Selamat Kepada Calon Kepala Daerah Banyumas

Senin, 28 November 2016

Pengembangan Wisata Perlu Survei Motivasi Wisata Banyumas Bagian Barat

PURWOKERTO – Pengembangan kawasan wisata di Banyumas bagian barat membutuhkan survei motivasi kunjungan. Hal ini menentukan ikon yang bakal dijual di wilayah tersebut.
Pemerhati budaya dan wisata, Yatman S mengatakan, selama ini konsep pengembangan wisata hanya berdasar keinginan pemilik atau pengelola objek, baik pihak swasta maupun pemerintah.
Pengembangan sangat jarang melibatkan unsur pengunjung sebagai salah satu stakeholder yang penting.
“Penelitian ini dapat mengetahui secara pasti selera dan minat pengunjung yang datang ke Banyumas. Entah karena faktor kejenuhan dengan objek wisata lain, faktor ekonomis dengan harga lebih murah atau faktor daya tarik,” kata Ketua Paguyuban Kerabat Mataram (Pakem) ini, kemarin.
Destinasi Utama
Dia mengatakan, banyak faktor yang menyebabkan wisatawan berkunjung ke Banyumas, khususnya Baturraden yang masih menjadi destinasi utama. Contohnya tren wisata alam yang bersifat massal, lokasi untuk swafoto ataupun kegiatan petualangan.
Menurut Yatman, perlu ada strategi khusus untuk wilayah Banyumas Barat. Tidak hanya mengandalkan wisata religi dan buatan saja, tetapi masih bisa memadukan antara potensi dan keinginan pasar. “Jadi tidak sembarangan untuk mengembangkan kawasan wisatanya,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas, Deskart Sotyo Jatmiko, mengatakan, wilayah Banyumas Barat yang bisa dikembangkan menjadi kawasan wisata terintegrasi antara lain Kecamatan Cilongok, Ajibarang, Pekuncen, Wangon, Lumbir dan Gumelar.
Setiap daerah tersebut memiliki keunikannya masing-masing. “Bisa jadi lokasi untuk wisata minat khusus seperti wisata industri, terapi pijat Husada Tirta Brahma, taman kera, treking, jelajah alam dan sebagainya,” ujarnya. 

Jumat, 25 November 2016

Jalan Nasional Segera Diperbaiki, penanganan permanen mulai Januari 2017

suaramerdeka.com
Satuan kerja (Satker) Jalan Nasional Wilayah Jateng Kementerian Pekerjaan Umum, akhirnya bersedia mengalokoasikan anggaran untuk perbaikan jalan nasional di wilayah Banyumas yang rusak parah, khususnya dari Pekuncen-Ajibarang- Wangon sampai Tambak.
Hal itu terjadi setelah Bupati Achmad Husein sebelumnya mengancam akan mengerakan warga untuk protes menanami pohon di jalan yang rusak, kemudian minta bantuan ke kalangan kontraktor lokal dan pihak ketiga lain melalui model CSR. Bupati mengatakan, setelah mengundang kontraktor lokal Selasa lalu, sehari kemudian bertemu kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jateng dan kepala Satker Jalan Nasional Jateng.
Hasil pertemuan, perbaikan jalan tetap dilakukan pihak satker karena masih ada anggaran perbaikan. “Perbaikan mulai dikerjakan Minggu besok. Yang bisa ditangani model tambal sulam sekitar 3 km, terutama arah Pekuncen-Ajibarang dan ini dikerjakaan. Perbaikan sementara dilakukan Desember ini.
Sedangkan untuk penanganan permanen mulai Januari 2017,” ujar Husein, kemarin. Bupati menegaskan, karena sudah ada penanganan dari provinsi dan satker, sehingga rencana minta bantuan kalangan rekanan dan pihak ketiga (CSR) dibatalkan.
Terkait hal ini, bupati sudah menyampaikan ke kepala dinas SDABM Banyumas untuk mengkomunikasikan dengan kontraktor lokal dan pihak ketiga yang semula diminta berpartisipasi. “Ini murni penanganan dari Dinas Bina Marga Provinsi Jateng dan satker jalan nasional wilayah Jateng,,”tandasnya.
Hasil pertemuan, kata dia, sejak Kamis kemarin alat-alat dan material mulai datang. Hasil pertimbangan, jika ditangani CSR, kemungkinan tidak bisa, karena potensi bantuan kecil. Karena itu, Bupati mengaku langsung minta bantuan ke gubernur. Gubernur kemudian menugaskan kepala Dinas Bina Marga dan satker jalan nasional wilayah Jateng.
“Awalnya kan katanya kehabisan anggaran untuk pemeliharaan jalan nasional di wilayah Jateng bagian selatan, tapi setelah kita biacara dengan gubernur, Dinas Bina Marga dan satker jalan nasional, ternyata ada solusi. Makanya saya minta masyarakat untuk menunggu dan tetap hati-hati saat melalui jalur tersebut,” ujarnya.
Menanggapi pembatalkan terebut, koordinator kontraktor lokal dari sejumlah asosiasi, Sadewo Tri Lastiono mengatakan, setelah dikumpulkan bupati, pihaknya sudah komitmen membantu secara proporsiona. Jika tetap ditangani hasil iuran kontraktor lokal dan pihak ketiga, diakui, tidak mungkin bisa tertangani semua, kerusakan halan nasional di wilayah Banyumas cukup parah dan banyak lokasi.
“Saat ketemu satker jalan nasional, saya sampaikan, kok dana pemeliharaan sampai habis berarti manajemen pengelolaan anggarannya tidak bagus. Jika kontraktor lokal diminta mengerjakan, tidak masalah memakai model penunjukan langsung dan bisa dibayar tahun depan. Yang penting ada SPK-nya,” ujarnya.
Diceritakan, awalnya saat bupati minta bantuan, kebanyakan kontraktor lokal keberatan karena alasan dana perbaikan yang bakal ditanggung cukup besar. Namun pihaknya bisa menyakinkan, kendati masing- masing ouran Rp 1 juta atau sesuai kerelaan. 
Berita sebelumnya...
Kontraktor Lokal Diminta Perbaiki Jalan Nasional
Kalangan kontraktor lokal dari Kabupaten Banyumas dikumpulkan Bupati Achmad Husein dan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (SDABM), di ruang pertemuan Jaka Kaiman Pendapa Si Panji Purwokerto, Selasa (29/11).
Mereka diminta urunan membantu memperbaiki sementara kerusakan jalan nasional yang cukup parah, khusus yang masuk wilayah Banyumas. Bupati mengatakan, pihaknya minta partisipasi dari kalangan jasa konstruksi, PT Semen Bima dan Bank Jateng untuk membantu (CSR) karena hasil koordinasi dengan Satker Direktorat Jenderal Bina Marga Wilayah Jateng bagian selatan, saat ini sudah tidak ada anggaran pemeliharaan dan perbaikan.
”Saya pribadi dan kelembagaan selama ini kan belum pernah minta sesuatu ke kalangan kontraktor dan sekarang saya minta partisiaspinya,” kata Bupati. Menurutnya, jika menunggu penanganan permanen dari pusat dan provinsi, baru bisa ditangani tahun depan. Tahun ini alokasi anggaran dari APBN sudah habis. Sementara kalau tidak segera diitangani, makin banyak keluhan masyarakat dan terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Penanganan sementara, lanjut Husein, paling tidak untuk mengurangi angka kecelakaan dan kemacetan lalu lintas. Pihaknya menyerahkan sepenuhnya ke kalangan kontraktor model bantuan yang akan dilakukan. ”Silakan dirembuk, kira-kira sebaiknya seperti apa. Namanya juga membantu, tapi kalau bisa jalan yang berlubang bisa ditutup dulu, terserah modelnya seperti apa.
Kalau ini ditangani, dannya sampai Rp 46 miliar sendiri. Tahun depan katanya sudah ada alokasi anggaran dari pemerintah Rp 49 miliar,” ujarnya. Bupati sebelum mengumpulkan kontraktor dan pihak ketiga, mengaku melakukan pengecekan bersama Kepala Dinas SDABM Irawadi. Menurutnya, khusus ke jalur arah barat sampai perbatasan Brebes, tergolong rusak parah dan jalannya hancur. Ia sempat balik arah setelah lepas Ajibarang, karena terjebak macet.
Siap Membantu”Tadinya sebagai bentuk protes, saya mau kerahkan warga untuk menanami pohon pisang, tapi saya diingatkan oleh Satker jangan seperti itu. Makanya saya terus koordinasi dengan mereka dan pihak provinsi, Rabu besok (hari ini) dari provinsi mau ke sini,” ujarnya.
Juru bicara kontraktor Banyumas, Sadewo Tri Lastiono menyampaikan, pada prinsipnya mereka siap membantu pemerintah daerah untuk perbaikan sementara jalan nasional. Alasannya, selama ini, mereka juga dianggap sudah ikut menikmati uang APBD dari kegiatan-kegiatan jasa kontruksi. ”Rabu malam besok, kami akan kumpul membahas teknisnya seperti apa.
Apakah nanti kami iuran, terus uangnya kami serahkan ke Satker atau dinas SDABM. Intinya kami siap membantu,” ujarnya. Pihaknya belum bisa memutuskan bentuk dukungan dan bantuannya seperti apa, karena belum punya data soal kerusakan jalan nasional dan di ruas mana saja. Termasuk model penambalannya nanti mau memakai apa.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Jalan Nasional, Dirjen Bina Marga Wilayah Wangon-Slawi, Wahyu SW mengatakan, kegiatan pemiliharaan dilakukan pihak ketiga dan anggaran per Agustus lalu sudah habis. Tahun ini, katanya anggaran untuk perbaikan dan pemeliharaan dari Pejagan Brebes sampai Wangon Banyumas, sekitar Rp 27 miliar dengan ruas sepanjang 90 km. Sedangkan yang ditangani di Banyumas ada sekitar 20 km.
”Kita sudah usulkan dua kali, tapi malah dipotong, padahal kontrak habis sampai 3 Dsember. Dengan demikian tidak ada lagi anggaran untuk perbaikan, tapi kita kerja tetap sampai akhir tahun,” katanya sebelum bertemu dengan Bupati. Dia mengungkapkan, perbaikan dalam sehari hampir 30 ton material. Namun belum sampai selesai penanganan lokasi yang rusak, terkena hujan lagi, sehingga muncul kerusakan kembali.
Pihaknya menyambut baik upaya pemkab menggandeng kontraktor lokal dan pihak ketiga membantu menanganai perbaikan sementara. ”Kalau ada bantuan, ya kita terima, karena kita juga sering membantu pihak provinsi dan kabupaten dalam penanganan jalan di sini. Misalnya untuk jalan yang masuk Ajibarang kita bantu sekitar 10 km,” katanya mencontohkan.
Dia menjelaskan, jalan nasional dari perbatasan Banyumas sampai Wangon sekitar 20 km, sebenarnya sudah tertangani, namun karena hujan terus menerus, kemudian muncul kerusakan lagi, sampai anggaran pemeliharaan sudah habis per Agustus lalu. 

Kusuma Laras Ajibarang Hidupkan Babad Lokal lewat Ketoprak



suaramerdeka.com

Kelompok seni ketoprak tradisional Kusuma Laras, Kracak, Kecamatan Ajibarang terus eksis menghidupkan cerita atau babad lokal Banyumasan dalam pentas ketoprak. Sabtu (26/11) malam di halaman kompleks Pasar Sadar Tani, Ajibarang Kulon, Ajibarang, kelompok ketoprak ini kembali menampilkan lakon Geger Kuthanegara.
Pamong Budaya Dinas Pendidikan Banyumas, Slamet Waluyo yang juga turut menyusun naskah ketoprak ini juga menyatakan selama ini babad kurang dikenal di kalangan generasi muda. Untuk itulah dengan adanya semangat berkesenian kelompok Kusuma Laras, maka cerita dan babad yang kaya nilai moral, gotong royong dan perjuangan ini kembali ditampilkan.
Diharapkan melalui seni pentas tradisional ini yang menggabungkan seni musik, seni peran, pementasan, seni suara, tari, silat maka dikenal generasi muda. “Kami ingin menghidupkan kembali seni teater tradisional yang mengalami kejayaan pada masa 1980-an agar kembali dikenal generasi muda.
Dengan ketoprak ini, para pemain yang sebagian masih generasi muda dapat mengenal seni karawitan, tembang macapat dan sebagainya,” katanya. Ketua Kusuma Laras, Agus Mulyono mengatakan, sejak didirikan pada 2015, Paguyuban Ketoprak Kusuma Laras terus berusaha melestarikan kesenian drama tradisional.
Di tengah kesibukan kerja dari berbagai profesi, para pemain berusaha menyisihkan waktu untuk berkesenian. Karena itu, dari hasil komunikasi yang ada dengan berbagai pihak yang turut mendukung, hingga November 2016 ini telah ditampilkan sejumlah lakon ketoprak di berbagai tempat.
“Awalnya kami pentaskan lakon Alas Pakis Aji Kobong yang merupakan cerita berdirinya Kadipaten Ajibarang. Selanjutnya kami pentaskan kembali lakon Lutung Kasarung yang bercerita kisah percintaan Kamandaka dan Ciptarasa dari Kadipaten Pasirluhur. Sebelum pentas Geger Kuthanegara, kami juga telah pentas di kampung halaman Ibu Bupati Banyumas, Legok Pekuncen,” jelasnya.
Pegiat seni Kusuma Laras, Wanto Tirta juga menyampaikan sebelum pentas, para pemain ketoprak juga berlatih keras mendalami karakter tokoh hingga adegan dalam ketoprak. Para pemain dengan variasi pekerjaan dan status mulai dari petani, PNS, tukang ojek, pemuda, ibu rumah tangga, mahasiswa, kuli bongkar muat, tukang kayu, perangkat desa ini meluangkan waktu selama dua kali seminggu selama dua bulan lebih.
“Kami juga mengapresiasi Bupati Banyumas, Achmad Husein dan berbagai pihak yang telah memberikan semangat dan dukungan dan kehadirannya dalam pentas ini. Kami berharap seni sebagai bagian memberikan pesan moral dan kebaikan di tengah masyarakat saat ini terus didukung dan dilestarikan,” jelas Wanto Tirta selaku sutradara sekaligus pemain.
Sebagai paguyuban seniman ketoprak yang terbilang baru, Kusuma Laras memang mempunyai banyak tantangan. Meskipun semangat para seniman ini masih tinggi, namun permasalahan pendanaan masih menjadi persoalan tersendiri bagi keberlanjutan kesenian ini. Untuk itulah, harapan dukungan masyarakat, pemerintah hingga kalangan swasta juga sangat dibutuhkan bagi hidup dan tumbuhnya iklim berkesenian.
“Berbeda dari seni populer saat ini, pentas ketoprak memang membutuhkan banyak personel, aksesori, properti, dan sebagainya termasuk iringan musik gamelan. Makanya selain dukungan dari masyarakat, sesama anggota paguyuban seniman juga terus mendorong semangat pantang menyerah dalam berkesenian. Apalagi dalam berkesenian harus rela berkorban waktu, pikiran, tenaga bahkan biaya,” jelasnya. 

Petani Desa Jambu Manfaatkan 12 Rubuha



suaramerdeka.com

Petani Desa Jambu Kecamatan Wangon saat ini sedang menikmati manfaat 12 rumah burung hantu (Rubuha) yang dipasang di areal persawahan mereka. Melalui bantuan Bank Indonesia itulah, upaya pengendalian hama terpadu secara alami berdampak meningkatkan hasil pertanian sejak tiga tahun lalu.
Petani Desa Jambu, Duri (56) mengatakan sejak adannya rumah burung hantu itulah, perubahan kemajuan pertanian di wilayah desanya terjadi. Hama tikus mulai berkurang, karena adanya peran aktif burung hantu yang suka berburu di malam hari. Keberadan burung hantu yang tinggal di rubuha ini dinilai sangat membantu petani.
“Boleh dikatakan ada penurunan serangan tikus. Kalau dibilang tidak ada tikus, itu tidak benar. Masih ada tikus tapi serangannya tak begitu parah sebagaimana tahun-tahun sebelum dipasang rumah burung hantu ini,” katanya. Dijelaskan Duri, hingga saat ini sebanyak 12 rumah burung hantu masih dijaga dan dirawat oleh masyarakat setempat.
Apalagi untuk mendukung pengendalian hama terpadu secara alami itu, pemerintah desa setempat juga telah membuatkan peraturan desa tentang larangan perburuan burung hantu. Dalam peraturan desa tersebut, warga dilarang memperjualbelikan, menangkap dan membunuh burung hantu yang ada di wilayah Desa Jambu Kecamatan Wangon.
“Dengan aturan itulah, kami pun juga tak sembarang memperlakukan burung hantu yang ada. Karena memang burung hantu adalah sahabat petani untuk hidup bersama dan saling membutuhkan. Kami berharap hal ini terus berlangsung sehingga petani bisa semakin sejahtera,” ujarnya.
Terbantu
Petani lainnya, Suparno (60) mengatakan berkat adanya rumah burung hantu ini, ia merasa terbantu secara alami. Hama tikus yang menyerang areal persawahan desa setempat, kini sudah berkurang. Terbukti jumlah tikus yang ia dapat dari hasil pengendalian tikus secara manual dengan penyemporan lubang-lubang tikus kini berkurang.
“Apalagi sesuai dengan informasi dari para penyuluh, daya jangkau buru seekor burung hantu ke tikus-tikus ini bisa mencapai 100 meter persegi. Burung hantu ini biasanya berburu pada malam hari, dan dengan suaranya saja yang ramai, maka tikus akan terbirit- birit lari,” katanya. Disebutkan Suparno, sebelum ada rubuha yang dipasang di areal persawahan, jumlah panen padi petani rata-rata sekitar empat ton per hektare.
Sementara sejak dipasang rubuha, rata-rata jumlah panen padi petani di lahan seluas satu hektare bisa mencapai 5-6 ton. Hal ini dinilai sangat meningkat cukup tinggi, karena berkurangnya serangan hama tikus di lokasi areal persawahan di wilayah desa setempat.
“Makanya sesuai dengan imbauan pemerintah desa dan penyuluh kami terus berusaha untuk mempertahankan dan menjaga rumah burung hantu yang ada saat ini. Kami berharap agar rumah burung hantu ini awet sehingga semakin banyak burung hantu yang bisa beranak pinak dan tikus semakin terkendali,” katanya. 

Limbah Tapioka Gumelar Bisa Diolah Jadi Pupuk Organik



suaramerdeka.com

Kelompok Tani Hutan (KTH) Giri Lestari Desa Cihonje Kecamatan Gumelar sejak beberapa tahun terakhir mengolah limbah padat tepung tapioka menjadi pupuk organik. Kini pupuk organik hasil olahan mereka telah dipasarkan di kalangan petani sekaligus menjadi pengurang pencemaran lingkungan. Ketua KTH Giri Lestari, Wakam mengatakan produksi pupuk organik berbahan dasar limbah padat tepung tapioka ini telah dirintisnya sejak tahun 2012.
Melalui pembelajaran dan pelatihan yang dilaksanakan secara mandiri, ia bersama komunitasnya mengolah limbah padat dan cair tepung tapioka yang selama ini menjadi masalah tersendiri bagi masyarakat. “Seperti diketahui limbah cair dan padat tepung tapioka ini selalu dituding menjadi biang pencemaran air hingga udara. Makanya dengan pengolahan limbah menjadi bahan baku pupuk organik inilah, kami berharap permasalahan limbah ini dapat dikurangi,” katanya.
Dijelaskan Wakam, sesuai data yang dihimpunnya, jumlah perajin tepung tapioka yang tersebar di sejumlah desa di wilayah Kecamatan Gumelar mencapai 90 industri rumah tangga. Adapun jumlah produksi tepung tapioka ini bervariasi mulai dari ratusan kilogram hingga mencapai 10 ton/hari.
Sementara ini, karena terbatasnya pengetahuan dan sarana prasarana pengelola limbah, limbah tapioka belum tertangani secara maksimal. “Makanya dengan dukungan dan bimbingan pemerintah dan dinas terkait, kami berhasil memproduksi pupuk organik hingga pestisida organik yang siap dipasarkan ke berbagai pihak. Dengan formula pupuk dan pestisida yang telah berbentuk cair dengan harga terjangkau, ini bisa membantu petani meningkatkan produk hingga mengurangi potensi polusi akibat limbah tapioka,” jelasnya.
Mendukung
Ketua KTH Wana Lestari Widodo, Desa Paningkaban, Kecamatan Gumelar, Sutarjo mengapresiasi dan mendukung upaya dari KTH tetangga desanya tersebut. Makanya melalui koordinasi antara komunitas KTH, pihaknya juga mendorong para petani hutan untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam produksi pupuk dan pestisida organik dari limbah tapioka tersebut.
“Kami berharap dengan keberhasilan KTH dalam memproduksi pupuk dari bahan limbah, maka dukungan pemerintah semakin besar. Apalagi produksi pupuk bisa menjadi bagian dari solusi penanganan limbah produksi tapioka,” ujarnya. Penyuluh Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Wahyono juga terus mendorong KTH yang lainnya untuk turut mengembangkan dan mempraktikan pengetahuannya
. Dengan pengetahuan dan pengelolaan potensi yang ada di lingkungannya masing-masing, diharapkan KTH dapat menjadi kelompok yang berdaya secara ekonomi sekaligus menjadi bagian penyelamatan lingkungan. 

Jalur Pekuncen-Ajibarang-Wangon Akan Dilebarkan



suaramerdeka.com

Jalur Tengah Langganan Macet

Jalur tengah tepatnya Ajibarang-Pekuncen dan Ajibarang Wangon saat ini dikenal sebagai jalur rusak dan langganan macet. Peningkatan dan perbaikan yang lebih kuat diharapkan segera dilaksanakan jelang liburan Natal dan Tahun Baru 2017 mendatang.
Selama beberapa minggu terakhir ini, banyak warga yang melintasi dua jalur tersebut harus bersabar menghadapi tersendatnya arus lalu lintas akibat jalan rusak, kendaraan mogok hingga kecelakaan. Di tengah tingginya curah hujan saat ini, perbaikan jalan di jalur tengah inipun terus dilaksanakan.
Sayangnya, dengan cuaca dan banyaknya kendaraan bermuatan dengan tonase berlebih maka kerusakan jalan semakin cepat terjadi. Warga Desa Kranggan, Kecamatan Pekuncen, Rakhmawati mengatakan, bersama keluarganya lebih sering memilih melintas di jalur alternatif Pekuncen-Ajibarang.
Pasalnya kenyamanan, keamanan hingga kelancaran lalu lintas di jalur utama Ajibarang-Pekuncen saat ini sulit dirasakan.
Apalagi selain rusak, berlubang, bergelombang, jalur ini juga padat kendaraan-kendaraan besar. “Kalau sudah masuk sore hari, maka dipastikan jalur tengah ini akan tersendat. Arus kendaraan yang melaju dari arah Ajibarang- Bumiayu ataupun sebaliknya akan padat merayap.
Apalagi kalau ada kendaraan yang mogok di lokasi jalan rusak, maka akan lebih parah lagi. Akibatnya warga lokal lebih memilih jalan kabupaten, sebagai jalur alternatif yang lebih nyaman dan aman,” katanya.
Adapun jalan alternatif yang sering digunakan oleh warga lokal untuk menghindari jalan utama itu antara lain mulai dari perbatasan Paguyangan, Brebes melalui Desa Krajan, Desa Kranggan, Desa Pekuncen, Pasiraman, Karangklesem, Pandansari dan Ajibarang.
Meski kondisinya lebih sempit, namun jalan kabupaten ini lebih banyak dipilih warga lokal karena lebih halus. Dari segi jarak dan waktu tempuh jalur alternatif ini dinilai lebih singkat dibandingkan dengan menempuh jalan utama yang rusak parah.
“Kami berharap agar jalan utama ini dapat diperbaiki lebih baik lagi, apalagi sebentar lagi akan datang liburan Natal dan Tahun Baru. Kalau jalan di jalur nasional ini rusak terus maka bisa dipastikan kelancarannya akan terganggu.
Kami juga berharap pemerintah lebih tegas dalam membatasi tonase kendaraan bermuatan yang melintas di jalur ini,” jelas Yulianto warga Pekuncen. Warga Purwokerto, Hanan Wiyoko yang sering melintas menuju ke Bumiayu juga mengeluhkan kondisi jalan di jalur tengah Banyumas yang rusak parah. Sebagai pengguna jalan, dia berharap agar jalur Ajibarang- Pekuncen dapat segera ditingkatkan dan diperbaiki.
Karena di ruas jalan lain terutama ketika sudah melintas ke wilayah Paguyangan, jalur nasional ini sudah lebih lebar dan lebih baik. “Kami berharap agar segera ada perbaikan yang lebih kuat lagi, sehingga jalan di jalur ini tidak berulangkali rusak dan mengakibatnya banyak kendaraan mogok, tersendat hingga macet.
Apalagi jalur ini merupakan jalur utama satu-satunya dari arah Purwokerto menuju Jakarta,” katanya. Kapolsek Pekuncen, AKP Sutarno juga prihatin dengan kondisi jalan nasional Ajibarang- Pekuncen yang rusak parah. Dia mengimbau kepada warga untuk semakin hati-hati ketika melintas di jalur sepanjang 4 kilometer. Terlebih lagi di sejumlah ruas jalan tersebut terdapat sejumlah tikungan tajam yang rawan kecelakaan.
“Utamakan keselamatan dan keamanan ketika melintas di jalur tengah ini dari arah Ajibarang hingga perbatasan Banyumas- Brebes di Pekuncen ini. Apalagi selain jalan berlubang, banyak jalan yang bergelombang dan tikungan tajam,” tegasnya. Terkait dengan kerusakan jalan yang cepat inilah, harapan akan pelebaran, peningkatan kualitas jalan di jalur tengah terus mengemuka di masyarakat.
Pasalnya sudah terbukti jika perbaikan jalan dan penambalan jalan berlubang yang dilaksanakan berulangkali ini dinilai tak efektif untuk membuat jalan lebih kuat dan tahan lama. “Kondisi jalur tengah yang terbatas kapasitasnya menjadi banyak yang rusak. Makanya kami berharap wacana pelebaran dan peningkatan jalan yang terdengar sejak dulu dapat direalisasikan,” jelas anggota DPRD Banyumas, Samsudin. 

Akan Dilebarkan



Dua ruas jalan nasional arah Ajibarang- Pekuncen dan Ajibarang- Wangon akan diperbaiki dan dilebarkan. Diharapkan dengan pelebaran jalan nasional ini, jalan di jalur tengah Banyumas ini akan dapat lebih representatif.


Hal itu disampaikan Pejabat Pembuat Komitmen Jalan dan Jembatan Slawi- Bumiayu-Wangon Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum, Wahyu SW, kemarin. Dua titik jalan yang akan ditingkatkan berada di Km 35 sampai dengan Km 36 arah Ajibarang-Brebes.



Sementara itu, untuk arah Ajibarang- Wangon, perbaikan jalan akan dilaksanakan di arah Km 44. ”Jadi total peningkatan dan pelebaran jalan yang akan dilaksanakan ini adalah sekitar tiga kilometer. Semoga ke depan dapat berjalan lancar sehingga warga dapat menikmati infrastruktur jalan dengan lebih baik,” katanya.



Ditanya soal kerusakan jalan yang saat ini terus saja terjadi termasuk dari arah Ajibarang Brebes dan Ajibarang Wangon, Wahyu menyatakan tak berhenti melaksanakan pemeliharaan dan perbaikan jalan. Namun sayangnya, dalam perbaikan jalan ini selalu terkendala cuaca yang tak bersahabat dan juga tonase berlebih dari kendaraan bermuatan berat yang melintas di jalan nasional tersebut.



Makanya kerusakan demi kerusakan terus saja terjadi meskipun perbaikan demi perbaikan dilaksanakan. ”Bahkan saat hujanpun dan siang malam perbaikan jalan rusak ini dilaksanakan. Namun memang seperti diketahui cuaca tidak mendukung. Tak hanya itu muatan berlebih kendaraan bermuatan berat yang melintasi jalur nasional ini juga terbilang tak terkendali,” katanya.



Masih Terlihat



Dia tak memungkiri jika kerusakan jalan di jalur tersebut memang cukup parah. Hujan deras dan lintasan kendaraan bermuatan berat di jalur tersebut memang sangat cepat memicu kerusakan jalan di jalur tersebut.



Dia mengakui, sebagian kondisi jalan di jalur tengah termasuk dari arah Ajibarang-Pekuncen sudah tak ideal lagi. ”Apalagi sebagaimana diberitakan di berbagai media, sejak jembatan timbang ditutup, maka banyak kendaraan bermuatan berat bertambah nekat membawa muatan berlebih.



Akibatnya jalan akan cepat sekali rusak,” katanya. Hingga kemarin, kerusakan jalan yang berat terlihat jelas terutama di wilayah Kecamatan Pekuncen tepatnya mulai dari Desa Ciberung, Kecamatan Ajibarang hingga Desa Kranggan, Kecamatan Pekuncen. Sementara itu, di jalur Ajibarang-Wangon kerusakan jalan yang mencolok terlihat di Desa Banteran, Kecamatan Wangon.



Sebelum diuruk oleh petugas dinas terkait, jalan tersebut juga kembali berlubang. Tak hanya di wilayah Wangon, warga di sekitar lokasi jalan rusak di wilayah Kecamatan Pekuncen. Hal itu terlihat di Desa Banjaranyar, Pekuncen dan Cikawung.

KTH Didorong Ikut Mengonservasi Hutan

suaramerdeka.com

Lahan Kritis Meningkat, Produksi Kayu Defisit

Tingginya penebangan kayu dan penggunaan kawasan hutan untuk tanaman semusim ini juga berdampak pada meningkatkan kawasan kritis. Terkait hal itu, gerakan tanam pohon terus disosialisasikan ke berbagai wilayah dan kalangan di Jawa Tengah.
Kepala Bidang Rehabilitasi dan Pengembangan Sumber Daya Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Raharjo mengatakan, untuk mendorong peningkatan produksi kayu dan mengurangi lahan kritis, pemerintah terus mendorong peningkatan kegiatan tanam pohon.
Di Jateng sendiri, target tanam pohon tiap tahun adalah 100 juta pohon. Selain lahan kritis, kegiatan ini juga menyasar lahan kosong ruang terbuka hijau, kawasan mangrove, sempadan pantai, lahan sekolah, rumah sakit, sabuk hijau sungai, waduk dan pesantren. “Total lahan kritis di Jateng sekitar 634 ribu hektare.
Paling banyak lahan kritis berada di wilayah Wonogiri, Cilacap, Banyumas, Brebes hingga kawasan pegunungan tinggi Dieng. Di daerah inilah, banyak kawasan lindung telah berubah menjadi lahan tanam tanaman semusim,” katanya di sela kegiatan peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia yang dipusatkan di Parungkamal, Kecamatan Lumbir, Kamis (1/12).
Terkait hal itulah, pihaknya terus mendorong masyarakat untuk mengembalikan kembali daya dukung lingkungan untuk konservasi alam. Kegiatan rehabilitasi lahan dan konservasi lingkungan ini bisa dilaksanakan dengan gerakan tanam dengan paradigma agroforestri.
Melalui agroforestri inilah masyarakat bisa melaksanakan rehabilitasi lahan sekaligus menanam tanaman yang cepat panen. Pola rehabilitasi lahan ini, harus dilaksanakan dengan daya dukung lingkungan. Jika tanah miring dan berbatu maka yang cocok adalah ditanami pohon saja.
Sementara jika tanah yang agak datar maka bisa ditanami tanaman pangan lainnya seperti ketela dan sebagainya. Selain itu tanaman albasia juga bisa menjadi tanaman pilihan, karena waktu panennya pendek dan laku di pasaran. “Contohnya dengan menanam albasia yang bisa dipanen 5-6 tahun.
Di bawahnya bisa ditanami berbagai tanaman lainnya. Jika satu hektare lahan bisa ditanami 625 pohon albasia, maka bisa dihitung hasilnya. Apalagi albasia termasuk jenis kayu yang laris untuk kebutuhan industri kayu olahan,” tuturnya.
Masih Defisit
Menurut Raharjo, produksi kayu di Jateng hingga 2016 ini masih defisit untuk memenuhi kebutuhan industri kayu olahan. Jumlah kebutuhan kayu untuk industri kayu olahan mencapai 5,1 juta meter kubik per tahun.
Sementara itu pasokan kayu dari hutan pemerintah hanya sekitar 300 ribu kubik pertahun sedangkan dari pasokan kayu dari hutan rakyat baru sekitar 3,4 juta meter kubik kayu.
“Jadi masih defisit pasokan kayu sekitar 1,4 juta meter kubik. Untuk menutupi defisit inilah, banyak pabrik menyuplai kayu dari luar Jateng bahkan dari luar Pulau Jawa,” katanya.
Anggota Dewan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah, Edy Wahono mengatakan, dampak lahan kritis berpengaruh para menurunnya debit air sungai musim kemarau dan banjir di musim hujan. Dia mencontohkan, dengan rusaknya kawasan konservasi di Pegunungan Dieng yang menjadi hulu Sungai Serayu berdampak pada sungai tersebut. “Sebut saja Sungai Serayu, hulunya yaitu di Dieng kini kurang konservasi.
Konservasi selalu berhadapan dengan perkembangan penduduk sekaligus pengembangan komoditas pertanian, ” katanya. Padahal untuk menjaga kelestarian air, kata dia, upaya konservasi harus dilaksanakan secara terpadu dari hulu ke hilir. Sayangnya, hal tersebut tak bisa dilaksanakan. Lahan yang seharusnya dikonservasi kini telah beralih fungsi menjadi lahan pertanian dan pemukiman.
Konservasi lahan resapan air kini makin terdesak dengan masalah ekonomi dan kependudukan. “Di Dieng sulit dilaksanakan konservasi karena kentang menjadi komoditas yang menguntungkan. Sementara itu sebagai pemasok air terbesar Sungai Serayu, yaitu Sungai Klawing, juga sangat minim konservasinya,” jelasnya.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Bowo Suryoko juga mengajak setiap warga minimal dapat menanam 25 pohon selama hidupnya. Hal ini dilaksanakan untuk mendorong konservasi hingga ketersediaan oksigen bagi keberlangsungan makhluk hidup di dunia.
Apalagi sekarang ini kondisi alam sudah banyak mengalami kerusakan. “Bisa dibayangkan jika jumlah warga negara Indonesia yang sekarang berjumlah ratusan juta menanam. Maka ini menjadi investasi untuk alam dan untuk kebaikan. Makanya dalam kegiatan ini diharapkan dapat mendorong masyarakat terus menanam,” jelasnya.
Penyuluh Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Balai Pengelolaan Hutan (BPH) Wilayah VI Purbalingga, Banyumas dan Cilacap, Wahyono terus mendorong masyarakat untuk mengelola kawasan hutan sesuai dengan prosedur perundang-undangan yang berlaku. Selain mengelola hutan rakyat, masyarakat diimbau dapat turut serta mengelola kawasan hutan lindung yang ada di sekitar mereka.
Pasalnya di tengah situasi ekonomi yang sulit sekarang ini, potensi penyimpangan hutan lindung sangat bisa terjadi. “Makanya melalui berbagai kesempatan kami terus sosialisasikan regulasi hingga upaya pemberdayaan bagi kelompok tani hutan yang ada.
Selain memanfaatkan kawasan hutan, masyarakat juga didorong untuk menjaga kawasan hutan sehingga lahan kritis dapat terus dikurangi. Dengan berkurangnya lahan kritis diharapkan pengurangan risiko bencana juga dapat dilaksanakan,” katanya.
Wahyono berharap Kelompok Tani Hutan (KTH) yang telah terbentuk dan berbadan hukum di wilayah Banyumas diharapkan turut serta dalam menjalankan fungsi konservasi hutan. Hal ini penting agar pemanfaatan hutan untuk kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan secara seimbang.
“Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.57/Menhut-II/2014 tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani Hutan, KTH adalah kumpulan petani beserta keluarga yang mengelola usaha di bidang kehutanan di dalam dan di luar kawasan hutan yang meliputi usaha hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan, baik di hulu maupun di hilir,” jelasnya.
Dia menjelaskan, KTH diharapkan dapat menjadi media pembelajaran masyarakat, peningkatan kapasitas anggota, pemecahan permasalahan, kerjasama dan gotong royong, Pengembangan usaha produktif, pengolahan dan pemasaran hasil hutan dan peningkatan kepedulian terhadap kelestarian hutan.
Terbentuknya KTH-KTH di sejumlah wilayah desa di wilayah tepi hutan, diharapkan dapat menjadi kader penyelamat lingkungan hutan.
“Bidang Kegiatan KTH antara lain berkaitan dengan pemanfaatan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Ini yang perlu diperhatikan oleh anggota KTH,” jelasnya. (5 Desember 2016).
 KTH Didorong Ikut Mengonservasi Hutan
Kelompok Tani Hutan (KTH) yang telah terbentuk dan berbadan hukum di wilayah Banyumas diharapkan turut serta dalam menjalankan fungsi konservasi hutan.
Hal ini penting agar pemanfaatan hutan untuk kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan secara seimbang. Penyuluh Kehutanan, Wahyono sekaligus pembina KTH di wilayah Perhutani Banyumas Barat, mengatakan, pembinaan terhadap KTH yang telah terbentuk terus dilaksanakan.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.57/Menhut- II/2014 tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani Hutan, KTH adalah kumpulan petani beserta keluarga yang mengelola usaha di bidang kehutanan di dalam dan di luar kawasan hutan yang meliputi usaha hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan, baik di hulu maupun hilir.
“Kami berharap kesempatan mengelola hutan termasuk menanam tanaman seperti kopi dan sebagainya yang diperbolehkan ini dapat dimanfaatkan oleh anggota KTH secara maksimal. Dengan pemanfaatan kawasan hutan sesuai dengan prosedur atau perundang- undangan yang berlaku, “ katanya.
Media BelajarDijelaskan Wahyono, KTH diharapkan dapat menjadi media pembelajaran masyarakat, peningkatan kapasitas anggota, pemecahan permasalahan, kerjasama dan gotong royong, Pengembangan usaha produktif, pengolahan dan pemasaran hasil hutan dan peningkatan kepedulian terhadap kelestarian hutan. “Bidang Kegiatan KTH antara lain berkaitan dengan pemanfaatan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Ini yang perlu diperhatikan oleh anggota KTH,” jelasnya.
Wahyono mengatakan, dengan terbentuknya KTH-KTH di sejumlah wilayah desa di wilayah tepi hutan, diharapkan dapat menjadi kader penyelamat lingkungan hutan. Hal ini penting agar hutanhutan di wilayah Pulau Jawa dapat terus dijaga dan dilestarikan meski telah diambil manfaatnya oleh masyarakat. “Kami berharap kebijakan dari pemerintah pusat terkait pemanfaat hutan oleh KTH ini dapat digunakan sebaik-baiknya oleh masyarakat.
KTH diharapkan dapat menjadi kelompok pemanfaat sekaligus pelestari lingkungan hutan,” katanya. Pengurus KTH Desa Glempang, Kecamatan Pekuncen, Sudarto mengatakan, saat ini petani yang tergabung dalam KTH sudah mulai memanfaatkan areal hutan dengan menanam berbagai macam tanaman.
Areal tegakan di bawah pohon pinus yang ada telah ditanami sejumlah tanaman perdu, rempah dan sebagainya untuk pendapatan rakyat. “Kami berharap pendampingan dari penyuluh dan pemerintah agar keberadaan KTH ini benar-benar bermanfaat dan diberdayakan untuk kepentingan masyarakat sekitar hutan,” katanya.

Entri yang Diunggulkan

Info Tentang Blog Banyumas Corner

saya mencoba mendeskripsikan sebuah ungkapan yang berasal dari bahasa populer saat ini yaitu ungkapan Menduniakan Banyumas dan Memb...