Selamat Kepada Calon Kepala Daerah Banyumas

Rabu, 03 Februari 2016

Lestarikan Sumber Air Desa Karangsalam


KONFIGURASI Desa Karangsalam, Kecamatan Baturraden berupa pegunungan yang memiliki iklim sejuk dengan sumber mata air yang melimpah. Terdapat 26 mata air yang tersebar di wilayah desa tersebut.
Kekayaan alam tersebut, tentu harus terus dijaga kelestariannya untuk mewujudkan tatanan kehidupan masa depan yang berwawasan lingkungan melalui pengelolaan sumber daya manusia dan penghijauan berbasis masyarakat.
Apalagi, desa itu merupakan daerah tangkapan air yang sangat penting dalam sistem tata air mengingat banyak sekali mata air yang menjadi sumber penghidupan baik masyarakat maupun pertanian. Menurut Ketua Pokdarwis Kamulyan Desa Karangsalam, Sisworo, kerusakan ekosistem di kawasan ini dipastikan akan berakibat fatal terhadap kualitas lingkungan, baik lokal ataupun regional.
Karena itu, ia menjalin kerja sama dengan para pemangku kepentingan untuk bersama- sama melakukan penanaman tanaman konservasi di lokasi catchment area dengan melibatkan seluruh masyarakat pemilik lahan yang ada di sekitar mata air. Penanaman vegetasi bertujuan untuk melestarikan sumber air dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pada 2011, dilakukan penanaman vegetasi di sekitar mata air Curug Telu dengan jenis tanaman aren sebanyak 500 pohon, pala 250 pohon, manggis 500 pohon, trembesi 100 pohon dan kopi arabika 1.000 pohon. Kerja sama dengan pemangku kepentingan ini terus dilanjutkan sampai pada 2013.
Pemilihan jenis tanaman yang dibagikan ke warga untuk ditanam di daerah tangkapan air berupa 60 persen tanaman buah-buahan dan 40 persen tanaman kayu tahun.
Dengan menanam tanaman buah-buahan, maka tanaman tidak ditebang melainkan tetap dipelihara untuk diambil buahnya, dengan demikian kelestarian tanaman akan terjaga. Bahkan kini perbukitan di sekitar mata air yang tadinya tampak gundul sekarang ini terlihat hijau dipadati tanaman keras dan bua-buahan.
“Kami setiap tahun menanam bibit tanaman keras dan buah-buahan. Saat ini jumlah bibit yang ditanam mencapai 7.000 pohon. Awalnya lahan yang ditanaman tanaman seluas 7 hektare, tapi sekarang sudah mencapai 12 hektare,” katanya.
Pada awal 2016, program pembagian bibit tanaman konservasi untuk petani kembali dilakukan. Sedikitnya 2.000 bibit meliputi bibit durian, pala, alpukat, manggis, pete dan jenitri dibagikan secara gratis. “Program penanaman pohon akan terus digulirkan setiap tahunnya,” katanya.
Ia juga mengemukakan potensi alam yang asri dengan tanaman konservasi telah mendorong kesadaran masyarakat untuk menjadikan desa wisata. Selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga untuk menopang pendapatan asli desa.
“Desa Karangsalam merupakan desa penyangga wisata Baturraden yang memiliki spesifikasi berbasis alam, sehingga kami mencoba mengimplementasikan potensi alam untuk menjadikan desa wisata,” katanya.
Sisworo mengemukakan potensi desa wisata yang dapat ditawarkan kepada wisatawan salah satunya eduwisata. Para wisatawan dapat diajak untuk melihat dan melakukan kegiatan konservasi yang diprakarsai oleh Pokdawis Kamulyan. “Konservasi ini untuk mengarah pada keselamatan alam dan meningkatkan pendapatan masyarakat,” katanya.


2 Februari 2016 , Suara Banyumas

Penindakan Reklame

Kota Perang Reklame

MENJADI kawasan yang sedang berkembang secara ekonomi, khususnya bidang industri dan jasa, menjadikan Kabupaten Banyumas, khususnya Kota Purwokero sebagai arena ”perang” reklame. Di satu sisi, ini menjadi sebuah peluang, karena pendapatan Pemkab dan masyarakat dari sektor pajak reklame semakin meningkat.
Di sisi lain, jika tidak dikelola dengan baik, ”perang” reklame akan mengakibatkan visualisasi tata ruang kota makin semrawut. Kondisi yang lebih berbahaya lagi, masyarakat akan dijejali dengan ”sampah visual” yang justru dapat membuat mereka terbawa gaya hidup konsumstif. Pandangan tersebut disampaikan, pemerhati maslah perkotaan dari Jurusan Sosiologi FISIP Unsoed, Sulyana Dadan, kemarin.
Menurut kandidat doktor dari UGM ini, persoalan tata kelola reklame sebaiknya tidak sekadar memperhatikan aspek keuntungan ekonomi semata. Pemkab tidak boleh terjebak dalam arus komersialisasi reklame, seperti di kota-kota besar, sehingga menyebabkan tata kotanya semrawut.
“Aspek-aspek sosial termasuk kesinambungan dalam menciptakan tata kelola kota yang humanis perlu mendapat prioritas sehingga masyarakat bisa menikmati keindahan kota sebagai mana mestinya,” katanya. Dia menyarankan, ada beberapa hal yang bisa dijadikan catatan atau perhatian dalam penyelenggaraan reklame ke depan. Yakni memperhatikan tata ruang, artinya keberadaan reklame jangan sampai merusak visualisasi tata kota di Banyumas/Purwokerto.
Reklame, kata dia, harus di tempatkan sedemikian rupa sehingga tidak merusak pemandangan kota. Jika perlu, dibuat zonazona, mana tempat yang boleh ada reklame dan tidak. Kemudian dari segi konten atau materi isi reklame sebisa mungkin dikontrol sedemikian rupa sehingga tidak berdampak buruk bagi lingkungan sekitarnya.
Misalnya, tidak membolehkan muatan iklan rokok atau iklan hiburan malam di sekitar lingkungan dunia pendidikan. Dari sisi teknis perizinan reklame, katanya, juga penting diperhatikan.
Mulai dari segi keamanan, keselamatan dan kenyamaan bagi warga masyarakat yang menggunakan tepi jalan atau trotoar bahkan jalan khususnya reklame yang menjorok ke badan jalan, harus diperhatikan dan diperhitungkan. “Misalnya ukuran, bentuk dan penempatan yang aman harus seperti apa. hal-hal seperti ini harus sudah tuntas saat dibahas di perda atau di perbup dan surat keputusan SKPD terkait misalnya,” ujarnya.

2 Februari 2016 , Suara Banyumas


Benturan Kepentingan Tiga SKPD ● Penindakan Reklame


Aspek penindakan terhadap berbagai pelanggaran penyelenggaraan reklame di Kabupaten Banyumas sejauh ini dinilai masih lemah. Akibatnya banyak reklame yang melanggar, namun tetap bisa bebas beriklan. Kondisi ini terjadi karena aturan di Perda No 14 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Reklame, yang sedang diusulkan perubahan di DPRD, maupun di peraturan bupati terkait pengaturan titik-titik lokasi masih banyak celah untuk dilanggari, baik oleh birokrasi pemerintah dan pelaku reklame. Termasuk masih terjadi benturan kepentingan antar satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait penanganan reklame, yakni Dinas Cipta Karya, Satpol PP dan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (SKPD). Ketua Asosiasi Pengusaha Reklame Banyumas (Aspermas), Wahyu Wardono mengatakan, para pelaku reklame tetap bersedia untuk taat pada aturan. Bahkan bila perlu saat pemasangan konstruksi dan materi reklame, ada tim teknis yang intens dari pihak pemerintah ikut mengawasi. “Kuncinya kembali pada unsur penidakan, ketika ada yang melanggar dan hanya ditegur bahkan dibiarkan tidak ada tindakan, maka akan berdampak ke yang lain,” kata dia, kemarin. Pihak asosisasi, kata dia, juga sepakat dan bisa memaklumi dalam pengurusan izin dan pemasangan reklame harus memperhatikan aspek-aspek tertentu. Seperti keamanan, keindahan, estetika dan keselamatan. Pihaknya juga mengaku risih, jika mendengar pandangan masyarakat soal reklame selalu mengesankan semrawut. Jika pemerintah tegas dan berusaha membina dengan baik, dia yakin, masih banyak pelaku usaha reklame yang bersedia mengikuti aturan. Asalkan tidak merugikan. Anggaran Minim “Kami menyadari, tidak semua pelaku reklame berkelakukan baik, misalnya karena anggaran minim, anggaran yang ditawarkan rendah. Faktor-faktor seperti itu kadang sebagian ada yang mengambil cara yang tidak sesuai aturan,” kata pemilik Crayon Muliti Dimensi Purwokerto ini. Terkait Perda No 14/2014 tentang Penyelanggaraan Reklame yang tengah dibahas soal perubahannya di DPRD, dia mengatakan, saat diundang diskusi beberapa waktu lalu dengan pihak DPPKAD, sejumlah masukan dan keberatan sudah disampaikan dan 80 persen masukan dari Aspermas katanya bisa diakomodasi. “Keberataan kami 80 persen bisa diakomodasi, katanya tinggal menunggu dibawa ke Dewan. Sebelum perda itu diketuk palu, kita mau diundang lagi untuk public hearing. Kami masih menunggu,” ujarnya. Dalam diskusi tersebut, lanjut Wahyu, pihak DPPKAD juga mengaku, perda tersebut juga membelenggu dari sisi untuk memaksimalkan pendapatan daerah. Sumber PAD tidak naik, jusrru malah turun. Penurunannya karena banyak reklame bodong. Ini terjadi bukan inisiatif yang punya reklame tidak bersedia membayar pajak, tapi pengurusan perpanjangan dan izin membangun baru, banyak hal-hal yang tidak terakomodadasi. “Pengguna reklame punya kepentingan harus dipasang, tapi karena prosedur adminsitarsi tidak terpenuhi, namun tetap harus pasang dan surat tidak bisa dipenuhi, akhirnya menjadi reklame bodong. Ini terjadi karena saat mengacu perda tersebut tidak ada win-win solution,” katanya mencontohkan. Mekanisme yang tidak terpenuhi, katanya, seperti soal ukuran harus sesuai yang tercantum di perda tersebut. Sementara ukuran itu tidak bisa dipakai untuk izin. Kemudian antara posisi vertikal dan herizotal, maksimal ukuran 24 meter persegi dan di lapangan sulit dilaksanakan. Pihaknya mengusulkan maksimal ukurannya 32 m2. Termasuk soal penempatan untuk pemasangan. “Antara Satpol PP dengan Cipta Karya sudah berbeda sikap. Cipta Karya membolehkan asalkan tidak mengganggu pengguna jalan, sementara Satpol PP melarang,” katanya. Kasi Perhitungan, Penetapan dan Angsuaran pada Bidang Pendaftaran, Pendataan dan Penetapan Pendapatan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), Bagus Wiratno mengatakan, saat menjaring aspirasi beberapa waktu lalu, sudah ada kata sepakat untuk perbaikan sejumlah ketentuan di perda, yang saat ini sedang diajukan perubahan di DPRD. “Penyelenggaraan reklame tidak semata melihat sisi pendapatan, tapi juga soal ketertiban dan nilai-nilai estetika. Saat kami gencar untuk menggenjot pemasukan, namun ada benturan dengan ketentuan di SKPD lain. In juga menyulitkan,” katanya terpisah. Sementara Bupati Achmad Husein, saat menjawab pandangan umum fraks-fraksi DPRD Banyumas, kemarin, di antaranya menyampaikan, dalam kaidah penyelenggaraan reklame di raperda tersebut tidak hanya diatur soal nilai-nilai estetika , tetap juga harus memenuji unsur ketertiban, keamaan, keselamatan, peningkatan kualitas lingkungan dan rencana tata ruang. “Materinya juga harus sesuai dengan kaidah kesoapan, kesusilaan, budaya bangsa, norma agama, dan tidak menyinggung unsur SARA dan aliran kepercayaan,” kata Husein saat menjawab pandangan fraksi PKB. Sementara untuk menjaga soal keindahan, estetika, dan kenyaman maupun keselamatan, kata dia, akan diatur dalam peraturan bupati yang khusus mengatur penentuan titik-titik reklame di semua lokasi/jalan. Dengan demikian, ke depan tidak akan terjadi pemasangan reklame yang semrawut. Pernyataan ini juga terkait menjawab pertanyaan dari fraksi PDIP, fraksi Gerindra dan Golkar-Demokrat serta PKS 
 2 Februari 2016, Suara Banyumas

Tiga Raperda Diprioritaskan

[ 23 January 2016 |R Purwokerto]
Tiga Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) bakal didahulukan dalam pembahasan masa sidang I pekan depan. Sekretaris Dewan Yunianto mengatakan, dari ketiga raperda, dua di antaranya merupakan usulan eksekutif. Yakni Raperda perubahan perda penyelenggaraan reklame dan Raperda kepariwisataan.

Senin, 01 Februari 2016

Akar Glugu “Disulap” Jadi Alat Rumah Tangga


BANYUMAS – Akar Glugu atau akar kayu kelapa sering menjadi limbah karena tidak ada yang mengolahnya. Namun, di tangan Kasir (63) warga Watuagung, Kecamatan Tambak, menjadi barang yang mengandung nilai manfaat.
Kasir mengatakan, limbah glugu yang berharga murah, bisa lebih bernilai saat dibuat menjadi cowet yang biasa digunakan oleh para ibu rumah tangga untuk alas membuat sambal atau menumbuk bumbu dapur. Selain itu, limbar glugu itu iuga dia buat menjadi piring.
Dengan Rp 100 ribu, dia bisa membuat puluhan cowet ataupun gerabah. Dia membuat aneka piring dan cowet berbagai macam ukuran untuk didistribusikan ke pasar tradisional, pasar modern dan rumah makan besar di wilayah Banyumas maupun Kebumen.
“Limbah glugu bukan hanya untuk membuat cowet yang dijual di pasar, tapi justru tempat sambal laku dipesan oleh rumah makan,” ujarnya.
Piring buatannya pun ada berbagai macam bentuk, lingkaran, persegi, jajaran genjang, daun, bahkan ada yang berbentuk hati. “Piring-piring itu kalau di rumah makan untuk tempat ikan gurameh,” jelasnya.
Harga gerabah yang dia buat berkisar antara Rp 6000 hingga Rp 25.000. Untuk tempat sambal yang kecil, dia jual dengan harga Rp 6000, sedangkan paling mahal yaitu piring yang dibuat berbagai macam bentuk, harganya mencapai Rp 25.000.
Usaha memanfaatkan limbah akar glugu dianggap menguntungkan olehnya. Sebab, akar glugu mudah dicari di wilayahnya. Penjuaalan di pasar modern juga laku keras. “Kami memasok juga ke pasar modern, khususnya untuk piring dengan berbagai macam bentuk. Bisa dibilang sangat menguntungkan,” ungkapnya.
Dia berharap pemasaran coetnya akan lebih meluas lagi, setidaknya di lingkup Pulau Jawa. “Saya harap, kami tetap bersemangat menjalankan usaha ini. Kunci sukses itu semangat. Karena bahan baku dan alat sudah tersedia,” imbuhnya.

 30 January 2016 Radar Banyumas

Jalur Windunegara-Cikakak Rusak Parah


  Pengguna Jalan Dihimbau Waspada

WANGON-Jalur utama Ajibarang-Wangon, terutama wilayah perbatasan Desa Windunegara dengan Cikakak Kecamatan Wangon, dikeluhkan pengguna jalan karena kondisinya rusak, berlubang dan bergelombang.
Terlebih lagi saat malam hari wilayah tersebut minim penerangan jalan, sehingga rawan kecelakaan. Salah satu warga Cikakak, Bambang mengatakan, kondisi jalan perbatasan Windugera dengan Cikakak cukup parah.
“Bahkan beberapa waktu lalu, ada kecelakaan antara mobil pribadi dengan mikrobus karena jalan rusak. Badan jalan dengan tepi jalan terlalu tinggi, sehingga saat roda mobil keluar aspal dan akan naik sopir tidak bisa mengendalikan laju kendaraaannya. Selain itu, adanya lubang jalan menjadi salah satu penyebabnya. Memang kondisinya sudah terlihat rusak parah,”ujarnya, baru-baru ini.
Menurut dia, jalur dari Ajibarang sampai sebagian Windunegara sudah dihotmix. Tetapi dari perbatasan dua desa sampai ke perempatan terminal Wangon masih rusak.
Dia jalur tersebut segera mendapat perhatian dari dinas terkait untuk diperbaiki. Tak hanya ditambal, tetapi bisa di hotmix.
“Harapan kami, segera diperbaiki dan dipasang lampu penerangan jalan karena kalau malam hari gelap. Sehingga rawan kecelakaan dan kejahatan,”ujarnya.
Terkait dengan titik rawan kecelakaan lalu lintas, Kaposlantas Wangon Aiptu Sutrisno mengatakan, jalur Cikakak merupakan salah satu jalur rawan kecelakaan lalu-lintas di wilayah Poslantas Wangon. Pengguna jalan dihimbau berhati-hati saat melintas di jalur tersebut

 30 January 2016 |Radar Banyumas,

Jalan Utama Wangon Penuh Lubang




Penanganan Dinilai Lambat
WANGON-Sejumlah warga dan pengguna jalan yang melintas di wilayah Wangon, terutama sekitar perempatan Terminal Wangon ke arah perempatan Poslantas, mengeluhkan kondisi jalan yang rusak parah.
Sejumlah lubang jalan dengan ukuran lebar menghiasi jalur utama yang setiap hari ramai oleh pengguna jalan. Bahkan, pantauan Radarmas pada Jumat (29/1), jalan berlubang mulai tergenangi air.
Salah satu warga Wangon, Mukodir (34) mengatakan, jalun utama di perempatan Terminal Wangon rusak parah sejak beberapa bulan yang lalu. Namun sampai saat ini belum ada penanganan dari dinas terkait.
“Mulai dari depan kantor PDAM Wangon kondisi jalannya rusak dan penuh lubang di sisi barat jalan. Usai hujan langsung tergenang air. Di perempatan jalan, juga banyak lubang jalan. Ke arah selatan, mulai depan Terminal sampai depan polsek Wangon, jalan rusak parah,”jelas Mukodir, Jumat (29/1).
Menurut dia, kondisi jalan yang rusak tersebut dikeluhkan oleh pengguna jalan dan warga yang berada di dekat jalan tersebut. Tak jarang, saat lubang tergenang air dan dilewati roda kendaraan, air di lubang jalan mengenai tembok atau pagar rumah.
“Bagi warga yang berada di dekat jalan yang rusak, setiap turun hujan atau sesudahnya tembok rumahnya kotor karena terkena cipratan air dari lubang jalan yang terkena roda kendaraan. Pengguna jalan, yang melintas di jalur tersebut semua berebut untuk melintas jalan yang mulus,”ungkapnya.
Dia berharap pemerintah melalui dinas terkait untuk segera memperbaiki jalan yang rusak tersebut. Terlebih saat musim hujan, banyak pengendara motor yang jatuh akibat tidak mengetahui ada lubang jalan akibat tertutup air.
“Semoga segera diperbaiki karena kondisi jalan yang rusak makin parah. Padahal jalan tersebut menjadi akses penting bagi semua lapisan masyarakat, baik yang akan ke pasar, terminal, ke kantor pemerintahan atau pertokoan. Kami berharap segera diperbaiki,”ujarnya.
Warga lainnya, Sunardi (48) mengatakan, penanganan akan jalan rusak terlalu lambat. Sebab dari beberapa jalur mulai dari Ajibarang sampai Cikakak, sudah diaspal mulus. Sedangkan pusat kota kecamatan seperti dibiarkan tidak ada perbaikian.
“Semoga segera diperbaiki dan tidak mengganggu aktivitas serta kenyamanan pengguna jalan atau masyarakat,”imbuhnya.

 30 January 2016 |Radar Banyumas

Dikembangkan Tujuh Desa Wisata

Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas masih fokus mengembangkan tujuh desa wisata pada 2016 ini. Keenam desa wisata tersebut sudah memiliki Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang mengelola aktivitas di wilayahnya. Kepala Bidang Pariwisata Dinporabudpar Banyumas, Deskart Sotyo Jatmiko mengatakan, keenam desa ini, yaitu Desa Karangsalam, Ketenger dan Desa Kemutug Lor di Kecamatan Baturraden, Desa Tambaknegara di Kecamatan Rawalo, Desa Dawuhan di Kecamatan Banyumas dan Desa Petahunan di Kecamatan Pekuncen. “Dua desa yakni Petahunan dan Karangsalam sudah cukup menonjol kunjungannya. Tinggal nanti kami mendampingi pengembangan aktivitas dan destinasi wisata di daerahnya,” ujar dia, kemarin. Deskart mengungkapkan, awal tahun ini, kawasan Curug Nangga akan dikembangkan sejumlah aktivitas oleh pihak konsultan. Di desa tersebut dikembangkan dengan konsep wisata petualangan. Di antaranya river tubing, body rafting, berkuda, hingga downhill. Desain pengembangan kawasan tersebut sudah dikonsultan bersama tim yang ditunjuk oleh Dinpoabudpar. Pihaknya hanya meminta pengembangan Curug Nangga harus berwawasan ekowisata. “Selain itu juga harus melibatkan warga dalam pengelolaan, kawasan yang dikembangkan juga perlu penataan yang tepat. Kelestarian lingkungan dan kearifan lokal juga perlu dijaga, agar kelak pengembangan wisata ini tidak melunturkan nilai-nilai lokalitas,” ujarnya. Komunitas Khusus untuk Desa Karangsalam, pihaknya menggandeng komunitas Canyoning Indonesia yang berpusat di Banyumas, untuk menggarap paket wisata minat khusus. Menurut dia, aktivitas hiburan dan olahraga berbasis penelusuran sungai ini merupakan daya tarik tersendiri. Selain berkoordinasi dengan biro perjalanan, pihaknya juga mengumpulkan pegiat desa wisata di wilayah Banyumas. Dia meminta Kelompok Sadar Wisata membentuk forum dialog. “Kami segera membentuk Forum Komunikasi Desa Wisata. Jadi ini akan menjadi ruang diskusi, berbagi informasi dan promosi bersama,” ujarnya. Dia mengatakan, langkah awal yang perlu dilakukan forum tersebut adalah mendorong penguatan kapasitas Pokdarwis sebagai pengelola obyek wisata. Langkah itu dinilai penting karena akan menjadi dasar pengelolaan objek wisata yang baik dan efektif nantinya, sebelum pada penanganan sarana dan infrastruktur yang ada. Sementara itu, Pegiat Pokdarwis Desa Dawuhan, Sutrimo mengatakan, geliat pertumbuhan desa wisata di Banyumas harus difasilitasi oleh Pemkab. Hal ini bertujuan untuk menghindari persaingan antarwilayah yang kurang sehat. “Harus ada kerja sama dan koordinasi yang baik antardesa wisata sangat dibutuhkan, agar promosi dan pengembangan destinasi dapat berjalan,” kata dia.

30 Januari 2016 , Suara Banyumas



Delapan Desa Wisata Belum Miliki SK

Ilustrasi
Ilustrasi

PURWOKERTO – Sebanyak delapan desa wisata di Kabupaten Banyumas, ternyata belum memiliki surat keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan Dan Pariwisata (Dinporabudpar).
Kepala Bidang Pariwisata Dinporabudpar Kabupaten Banyumas Deskart Sotyo Jatmiko SH MSi mengatakan, baru lima desa wisata yang sudah mengantongi SK. “Lima desa itu yakni Kemutug Kidul, Kemutug Lor, Karangsalam, Karangmanggu, dan Tambaknegara,” katanya.
Sedangkan delapan desa wisata yang belum memiliki SK yakni Kemawi (Somagede), Watumeja (Kebasen), Dawuhan (Banyumas), Tranggulasih (Kedungbanteng), Baseh, Cikakak, Bonokeling, dan Petahunan (Pekuncen).
“Desa-desa tersebut baru muncul kurang lebih satu tahun. Tingkat kunjungannya juga belum teratur. Jadi akan kami lihat terus perkembangan ke depannya seperti apa. Apakah masih bisa bertahan atau tidak,” lanjut dia.
Dikatakan, di 2016 ada rencana untuk segera memberikan SK kepada desa-desa wisata yang sudah berjalan cukup lama. Seperti Bonokeling, Dawuhan, Kemawi, dan Cikakak. “Sebagai legalitas dengan adanya SK, maka untuk proses kerjasama dengan dinas lainnya yang terkait menjadi lebih mudah,” jelas Deskart.
Kendala yang sering muncul di lapangan, pihak desa masih kurang cermat dan teliti dalam menyimpan SK. “Oleh karena itu, semua SK yang dikeluarkan selalu ada arsip yang kita simpan di kantor. SK tersebut berlaku selama lima tahun dan harus rutin diperpanjang,” tuturnya.


Pasien Banjiri Layanan Psikologi RSUD Banyumas

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas tak hanya melayani pasien yang sakit secara fisik. Beberapa tahun terakhir, rumah sakit milik Pemkab Banyumas tersebut juga membuka pelayanan psikologi, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap.
Direktur RSUD Banyumas dokter AR Siswanto Budiwiyoto MKes mengatakan pelayanan psikologi ditangani oleh Unit Pelayanan Psikologi yang ada di Instalasi Rehabilitasi Medik. Unit ini memberikan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh psikolog dalam membantu individu maupun kelompok agar dapat memahami kesulitan yang sedang dihadapi untuk mencapai derajat keseimbangan mental.
Tujuannya agar memiliki kemampuan menyelesaikan masalah psikologis yang dihadapinya. ”Dari tahun ke tahun jumlah kunjungan di unit pelayanan psikologi RSUD Banyumas meningkat.
Unit pelayanan psikologi ditangani oleh dua orang psikolog profesional dan berpengalaman, yakni Ratih Winanti SPsi, MHPsi dan Sri Handayani Saptaning Siwi,SPsi Psi,” kata Siswanto.
Pasien yang datang untuk melakuan konsultasi itu, kata dia, ada yang datang secara mandiri atau atas permintaan sendiri maupun yang bersifat konsultasi atau yang dikonsultasikan oleh tenaga kesehatan lain.
Selain melayani kunjungan pasien, kata dia, unit layanan psikologi RSUD Banyumas juga beberapa kali diterjunkan ke lokasi bencana alam, seperti di Banjarnegara beberapa waktu lalu.
Psikolog yang diterjunkan di lokasi bencana memberikan bimbingan pada penyintas (korban selamat) agar tidak mengalami trauma. ”Petugas RSUD Banyumas siap diterjunkan ke lokasi bencana dimanapun untuk memberikan bimbingan kepada anakanak dan warga yang selamat dari bencana agar mereka tidak trauma,” tandasnya.
Solusi Memuaskan
Menurut Sri Handayani, salah seorang psikolog di Unit Pelayanan Psikologi RSUD Banyumas, pelayanan psikologi ini membantu pasien dewasa, remaja maupun anak anak yang memerlukan dukungan kejiwaan, kematangan emosi, kecerdasan intelektual dan kepribadian sesuai level usia.
Ia mengatakan jumlah kunjungan psikologi rawat jalan di unit pelayanan psikologi RSUD Banyumas, dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 2013 ada 755 kunjungan, tahun 2014 860 kunjungan dan tahun 2015 ada 903 kunjungan. Demikian juga untuk kesiapan belajar/psikotes terus meningkat, pada tahun 2013 ada 28 tindakan, 2014 24 tidnakan dan tahun 2015 ada 50 tindakan.

1 Februari 2016, SmCetak
BANYUMAS-

Entri yang Diunggulkan

Info Tentang Blog Banyumas Corner

saya mencoba mendeskripsikan sebuah ungkapan yang berasal dari bahasa populer saat ini yaitu ungkapan Menduniakan Banyumas dan Memb...