Kelapa Banyumas asal Desa Suyalangu Kecamatan Karanglewas, berusaha untuk melakukan berbagai terobosan dan upaya agar para penderes tetap bisa merencanakan masa tuanya. Menurutnya, potensi hasil perkebunan kelapa di Banyumas sangat potensial.
Selain lahan masih memungkinkan untuk pengembangan atau perluasan, iklim juga mendukung. Namun kadang etos kerja dari penderes atau pemilik lahan atau kebun masih banyak menjalankan pola produksi konvensional.
Di sisi lain, kadang soal harga yang tidak menentu, resiko kecelakaan kerja yang masih tinggi dan belum adanya pendampingan maksimal dari pemerintah, juga ikut mempengaruhi minat berkebun kelapa atau regenerasi petani gula kelapa ini.
Menghadapi kondisi tersebut, katanya, upaya penyadaran dan pendampingan terus ia lakukan bersama kelompok paguyubannya. Edukasi yang dilakukan, di antaranya mendorong para petani untuk bisa melakukan investasi perluasan lahan.
Ini tidak semata harus membeli dengan kesiapan modal yang cukup. Namun bisa dengan cara sistem kerjasama dan sewa lahan milik orang lain, kemudian ditangani secara serius.
“Salah satu motivasi yang kita lakukan untuk anggota binaan adalah harus mau melakukan investasi untuk menghadapi hari tua.
Bentuknya dengan perluasan dan optimalisasi lahan, jadi ketika usia sudah lanjut, mereka tinggal menikmati hasil panen dan tinggal memantau pekerja saja,” tutur Fauzi. Saat ini, petani gula kelapa binaannya ada sekitar 300 tersebar di sejumlah desa.
Dengan investasi tersebut paling tidak sejak usia produktif sekarang sudah ada gambaran mengenai hasil yang akan dinikmati saat sudah memasuki pensiun dari memanjat kelapa.
Paguyuban tersebut, lanjut Fauzi, tidak semata melakukan pendampingan, namun juga membukan pasar atau ikut membantu pemasaran hasil gula kelapa..
Menurutnya, permintaan gula kelapa tidak pernah sepi. Mereka sudah bekerjasama dengan enam eksportir, dimana setiap bulannya masing-masing ekportir mengambil sampai 2- 3 kontainer.
“Kerjasama ini keberlanjutannya terjamin, karena setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk mendampingi minimal seribu petani. Hal ini sudah masuk dalam persyaratan sertifikasi perusahaan ekportir,” terang Fauzi.
Dia mengungkapkan, anggota paguyubannya, rata-rata memiliki lahan seluas 2.000 meter persegi. Lahan seluas ditanami sekitar 40 pohon kelapa. Saat sudah masa panen, setiap harinya satu pohon kelapa bisa menghasilkan nira sekitar 7 ons. Nira kelapa bisa diambil tiap hari.
Kendala yang menghalangi banyak sedikitnya nira di pohon kelapa adalah cuaca seperti musim hujan. Untuk menjadi gula kelapa, umumnya juga diolah sendiri oleh petaninya (penderes).
Dalam satu hari, katanya, petani bisa menghasilkan gula kelapa rata-rata 10 kilogram. Sedangkan harga gula kelapa saat ini Rp 12.000 per kilogram.
“Kalau perencanaannya baik dan tertib sebenarnya masih memiliki sisa uang untuk ditabung. Sebab, kehidupan petani sederhana, hanya cukup menghabiskan uang Rp 30 ribu – Rp 40 ribu per hari untuk keperluan makan keluarganya,” jelas sarjana agama yang terjun menjadi petani ini.
Fauzi menututkan, program yang tengah dijalankan untuk anggota dalam investasi perluasan lahan, di antaranya, setiap bulan petani menyisihkan 10 persen dari pendapatannya dan dalam satu tahun bisa mendapatkan perluasan lahan sekitar 350 meter persegi. 
sumber suara merdeka

Rabu, 10 Mei 2017

Sentra Budaya Kalitanjung Jadi Destinasi Alternatif

Sentra budaya Kalitanjung di wilayah Desa Tambaknegara, Kecamatan Rawalo, diharapkan menjadi destinasi wisata alternatif selain Baturraden. Kawasan itu akan mengandalkan wisata seni dan budaya. ”Sejak dahulu Tambaknegara itu memang desa wisata.
Tinggal ditingkatkan statusnya sebagai sentra budaya, karena di sana memang banyak seni tradisi masyarakat yang unik,” kata Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas, Deskart Sotyo Jatmiko, kemarin.
Deskart menuturkan, kesenian yang unik itu antara lain gandalia, lengger lanang, sinden lanang, ebeg dan buncisan. Kelompok kesenian Desa Tambaknegara juga kerap menjadi juara dalam event tingkat kabupaten.
Secara Rutin
Terkait kunjungan wisata, kata dia, meski belum secara rutin, Kalitanjung kerap menjadi rujukan untuk penelitian dari kalangan akademisi hingga komunitas fotografi. ”Tiga tahun terakhir, pengunjung Grebeg Sura Kalitanjung mulai meningkat,” tambahnya.
Pegiat Pokdarwis Tirta Kencana Desa Tambaknegara, Dewi Kamawati, menjelaskan, saat ini pihaknya sedang melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait pembentukan badan usaha masyarakat desa (BUMDes). Lembaga ini nantinya yang akan menaungi usaha dan kegiatan kepariwisataan.
”Dulu masih berbentuk kelompok sadar wisata saja. Nanti akan berkembang menjadi BUMDes untuk mempermudah pendanaan dan kegiatan usaha lain,” jelasnya.
sumber suara merdeka

Promosi Perlu Dioptimalkan UMKM Pasar Harsa Blok A

Promosi gerai UMKM Pasar Pratistha Harsa Blok A Purwokerto perlu dioptimalkan, supaya dapat dikenal masyarakat Banyumas dan sekitarnya.
Sekretaris PHRI Banyumas, Is Heru Permana, mengatakan, pemerintah kabupaten perlu mempromosikan gerai tersebut dengan melibatkan dinas terkait maupun pemerintah kecamatan. ’’Sebagai pemilik bangunan, pemerintah kabupaten harus menggerakkan agar gerai UMKM Banyumas ramai dikunjungi masyarakat,’’katanya, kemarin.
Dia menambahkan, bila pemerintah kabupaten hingga pemerintah kecamatan secara berkelanjutan mengenalkan serta mengajak masyarakat untuk berbelanja produk-produk UMKM khas Banyumas di gerai itu, maka dapat meningkatkan aktivitas jual-beli.
Selain itu, perlu rutin menggelar acara hiburan menarik seperti pentas seni maupun kegiatan lain yang mampu menciptakan keramaian di lokasi tersebut. ’’Pemerintah harus menciptakan keramaian, supaya lokasi tersebut menjadi tempat rekreasi dan pusat belanja oleh-oleh makanan, minuman, dan kerajinan khas Banyumas,’’katanya.
Masyarakat Banyumas, sambung dia, juga harus mendukung program pemerintah kabupaten dengan membeli produk- produk di gerai tersebut, sehingga mampu menumbuhkan motivasi para pelaku UMKM. ’’Pemerintah daerah sudah mengeluarkan banyak biaya, untuk membangun gedung guna memfasilitasi pemasaran UMKM. Jadi, masyarakat harus sengkuyung dan bangga membeli produk-produk khas Banyumas,’’katanya.
Supervisor Gerai UMKM Pasar Pratistha Harsa Blok A Purwokerto, Miko (33), mengaku gerai UMKM Banyumas perlu dipromosikan berkelanjutan supaya makin dikenal masyarakat, sehingga dapat berimplikasi terhadap peningkatan transaksi penjualan kerajinan, makanan, dan minuman olahan. ’’Sebagian konsumen yang datang ke sini mengaku baru kali pertama membeli produk di sini.
Jadi, kami perlu promosi supaya lebih dikenal luas,’’ujar dia. Dia mengatakan, transaksi di gerai itu setiap akhir pekan mencapai sepuluh hingga dua puluh transaksi. Para pembeli produk-produk makanan, minuman olahan, dan kerajinan merupakan konsumen dari wilayah Banyumas Raya dan sebagian dari luar daerah.
’’Kebanyakan konsumen yang datang membeli produkproduk kerajinan, seperti batik, pakaian adat dan suvenir, sedangkan untuk produk makanan dan minuman olahan sedikit,’’ katanya. 

PKL Jenderal Soedirman : Kita Mengalir Saja
Dipindah sebelum Puasa

Pedagang Kaki Lima (PKL) Jenderal Soedirman (Jendsoed), tidak keberatan jika ditempatkan di Pasar Pratista Harsa, sebelum puasa. Ketua Paguyuban PKL Jenderal Soedirman Dede Yayat, mengatakan pihaknya akan mengikuti keputusan pemerintah mengenai penempatan mereka. ”Kita mengalir saja, kita akan ikuti saja (keputusan pemerintah),” jelasnya, Selasa (9/5).
Rencana Kirab
Kendati siap, sejauh ini ia mengaku belum tahu pasti teknis penempatannya nanti akan seperti apa. Termasuk, lanjutnya terkait dengan rencana kirab sebagai sarana sosialisasi penempatan pedagang di Pasar Pratista Harsa. ”Barang dagangan kami macam- macam, ada pakaian, ada kerudung, ada sabuk,” tutur pedagang pakaian itu. Ia menilai, lokasi Pasar Pratista Harsa yang akan mejadi lokasi baru mereka untuk berjualan, terbilang layak.
Oleh sebab itu, ia berharap setelah pindah di lokasi baru penjualan akan semakin laku. ”Kita mohon dibantu promosi, agar saat berjualan di tempat baru lebih laris,” harapnya. Sebelumnya, Pengerjaan tempat untuk menampung PKL di Pasar Pratista Harsa ditargetkan selesai pada Rabu (17/5) mendatang.
Kepala Bidang Pasar dan PKL Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Banyumas Rojingun mengatakan, pembangunan los untuk menempatkan PKL Jenderal Soedirman di Pasar Pratista Harsa memang sedang dikebut. Hal itu, kata dia agar los dapat segera ditempati PKL Jenderal Soedirman. ”Dari pertemuan terakhir dengan PKL, diputuskan akan pindah sebelum puasa. Jadi pengerjaan fisik diharapkan selesai tanggal 17 Mei ini,” ujarnya.
Penempatan pedagang yang dilakukan sebelum puasa, menurutnya dilakukan atas berbagai pertimbangan. ”Kalau saat Lebaran, kondisi jalanan akan crowded di skeitar lokasi Jalan Jenderal Soedirman, sehingga dengan dipindah sebelum puasa, harapannya lalu lintas lebih lancar,” kata dia.
sumber suara merdeka

Jumat, 05 Mei 2017

Tohari : Sejak Dulu, Penderes Selalu Menderita

TINGGINYA angka kecelakaan kerja para penderes gula kelapa di Banyumas hingga April 2017 ini, menuai perhatian dan keprihatian berbagai pihak. Budayawan asal Tinggarjaya, Jatilawang, Ahmad Tohari menyatakan dari dulu hingga sekarang, kehidupan penderes mayoritas masih menderita. Bentuk keprihatinannya antara lain dituangkan dalam cerita novel Bekisar Merah.
Dalam karya sastra itu dengan sangat jelas dan detail, Kang Tohari menggambarkan penderitaan penderes gula kelapa beserta keluarganya. Termasuk risiko tinggi pekerjaan yang tak sebanding dengan fluktuasi harga gula yang tak pasti dan merugikan petani.
“Sampai sekarangpun harga gula sepenuhnya ditentukan oleh pasar. Bahkan harga ini sudah ditentukan sejak di kota besar. Pengepul atau tengkulak di daerah Banyumas hanya sebagai agennya saja. Sehingga tak heran sekarang penderes semakin jarang. Sebenarnya dengan adanya gula semut, gula kristal, harga ekonomi gula semakin bertambah dibandingkan dengan gula cetak tradisional,” jelasnya.
Tumbuh di lingkungan perajin gula kelapa, Tohari sangat menghayati bagaimana kerja keras yang dilakukan oleh keluarga penderes. Kerja keras keluarga penderes untuk mengubah nira menjadi gula ibarat merubah air menjadi batu. Seluruh keluarga harus bekerja keras semua. Meski demikian penghasilan penderes tetap saja minim dan pas-pasan.
Penderitaan Panjang
“Kalau buat gula itu sekeluarga capai semua. Anaknya repek (mencari kayu bakar), bapaknya nderes(mengambil nira kelapa) lalu ibunya indel, memasak nira sampai jadi gula.
Angger indel, wong wadon ayune ilang kalau sedang memasak, wanita hilang cantiknya), karena digarang api seharian,” katanya menggambarkan pekerjaan keluarga penderes. Penderitaan sangat panjang kehidupan penderes pun masih terjadi hingga sekarang. Karena penghasilannya sedikit, para penderes akan mencari bahan bakar dengan harga nol.
Maka mereka biasanya pergi ke hutan jati atau pinus untuk mencari kayu bakar gratis. “Makna sebenarnya keberadaan pabrik gula yang menampung nira dari para penderes ini sangat membantu. Padahal jika itu berjalan, maka ada waktu sampingan bagi penderes untuk mengembangkan pertanian, peternakan dan perikanan,” katanya.
Karena itu, dari keprihatinannya, ia selalu mendorong agar anak dari keluarga penderes bisa mendapatkan bekal pendidikan yang layak. Hal itu penting agar anak penderes jangan jadi penderes lagi. Apalagi terbukti masyarakat dan pemerintah tidak bisa banyak menolong penderes.
Terhadap ikhtiar peningkatan kualitas ekonomi penderes, ia pun mengidealkan adanya koperasi dan pabrik gula kecil di sekitar lokasi masyarakat penderes. “Itu sudah tertuang dalam novel saya, di mana dengan koperasi, penderes bisa menikmati subsidi. Keberadaan pabrik gula mini di Banjarnegara sebenarnya sudah cukup bagus. Sayangnya hancur karena ada kasus korupsi,” katanya.
sumber Suara Merdeka

Selasa, 02 Mei 2017

Museum Wayang Akan Direvitalisasi

Angka kunjungan wisatawan ke Museum Wayang Sendang Mas selalu rendah. Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas, Deskart Sotyo Jatmiko mengatakan, Museum Wayang memang terlihat seram untuk dikunjungi wisatawan. Kesan pertama ini membuat para pengunjung merasa enggan untuk masuk ke dalam ruangan.
”Tahun 2016 lalu, Museum Wayang Sendang Mas hanya dikunjungi tidak lebih dari 15.000 orang. Daya tariknya juga masih kurang, akibatnya kunjungan setiap tahunnya selalu rendah” kata dia, kemarin.
Deskart mengatakan, seiring berjalannya revitalisasi kawasan Kota Lama Banyumas, Museum Wayang ikut dipercantik. Tahun ini pihaknya berencana untuk merevitalisasi museum tersebut.
Dia mengaku telah mengajukan Dana Alokasi Khusus (DAK) ke Kementerian Pariwisata sebesar Rp 1,2 miliar. Revitalisasi tersebut, kata dia, di antaranya berupa penambahan koleksi dan perluasan lahan.
Koleksi yang bakal ditambah yaitu arsip sejarah Banyumas, artefak dan benda peninggalan sejarah lainnya. Sebelumnya, pehobi foto Refleksi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Unsoed, menyoroti kondisi museum wayang yang kian memprihatinkan.
Lewat karya fotonya, dia menunjukkan rusaknya sejumlah fasilitas museum. ”Beberapa sudut bangunan sudah terlihat lapuk, catnya luntur, background tempat pajangan wayang yang sudah berjamur.
Tidak layak untuk dibilang sebuah museum,” kata Faishal Ihsan. Faisal menyebutkan, beberapa koleksi wayang juga tampak tidak utuh lagi. Ada yang tangannya patah, juga terlihat pula yang catnya mulai luntur.
Adapun Museum Wayang yang berdiri dengan luas bangunan 250 meter persegi ini diresmikan pada 31 Desember 1982. Awalnya, tempat itu digunakan sebagai paseban (tempat peristirahatan) bagi para tamu bupati.
Museum ini menyimpan ratusan koleksi wayang, gamelan, benda pusaka dan juga memiliki koleksi berupa alat musik tradisional Banyumas.
”Ini sebenarnya museum yang unik. Di tempat lain juga jarang ada. Ada beberapa koleksi yang sudah berumur. Tapi kok tidak terawat dan diabaikan pemerintah,” kata dia.
sumber suara merdeka

Dinporabudpar Angkat Ikon ”1001 Curug”

Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas mengangkat ikon ”Negeri 1001 Curug” sebagai potensi ekonomi kreatif. Pasalnya, wisata alam ini menjadi salah satu andalan dan mampu menggerakkan perekonomian masyarakat.
Kepala Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas, Muntorichin, menyebutkan, dari potensi yang sudah dipetakan, wilayah lereng Gunung Slamet ini memiliki lebih dari 90 air terjun atau curug.
Selain itu, masyarakat yang berada di sekitarnya juga memanfaatkan potensi tersebut sebagai tempat wisata. ”Sebutan 1001 curug ini juga sudah dikenal oleh masyarakat. Maka kami ingin mengangkat potensi wisata ini sebagai ekonomi kreatif,” kata dia, kemarin.
Wisata Unik
Dia mengatakan, beberapa air terjun di Banyumas yang sudah populer bahkan menjadi destinasi wisata yang unik. Selain dilengkapi dengan tempat berfoto beragam aktivitas juga disediakan oleh pengelola wisata curug. Sebagai ikon utama, Negeri 1001 Curug ini juga didukung dengan potensi lain. Misalnya seni pertunjukan, wisata belanja dan kuliner, akomodasi dan sarana penunjang lain.
”Tinggal strategi pemasaran wisatanya harus efektif. Tidak hanya dari mulut ke mulut, tapi juga dari internet,” katanya. Muntorichin menuturkan, selain ikon ini, ada dua kegiatan ekonomi kreatif lain yang diusulkan oleh Pemkab Banyumas, yaitu kerajinan batik dan gula kristal. Keduanya ini sudah memiliki nama di pasar nasional maupun internasional.
”Sebenarnya ada satu keinginan untuk menjadikan seni pertunjukan sebagai ikon utama ekonomi kreatif. Tapi ya kesepakatan di kelompok kerja seperti itu. Jadi pilihannya ”Negeri 1001 Curug”,” katanya. 
sumber suara merdeka

Ibu Rumah Tangga Dilatih Hidroponik

Sedikitnya 30 anggota Kelompok Wanita Tani Desa Kediri, Kecamatan Karanglewas mengikuti pelatihan budidaya tanaman menggunakan metode hidroponik.
Pelatihan dilakukan di Hidroponik Centre Purwokerto, kemarin. Sekretaris Desa Kediri, Sumarso, mengatakan pelatihan itu untuk mendukung program pemanfaatan pekarangan rumah untuk bercocok tanam. Metode hidropinik dinilai menjadi pilihan tepat karena lahan pekarangan yang ada sangat terbatas.
“Kebetulan di daerah kami pekarangan rumah warga banyak yang sempit. Dengan metode hidroponik ini, warga yang mempunyai pekarangan sempit bisa tetap bercocok tanam di sekitar rumahnya masing-masing,” kata dia. Dia mengatakan sejak lima tahun yang lalu warga mulai memanfaatkan pekarangan rumah untuk bercocok tanam.
Selama ini warga menanam berbagai macam jenis sayuran di sekitar pekarangan rumah dengan media polibag. “Saat ini warga yang memanam sayuran di pekaran rumah hanya untuk konsumsi rumah tangga. Namun ke depan dengan pelatihan ini diharapkan warga dapat mengembangkan budidaya sayuran itu untuk kepentingan komersil,” ujar dia.
Swasembada Pangan
Konsultan dari Hidroponik Centre, Doni Prasetyo, menjelaskan pelatihan itu untuk mendukung program pemerintah swasembada pangan. Sekaligus untuk mencipatkan suasana yang hijau dan sehat di sekitar rumah tinggal warga.
“Kami berharap warga sadar pangan dan melek terhadap metode hidroponik. Warga dapat memenuhi kebutuhan pangannya dengan menanam sayuran dan buah-buahan di sekitar rumah menggunakan metode hidroponik,” jelas dia. Salah satu narasumber pelatihan, Anton Supriyono, menjelaskan budidaya tanaman dengan metode hidroponik tidak memerlukan biaya yang mahal. Warga dapat memanfaatkan barang-barang bekas di sekitar rumah untuk menanam sayuran.
“Warga bisa memanfaatkan kaleng bekas atau styrofoam, yang penting bisa untuk menampung air. Beberapa keunggulan tanaman hidroponik adalah masa tanam lebih singkat, tanaman tersebut juga tidak mengenal cuaca,” jelas dia.
sumber suara merdeka

Entri yang Diunggulkan

Info Tentang Blog Banyumas Corner

saya mencoba mendeskripsikan sebuah ungkapan yang berasal dari bahasa populer saat ini yaitu ungkapan Menduniakan Banyumas dan Memb...