Selamat Kepada Calon Kepala Daerah Banyumas

Rabu, 28 Maret 2018

Kudi Diusulkan Masuk Warisan Budaya Bnayumas


Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas kembali mengusulkan salah satu produk seni khas Banyumas sebagai warisan budaya tak benda tahun 2018 setelah sebelumnya juga mengusulkan lengger lanang serta wayang bawor.

 Kepala Bidang Kebudayaan Dinporabudpar Banyumas, Deskart Sotyo Jatmiko, dalam rapat sinkronisasi program kebudayaan di Balai Pelestarian Nilai Budaya DI Yogyakarta, mengusulkan kudi untuk ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda.

 “Kudi dengan bentuknya yang unik, meski fungsi utamanya adalah alat pertanian, namun juga digunakan sebagai senjata tradisional,” kata dia. 

Menurut Deskart, saat ini Banyumas hanya memiliki dua warisan budaya tak benda yang telah ditetapkan oleh Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI yaitu, calung Banyumas dan getuk goreng. “Data-data pendukungnya sedang kami kumpulkan untuk diajukan ke Dirjen Kebudayaan,” kata dia. 

Pelestarian budaya, dengan perlindungan dan perawatn khusus sebelumnya dilakukan dengan menetapkan dua bangunan pengglan sejarah di Banyumas, menjadi cagar budaya. Pemkab Banyumas, melaui SK Bupati nomor 430/141/ dan 430/140 tahun 2018 menetapkan masjid Saka Tunggal “Darussalam” Dusun Legok Desa Pekuncen, Kecamatan Pekuncen dan gedung SMP Negeri 2 Purwokerto menjadi cagat budaya yang dilindungi oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas.

Sumber:  Radarbanyumas.co.id

Asal usul Desa Kebarongan Kemranjen Banyumas


Nama Desa Kebarongan yang terletak di wilayah Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas bukanlah nama yang asing bagi telinga warga Banyumas dan sekitarnya, bahkan di kancah nasional sekalipun nama desa ini cukup dikenal oleh berbagai kalangan.
Nama Desa Kebarongan cukup dikenal bukan karena di desa ini pernah ditangkap dedengkot teroris sekelas Abu Dujana pada tahun 2007 ataupun karena baru – baru ini ditangkap juga seorang terduga teroris bernama Imam Syafe’i, akan tetapi jauh – jauh hari sebelumnya desa ini sudah dikenal masyarakat luas, salah satunya karena di desa ini terdapat satu Pondok Pesantren yang telah berumur lebih dari satu abad, yaitu Pondok Pesantren Madrasah Wathoniyah Islamiyah atau PPMWI.
Adanya Desa Kebarongan tidak lepas dari perjuangan seorang ulama asal Prembun, Kabupaten Kebumen yang bermaksud mengembangkan agama Islam ke daerah barat. Dialah KH. Mohammad Habib, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai Habib, orang yang pertama kali menginjakan kaki di hutan desa (Kebarongan).
Pada sekitar tahun 1840-an Kyai Habib beserta beberapa orang pengikutnya (santri) tengah dalam perjalanan berdakwah ke arah barat, setelah singgah di beberapa tempat, tibalah di sebuah daerah yang dipenuhi dengan pepohonan hutan lebat berawa – rawa yang konon tergolong angker.
Namun dengan keteguhan imannya, Sang Kyai dan santrinya tidak gentar bahkan tertarik untuk “babad alas” dan bermukim di daerah yang baru disinggahinya itu. Akan tetapi untuk babad alas kecil ini ternyata juga bukan hal yang mudah. Karena keangkerannya, di hutan berawa – rawa itu masih banyak bergentayangan makhluk halus dan dedemit yang setiap saat bisa mengganggu manusia.
“Jalmamara Jalmamati, Sato Moro Sato Mati”, walau seangker apapun hutan yang jarang terjamah manusia itu, tidak menyurutkan niat Kyai Habib dan santrinya untuk babad alas. Keimanan dan ketauhidan yang kukuh menjadi senjata yang ampuh menaklukan hutan angker tersebut, hingga para mahluk halus dan para dedemit dapat dikalahkan dan tidak menggaggu proses babad alas.
Konon, setelah alas dibabad dan menjadi semacam pemukiman, kemudian Kyai Habib memberi nama daerah itu dengan sebutan “Teleng” karena daerah itu semula merupakan hutan rawa – rawa yang banyak airnya, dan bersamaan itu pula, Kyai Habib mendirikan sebuah Padepokan (Pondokan) untuk mengaji dan melakukan musyawarah.
Hari demi hari, Grumbul Teleng semakin ramai dikunjungi orang dan banyak pula yang mulai bermukim di daerah ini untuk berguru agama kepada Kyai Habib, dan keramaian ini menjadikan Grumbul Teleng berubah menjadi sebuah pemukiman yang padat dan layak menjadi sebuah desa.
Karena itu pada suatu waktu, Kyai Habib mengumpulkan para santri dan warga untuk memberikan nama desa yang bukan “Teleng”. Namun dari sekian kali pertemuan belum juga diputuskan nama apa yang tepat untuk desa itu, hingga kemudian Kyai Habib menceritakan sebuah pengalaman manakala beliau pertama kali melakukan babad alas.
Konon, menurut Kyai Habib pada saat pertama kali melakukan babad alas beliau mengaku sempat melihat perwujudan aneh, sejenis makhluk halus sebangsa dedemit yang berwujud seperti “Barongan” yang bermaksud mengganggunya. Atas dasar itu, kemudian peserta rapat menyepakati agar desa ini diberi nama “Kebarongan” yang berasal dari kata “Barong”.
Di Desa Kebarongan ini pula, Kyai Habib beserta para santrinya mendirikan masjid yang hingga sekarang ini dikenal sebagai Masjid Jami’ Kebarongan dan merintis padepokan (Pondokan) untuk pengajian yang kemudian sekarang ini menjadi Pondok Pesantren Wathoniyah Islamiyah (PPMWI) Kebarongan yang sebelumnya pada saat didirikan oleh Kyai Habib hanya bernama Pondok Pesantren Kebarongan.
Selain PPMWI, dari Kyai Habib inilah kemudian anak – cucu dan kerabatnya meneruskan dakwah dengan mendirikan pesantren dan madrasah yang lain, seperti PP. Hidayatul Mubtadi’in, PP. Darul Aitam, PP. Annur, MI Salafiyah, SMP Salafiyah, MI Tarbiyatul Athfal, MI Wathoniyah dan masih banyak lembaga pendidikan baik formal maupun non – formal yang berkembang di Desa Kebarongan.
Pondok Pesantren dan lembaga – lembaga pendidikan tersebut juga sama sekali tidak memiliki hubungan dengan jaringan terorisme di Indonesia, baik dari segi kesejarahan, maupun dari segi ideologi keagamaan yang dianut mayoritas masyarakat Desa Kebarongan.


sumber kiriman suharyadi di Page FB  Banyumas dalam Info 

Informasi Terbaru Terkait Draft Raperda RDTRK Purwokerto

Informasi diperoleh dari Harian Banyumas Ekspress edisi 28 Maret 2018, dalam artikel berjudul "Penataan Kota Tunggu Gubernur". Antara lain dijelaskan bahwa saat ini Dinas perumahan dan Kawasan Permukiman  Banyumas masih menunggu realisasi Raft Perda RDTRK untuk diundangkan. Namun saat ini kewenangannya ada di Provinsi Jawa Tengah. 

Informasi terbaru adalah Draft sudah di kirim ke Pemrov Jawa Jengah , saat ini Pemkab dan DPRD Banyumas masih menunggu keputusan Pemrov , menunggu respon dari Gubernur Jawa Tengah.
Setelah itu di sampaikan ke Pemerintah Pusat kemudian berlanjut diundangkan oleh Pemda dan DPRD. 

Ada sejumlah pertimbangan seperti tumbuhnya transportasi kota BRT dan wosata di wliayah perkotaan juga masuk dalam draft yang disampaikan kepada Pemrov Jateng. Pengesahan Perda RDTR baru memerlukan waktu panjang karena harus sesuai dengan kondisi wilayah perkotaan saat ini. Pemkab Banyumas terus mendorong dan memperjuangkan dan mengawal setiap tahapannya agar RDTR baru bisa tuntas dna segera diundangkan.

Terkait kapan RDTRK baru diundangkan belum bisa dipastikan, karena saat ini wewenang sudah di tangan Pemrov Jateng dan tidak bisa diintervensi.  Demikian keterangan yang diberikan oleh Andrie Subandrio , Kepala Dinas Perumakan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Banyumas.

Kelayakan Angkutan Umum Makin Memprihatinkan

Semakin lesunya bisnis angkutan umum yang ada saat ini semakin membuat kelayakan dan kualitas angkutan umum makin memprihatinkan. Pengguna angkutan umum asal Purwokerto, Iva Hidayah mengatakan hal tersebut.
Ia menyatakan prihatin dengan kualitas kenyamanan hingga keamanan angkutan umum. Apalagi dari pengalamnnya memanfaatkan angkutan umum, ia melihat banyak angkutan yang sudah dalam kondisi yang tua. ”Sebagian komponen yang terlihat khususnya yang terbuat dari besi banyak yang berkarat. Lajunyapun sudah tak halus lagi menandakan mesin sudah mulai tak terawat, ” jelasnya.
Meski demikian karena kebutuhan akan angkutan umum, membuatnya tetap memanfaatkan angkutan umum tersebut. Ia berharap ke depan pemerintah juga bisa memperhatikan kondisi angkutan umum yang makin tergusur kendaraan pribadi. ” Saat ini memang lebih banyak orang menggunakan kendaraan pribadi daripada angkutan umum. Makanya ini tantangan bagi pengusaha angkutan termasuk di wilayah Banyumas pinggiran, ” jelasnya.
Ketua Koperasi AKDPMandiri, Ahmad Fadli tak menampik soal kelayakan angkutan umum yang sebagian besar semakin menurun. Menurutnya saat ini juga banyak kendaraan yang umur kalayakannya sudah kadaluarsa.
Ini tak lain karena terpengarih dengan menurunnya animo masyarakat terhadap angkutan umum. ”Ini juga menjadi keprihatinan kami kepada awak angkutan umum. Apalagi mereka kuga harus menghadapi potensi kenaikan bahan bakar hingga makin mahalnya komponen kendaraan, ” jelasnya.
Terkait hal itulah, Fadli berharap kepada pemerintah untuk bisa memberikan sejumlah kebijakan yang pro terhadap pengusaha angkutan. Kebijakan tentang kredit, pajak kendaraan hingga kebutuhan komponen kendaraan diharapkan semakin banyak membantu para awak dan pengusaha angkutan. ”Makanya dengan berkoperasi, kami juga berusaha untuk bersama-sama memecahkan berbagai pwrmasalahan tersebut.
sumber Suara Merdeka

Perencanaan Kecamatan Wangon Untuk Pusat Industri dan Jasa di Kabupaten Banyumas


Berdasarkan Hasil Musrenbang Kabupaten Banyumas tahun 2018, tentang Program pembangunan jangka pendek dan menengah, salah satunya menetapkan bahwa Kecamatan Wangon merupakan PKL ( Pusat Kegiatan Lokal) industri dan Jasa.

Dilihat dari beberapa aspek, memang keputusan itu dinilai tepat karena melihat potensi Wangon yang cukup besar dan lokasinya yang strategis serta sudah memeiliki beberapa infrastruktur pendudkung yang mengarah sebagai kota Jasa, diantaranya memiliki kantor Samsat dan Pemadam kebakaran untuk mengurusi wilayah Banyumas bagian barat.

Terminal Wangon saat ini merupakan terminal type B melayani angkutan umum ke berbagai kota , bahkan antar pulau. Demikian juga pasar Wangon, yang menjadi salah satu pusat kesibukan ramai dengan aktivitas dari pagi sampai sore hari, dan mulai sore hingga malam hari terutama di ruas Jalna Raya Utara berbenah menjadi pusat kuliner. Selain itu , adanya kebijakan Car Free Day, yang meskipun diselenggarakan oleh kota sekelas kecamatan ternyata bisa terwujud, padahal di beberapa daerah, bahka kota Kabupaten pun ada yang gagal melaksanakan agenda Car Free Day.

Data di atas merupakan indikator bahwa Wangon sangat tepat jika direncanakan menjadi kota jasa, dan sudah seharusnya mulai dari sekarang pemkab Banyumas lebih meningkatkan lagi pembnagunan infrastruktr yang mengarah sebagai kota jasa. Maka pertumbuhan ekonomi pun akan semakin meningkat karena ditopang sebagai kota singgah .

Sebagai daerah yang direncanakan sebagai daerah industri, Wangon sejak lama telah menjadi pusat pergudangan beberapa perusahaan besar. Dan tumbuhnya beberapa industri skala menengah pun sudah ada sejak lama. Maka akan lebih baik, jika pembangunannya diarahkan juga untuk dibentuk kawasan industri, agar perkembnagannya tidak mengganggu kelestarian dan kenyamanan lingkungan yang di beberapa daerah terbukti adanya kerawanan sosial dan dampak lingkungan yang parah akibat kurang tertatanya kawasan industri, mulai dari kemacetan hingga banjir. Wangon harus bisa mengantisipasi dampak lingkungan dan menjaga kelestarian alam , daerah penyangganya.

Selasa, 27 Maret 2018

Arah Pembangunan Wilayah Kabupaten Banyumas


Rencana Pengembangan wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan Musrenbang 2018

Hasil musrenbang Kabupaten Banyumas 2018
1. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) di Kecamatan Purwokerto Timur, Selatan, Barat dan Utara, wilayah kawasan perkotaan akan berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.

2. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) adalah kawasan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
“Pusat kegiatan lokal (PKL) ada di beberapa kecamatan, untuk Industri dan jasa di Kecamatan Ajibarang, Kecamatan Wangon dan Sokaraja untuk UMKM, dan Kecamatan Banyumas untuk pariwisata, ”

3. pusat pelayanan di kawasan Kecamatan Baturraden. Kedungbanteng Sumbang, Lumbir, Purwojati, Jatilawang, Somagede dan Kalibagor untuk pariwisata.
Kecamatan Karanglewas, Cilongok, Pekuncen dan Gumelar untuk peternakan .
Rawalo, Kebasen dan Patikraja untuk batik, Kecamatan Kemranjen, Sumpiuh dan Tambak sebagai kuliner dan agro.

Semoga pembangunan infrastruktur diarahkan agar sesuai dengan rencana pembangunan yang ada sehingga berbagai ketimpangan pembnagunan yang selama ini menjadi persoalan utama di Kabupaten Banyumas segera teratasi. 
Dengan pembangunan yang semakin merata terutama terkait fungsi perencanaan wilayah dan sesuai potensinya maka akan mendorong tumbuhnya pusat pertumbuhan ekonomi baru di luar Perkotaan Purwokerto. Langkah ini nantinya akan berefek terhadap kualitas layanan pemerintahan, peningkatan pendapatan masyarakat, menyebarnya pusat keramaian di daerah, mengurangi kemiskinan dan pengangguran. 

4 Kecamatan di Purwokerto Direncanakan Sebagai Pusat Kegiatan Wilayah


Pemerintah Kabupaten Banyumas kini dihadapkan pada 11 isu strategis di wilayahnya. Mulai dari tata kelola pemerintahan, kemiskinan, penganguran, keterjangkauan jaminan kesehatan masyarakat, perlindungan sosial, keterjangkauan dan mutu pendidikan serta penutasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Tak cuma itu, ketersediaan infrastruktur daerah juga belum mampu mendukung pemerataan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, disparitas pendapatan masyarakat, iklim investasi dan iklim usaha belum mampu mendorong penurunan angka kemiskinan dan angka pengangguran. Karena itu, Plt Bupati Banyumas, dr Budhi Setiawan saat Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Kabupaten, di Pendopo Sipanji menegaskan untuk terus merencanakan berbagai terobosan.

 “Banyumas merencanakan pusat unggulan daearah meliputi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) di Kecamatan Purwokerto Timur, Selatan, Barat dan Utara,” kata dr Budhi. Dikatakan dia, dengan PKW, maka wilayah kawasan perkotaan akan berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Disamping itu, Pemkab juga terus menggaungkan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dimana itu adalah kawasan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. 

Pusat kegiatan lokal (PKL) ada di beberapa kecamatan, untuk Industri dan jasa di Kecamatan Ajibarang, Kecamatan Wangon dan Sokaraja untuk UMKM, dan Kecamatan Banyumas untuk pariwisata, ” sebutnya. Selain itu, Pemkab Juga menyusun PKL lain diantaranya sebagai pusat pelayanan di kawasan Kecamatan Baturraden. Kedungbanteng Sumbang, Lumbir, Purwojati, Jatilawang, Somagede dan Kalibagor untuk pariwisata

Selanjutnya Kecamatan Karanglewas, Cilongok, Pekuncen dan Gumelar untuk peternakan . Rawalo, Kebasen dan Patikraja untuk batik, Kecamatan Kemranjen, Sumpiuh dan Tambak sebagai kuliner dan agro

Disamping itu, dr Budhi menambahkan, di Musrenbang tahun ini terdapat 9.912 usulan kegiatan untuk 204 program. Sementara kapasitas keuangan daerah tahun 2019 diperkirakan Rp 3.500.652.000.000 (Rp 3,5 triliun). “Dan yang bisa untuk biaya langsung sekitar Rp 1.400.259.000.000 (Rp 1,4 Triliun), ” kata dia.

 Dilain pihak, Kepala Bappedalitbang Kabupaten Banyumas Ir Eko Prijanto, MT mengatakan, Musrenbang tahun 2018 merupakan musrenbang untuk perencanaan tahun 2019 dan merupakan tahun pertama Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Banyumas tahun 2018-2023. “Dalam musyawarah kerja ini dibahas soal target, sasaran, dan indikator kinerja yang harus dicapai, serta sinergi dengan perencanaan Pembangunan dalam dokumen RPJMD Kabupaten Banyumas,” kata dia. 
sumber Radra Banyumas

Entri yang Diunggulkan

Info Tentang Blog Banyumas Corner

saya mencoba mendeskripsikan sebuah ungkapan yang berasal dari bahasa populer saat ini yaitu ungkapan Menduniakan Banyumas dan Memb...