Selamat Kepada Calon Kepala Daerah Banyumas

Jumat, 27 Oktober 2017

Film Satria Perkenalkan Budaya dan Pariwisata Banyumas




 Rumah produksi Ralia Pictures dan Gula Kelapa Pictures akan menghadirkan film nasionalisme bernuansa budaya Banyumas berjudul Satria. Film yang dijadwalkan tayang pada Februari 2018 tersebut turut melibatkan Pemerintah Kabupaten Banyumas dan Pramuka Kwarcab Banyumas.

"Banyumas memiliki kekuatan budaya dan kuliner yang tidak dimiliki daerah lain. Belum lagi banyak tokoh nasional lahir dari Banyumas, seperti Jenderal Gatot Soebroto dan Profesor Soemitro Djojohadikoesoemo," ujar Syamsul Masdjo Arifin, produser Ralia Pictures.

Sutradara Jito Banyu mengatakan, film akan mengeksplorasi seluruh aspek Kabupaten Banyumas, mulai dari pariwisata, budaya, dan kuliner. Ia menjelaskan, film berkisah tentang putra daerah asal Banyumas bernama Satria.

Kedua orang tua Satria telah meninggal dunia sehingga ia diasuh sang nenek, veteran perang zaman kemerdekaan yang sangat menyayanginya. Di tengah keterbatasan dan kesederhanaan, Satria gigih berjuang hingga berhasil mencapai kesuksesan.

Jito menjelaskan, tokoh Satria memiliki semangat nasionalisme tinggi dan sangat mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Aktor yang didapuk menghidupkan karakter Satria adalah Yama Carlos, beradu akting dengan Rianti Cartwright, Elvira Devinamira, Melayu Nicole, Pangky Suwito, Pong Harjatmo, dan Jajang C Noer.

Sebagian besar pemeran diharuskan bicara dalam dialek Banyumasan yang dikenal dengan bahasa ngapak. Jito mengatakan, setengah dialog akan menggunakan bahasa Indonesia sementara sebagian lain menggunakan bahasa daerah agar film dapat diterima meluas oleh penonton global.

"Sasaran film tentunya penonton dari semua umur. Semoga film Satria bisa menjadi tontonan dan tuntunan yang baik untuk masyarakat Indonesia," kata sineas yang juga menyutradarai film Untuk Angeline dan Psikopat itu.

Jajang C Noer Jadi Nenek Difabel di Film Satria



Aktris Jajang C Noer akan membintangi film nasionalisme berjudul Satria yang berlatar budaya Banyumas. Sinema yang akan segera diproduksi pada November 2017 itu dijadwalkan tayang pada Februari 2018.

"Saya berperan sebagai Ninik Wakem, nenek tokoh utama Satria. Belum mau bicara banyak, tapi saya beri petunjuk bahwa sang nenek ini difabel," kata seniman 65 tahun kelahiran Paris, Prancis, itu.

Meski memiliki keterbatasan fisik, Jajang mengatakan sang nenek mendidik dan mengasuh cucunya dengan penuh kasih sayang. Sang nenek pula yang selalu menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme pada diri Satria.

Istri dari mendiang sutradara Arifin C Noer itu mengaku tidak pikir panjang menerima tawaran bermain di Satria. Judul film dianggapnya sangat merepresentasikan sifat kesatria, yang dikaitkan dengan sederet sikap luhur seperti tanggung jawab, setia, dan konsisten. 

Jajang menilai sinema arahan sutradara Jito Banyu tersebut sangat Pancasilais, mengusung semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan cinta NKRI. Menurutnya, penanaman cinta NKRI pada generasi muda melalui film akan efektif untuk menumbuhkan rasa toleransi.  

"Pluralisme penting sekali karena sekarang suasana bangsa kita agak kacau, masyarakat dipecah belah oleh masuknya teori-teori tak masuk akal," ucap putri tunggal tokoh nasional pergerakan kemerdekaan Indonesia Nazir Datuk Pamoentjak itu.

Selain Jajang, film dibintangi Yama Carlos, Rianti Cartwright, Elvira Devinamira, Melayu Nicole, Pangky Suwito, dan Pong Harjatmo. Satriaadalah besutan rumah produksi Ralia Pictures dan Gula Kelapa Pictures, bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Banyumas dan Pramuka Kwarcab Banyumas.
sumber REPUBLIKA.CO.ID,

Kamis, 26 Oktober 2017

Melanggar di Jalan, Ditilang di Rumah – Tilang E-CCTV Purwokerto



 Pekan Ini Satlantas Koordinasi Dengan Dinhub PURWOKERTO-Satuan Lalu Lintas Polres Banyumas bersiap menyambut penilangan dengan menggunakan rekaman E-CCTV. Bahkan, dengan adanya penilangan E-CCTV, nantinya penempatan petugas di persimpangan tidak diperlukan. Sebab, semua pelanggaran dapat terekam dengan baik oleh kamera CCTV. “Saya rasa dengan adanya E-CCTV tidak harus ada petugas, semua sudah terekam CCTV ketika ada kendaraan yang melanggar, baik nopol kendaraan maupun wajah pengendara,” jelas Kapolres Banyumas AKBP Bambang Yudhantara Salamun SIK melalui Kasat Lantas AKP AR Dwi Nugroho. Berbekal rekaman itu, petugas akan mendatangi pemilik kendaraan sesuai alamat di STNK. 

Jika pengendara sesuai dengan foto di E-CCTV akan ditindak langsung. “Jika tidak sesuai dengan rekaman E-CCTV, akan dikembangkan lagi siapa yang mengendarai kendaraan tersebut. Kami arahnya seperti itu,” tambah AKP AR Dwi Nugroho. Namun demikian, Satlantas baru akan berkordinasi lagi dengan Dinhub pada pekan ini. Hal ini untuk membicarakan terkait teknis pelaksanaan tilang E-CCTV. “Dari Dinhub belum menyampaikan, secepatnya akan ketemu. Jumat (besok,red) kami ada agenda dengan Dinhub, mungkin akan membahas itu (tilang E-CCTV) sekaligus,” ujar dia. 

Ditempat lain, Dinhub juga mengaku siap untuk melakukan pantauan melalui kamera CCTV di Area Traffic Control System (ATCS). Kamera ini siap dioperasikan dalam waktu dekat. Kepala Seksi Rekayasa dan Prasarana LLAJ dinhub Banyumas, R Hermawan mengatakan, kendaraan dapat terlihat jelas di CCTV jika ada kendaraan yang melanggar. Terutama roda empat. Contohnya jika kendaraan itu melewati batas RHK roda dua secara sengaja. “Misalnya, pas sudah lampu hijau tiba-tiba kuning, dari pada melanggar jadi berhenti. Tapi berhentinya di RHK roda dua, kami akan segera menegur agar mundur. Tapi kalau berhenti sengaja di RHK roda dua secara sengaja karena memanfaatkan pas kosong, jelas itu bentuk pelanggaran,” jelas Hermawan. 

Dinhub Kabupaten Banyumas sendiri tinggal menunggu kesiapan dari Satlantas Banyumas. Dari keseluruhan perangkat yang menunjang e-tilang, dirasa sudah cukup. “Tinggal tunggu kepastian dari Kepala Satlantas Banyumas, dan kami akan berkenalan dulu dengan kepala Satlantas yang baru karena kordinasi yang lalu, masih dengan kepala Satlantas yang lama,” katanya. Selain itu, bentuk persiapan lainnya, Dinhub Kabupaten Banyumas sudah melakukan study banding ke Bandung. Tidak jauh berbeda dengan rencana di Banyumas, pelaksanaannya juga melalui dua sistem. Pertama dilakukan dengan peringatan di beberapa simpang yang sudah dilengkapi CCTV. Dan selanjutnya dengan sistem tilang. “Kalau ada petugas di lapangan bisa langsung ditilang, tapi kalau tidak ada petugas di lapangan rekaman pelanggaran akan kami kirim ke kepolisian, untuk ditindak lanjuti dengan diberi sanksi,” ujar Hermawan. Penerapan e-tilang ini nantinya siap di dua belas lokasi yang sudah terpasang kamera CCTV, di wilayah Purwokerto kota. 

Sumber: Radarbanyumas.co.id

Jumat, 20 Oktober 2017

Revitalisasi Alun Alun Banyumas

Dengan adanya revitalisasi alun alun kota lama Bnayumas, secara perlahan mulai berdampak kepada perekonomian masyarakat di sekitarnya. Dan mula mempertegas rencana Pemkab Banyumas yang menetapkan Kota lama Banyumas sebagai kota Pusaka atau Heritage city sebagai salah satu pengembangan konsep bidang pariwisata. 

Tentu hal ini merupakan permulaan sebagai bagian dari penataan kawasan kota lama secara keseluruhan . Meskipun belum semuanya tercover setidaknya sudah membuka jalan dan sebagai rintisan menuju pusat wisata baru di  kabupaten banyumas. 

Tentang Pembangunan Alun alun Banyumas saat ini mulai dirasakan masyarakat sebagai bagian dari pertumbuhan kota yang awalnya terkesan semrawut sekarang sudah terlihat tertib, rapi dan indah yang membuka peluang usaha masyarakat sekitarnya dibidang kuliner, kesenian,batik, permainan anak dan hiburan lain. 

Pada tahun 2015 saya mendapat info awal rencana pembangunna  alun-alun Banyumas ini. 


Revitalisasi alun alun Banyumas dikerjakan selama 3 tahun terakhir, dan hasilnya mulai bisa dirasakan masyarakat di akhir tahun kedua. Dan saat ini masih ada rencana pembangunan Air Mancur. Tentu ini berita yang menggembirakan karena saat ini pembangunan sebagian besar terfokus di kawasan perkotaan Purwokerto sebagai pusat kabupaten. Tapi dengan adnya pemerataan perhatian berdampak pula pada semakin meratanya pertumbuhan infrastruktur daerah serta efek di bidang perekonomian, wisata dan sosial budaya. 
Foto Credit to Erni Yatno



Rabu, 18 Oktober 2017

Sertifikasi Gula Semut Jadi Kendala


Belum adanya sertifikat gula serbuk atau gula semut, membuat beberapa petani kesulitan dalam memasarkan produknya. Seperti yang disampaikan salah satu petani gula kelapa dari Desa Batuanten, Kecamatan Cilongok, Kholil yang mengeluhkan banyak pembeli yang tidak jadi membeli karena belum ada sertifikat organik. “Para petani sudah mencoba melakukan disversifikasi produk, dan memenuhi standar. Tapi masih ada beberapa hal yang perlu dipenuhi untuk mendapat sertifikat organik,” ujarnya. 

Adanya kendala itu, para petani pun kembali meproduksi gula cetak. Kholil mengatakan, jika dibandingkan dengan gula semut, harga gula cetak masih di bawah gula semut. Saat ini, harga gula semut di tingkat petani berkisar Rp 11 ribu hingga Rp 13 ribu per kilogram. Sedangkan harga gula cetak tradisional per kilogram hanya Rp 8.500. 

Petani gula lainnya dari Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, Sodikin menuturkan, ada oknum yang menurunkan pasaran gula semut. Oknum tersebut mencampur gula rafinasi, yang tentu saja secara otomatis merugikan para petani gula. “Kami sangat memperhatikan kandungan produksi gula semut, jangan sampai ada bahan yang tidak organik. Sebab kami mencoba mempertahankan kekhasan gula kelapa yang jdi produk unggulan di Banyumas, apalagi di Jawa Tengah merupakan penghasil gula kelapa terbesar,” tutur Sodikin. 

Sementara itu, Konsultan Bidang Pemasaran PLUT KUMKM Provinsi Jawa Tengah di Purwokerto, Kukuh Haryadi menambahkan, untuk merambah pasar ekspor harus meningkatkan standar mutu dan melenkapi dokumen ekspor. Dengan adanya permaslahan tersebut, pihaknya akan mendampingi koperasi dan petani agar mengolah gula semut sesuai standar, dan dilanjutkan bimbingan teknis serta cara memproduksi sesuai standar ekspor. “Ada beberapa petani gula semut yang memproduksi gula semut belum sesuai standar, itu yang membuat konsumen mundur,” jelas Kukuh. 

Berdasarkan data pada 2015 bertambah 1.080 petani gula kelapa yang mengajukan sertifikasi organik ke lembaga sertifikasi internasional. Sedangkan sebelumnya, sudah ada 1.700 petani gula kelapa yang mengantongi sertifikasi organik. Dan permintaan dari luar negeri pun sudah banyak dari Belanda, kanada, Korea, Swedia, Jerman, Timur Tengah, Amerika, Singapura, dan Jepang. Sedangkan permintaan domestik biasanya datang dari Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, dan Bali.

Sumber: Radarbanyumas.co.id

Selasa, 17 Oktober 2017

Desa Bingung Tentukan Jenis BUMDes


TAMBAK-Desa-desa di Kecamatan Tambak sudah mulai merintis pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Keberadaan BUMDes digadang-gadang sebagai motor penggerak ekonomi masyarakat desa. Baru-baru ini, Desa Buniayu mendirikan BUMDes berupa pasar desa, toserba dan toko material. Akan tetapi, belum semua desa di Kecamatan Tambak merealisasikan pembuatan BUMDes pada 2017 ini. 

Kebingungan dalam menentukan jenis BUMDes adalah salah satu masalahnya. Desa masih mencari unit usaha yang tepat, sehingga ketika mendirikan BUMDes dapat berjalan dan berkelanjutan. Kepala Desa Prembun Masudi mengatakan bahwa pemerintah pusat menuntut desa supaya mempunyai BUMDes. Sedangkan untuk sementara waktu, desa masih kesulitan dalam membangun BUMDes. 

“Desa Prembun mempunyai embung. Sebenarnya dapat dikembangkan untuk mengangkat potensi pariwisata desa yang dapat dikelola sebagai BUMDes. Tapi, mendirikan wahana wisata dan sarana pendukung lainnya bukan hal mudah. Banyak modal yang dibutuhkan,” papar Masudi. Oleh karena itu, Desa Prembun mengeliminasi embung sebagai potensi BUMDes. Kemudian, dengan adanya pembaruan PAMSIMAS pada 2017 ini membawa harapan bagi Desa Prembun.


 “Pengelolaan air PAMSIMAS setelah penggantian pipa jika lancar dan merata untuk masyarakat maka PAMSIMAS akan dikelola sebagai BUMDes,” kata Masudi. Camat Tambak, Dwi Irawan Sukma menekankan, pendirian BUMDes bukan asal-asalan. Artinya, desa harus memperhatikan potensi yang dimiliki. “BUMDes itu sesuai dengan potensi masing-masing desa. Pengelolaan BUMDes ada pengurus tersendiri,” kata Dwi Irawan. BUMDes nantinya menjadi sumber Pendapatan Asli Desa. Sebab, Dana desa bukan lagi menjadi sumber utama pembangunan desa. Dana desa hanya stimulus.

Sumber: Radarbanyumas.co.id

RSUD Banyumas Ubah Loket Pendaftaran


 
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyumas melakukan pembaruan pada sistem pendaftaran, yakni dengan memperbanyak loket pendaftaran pada pasien rawat jalan pengguna jaminan kesehatan. Menurut Direktur RSUD Banyumas, AR Siswanto Budiwiyoto mengatakan, sebagai solusi menumpuknya antrian pasien. Dalam sehari, pasien rawat jalan dapat mencapai kurang lebih 800 orang. 

Dengan adanya pembaruan sistem, waktu tunggu dapat dipersingkat. Mengingat, pasien rawat jalan adalah orang yang dalam kondisi berobat atau mengalami masalah kesehatan. 

DIPERBANYAK : RSUD Banyumas memperbanyak loket pendaftaran pada pasien rawat jalan pengguna jaminan kesehatan. (FIHRI RAHMAWATI/RADARMAS) 

“Di loket pendaftaran, pasien rawat jalan sebelumnya mengantri dua kali. Dengan smart service, pasien rawat jalan menyerahkan berkas pendaftaran lalu menunggu sebentar langsung mendapatkan jaminan,” jelas Siswanto. Tri Pambudi, pasien rawat jalan poli jantung RSUD Banyumas asal Kabupaten Purbalingga mengatakan, pembaruan sistem menjadikannya berangkat berobat menjadi lebih pagi. Poli jantung kini mempunyai loket tersendiri, khusus bagi pasien rawat jalan penderita jantung. 

“Berangkat ke RSUD Banyumas setelah sholat subuh, masih petang. Antrian di loket poli jantung sudah 71,” ujar Budi yang setiap bulan sekali melakukan kontrol, Jum’at (13/10). Ketika berangkat kesiangan, sudah tidak mendapat nomor antrean. Sebab, terdapat pembatasan jumlah pasien rawat jalan poli jantung. Sebelum ada pembatasan jumlah pasien, dia selalu berangkat kontrol menjelang jam loket pendaftaran tutup. Sebab pendaftar sudah sepi, sehingga tidak harus berjubel mengantri. 

Sumber: Radarbanyumas.co.id

Tiga Regulasi Tata Ruang Ditunggu DPRD Banyumas



Pemkab Banyumas diminta segera menyelesaikan seluruh regulasi yang berkaitan dengan penataan ruang di Kabupaten Banyumas. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi pertumbuhan pembangunan di Banyumas, khususnya di wilayah Purwokerto, yang semakin meningkat setiap tahunnya. Ketua Komisi B DPRD Banyumas, Bambang Pudjianto menjelaskan ada tiga regulasi penataan ruang yang sejauh ini masih belum ditetapkan oleh pemerintah daerah. Menurutnya, selesai atau tidaknya regulasi tata ruang tersebut sangat bergantung dari keseriusan eksekutif dalam menyiapkan regulasi tersebut. 

PADAT : Kepadatan lalu lintas jalan Jenderal Sudirman Barat Purwokerto. Pemkab harus segera menentukan regulasi RDTRK Perkotaan Purwokerto, sebagai acuan pembangunan. (DIMAS PRABOWO/RADAR BANYUMAS) 

Pertama, regulasi berkaitan dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Purwokerto, yang sudah pernah dibahas di tingkat pansus, sampai saat ini belum jelas arahnya akan seperti apa. “Yang mengetahui permasalahan kenapa RDTR belum digedog sampai saat ini adalah eksekutif. Pada prinsipnya DPRD siap dalam melakukan pembahasan regulasi dalam raperda, asal materinya juga sudah siap dan jelas,” ujar dia. Selain RDTR, regulasi penataan ruang yang lebih umum, yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyumas, menurutnya juga sangat mendesak untuk segera direvisi. 

Pasalnya, dengan perkembangan daerah yang saat ini terus mengalami peningkatan, sudah seharusnya ada perubahan dalam rencana penataan ruang secara global. “Perubahan atau revisinya seperti apa, itu menurutnya menjadi kewenangan eksekutif, terutama untuk melakukan kajian yang akan dijadikan dasar perubahan RTRW,” tegas dia. Lalu yang terakhir berkaitan dengan regulasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Kabupaten Banyumas. Meski dua regulasi sebelumnya memiliki tingkat urgensi yang tinggi, salah satu keberhasilan perencanaan penataan ruang juga tetap harus memperhatikan regulasi LP2B. Dan itu bisa menjadi acuan untuk perencanaan tata ruang wilayah atau kota ke depannya. Lebih lanjut, Bambang menjelaskan perencanaan tata ruang sejauh ini diakui memang melibatkan beberapa OPD, yang dinilai memiliki irisan kewenangan yang saling mendukung. 

Sehingga diperlukan regulasi sejak dini guna menghindari kerentanan konflik kebijakan dan kepentingan di masa yang akan mendatang. Tak hanya regulasi penataan ruang, regulasi yang mendukung penataan ruang juga perlu disiapkan, seperti raperda tentang pengelolaan sempadan sungai dan raperda tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Selain itu, juga perlu ada zonasi-zonasi yang jelas untuk penataan ruang bangunan seperti wilayah industri, perdagangan, perumahan dan sebagainya. Dan itu dipastikan akan melibatkan beberapa OPD yang saling berintegrasi. “Sebagai contoh, untuk untuk wilayah industri, meski menjadi kewenangan dari Dinperindag, namun tetap harus melibatkan Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. Sehingga lahan produktif tetap terjaga kelestariannya,” ujarnya

Sumber: Radarbanyumas.co.id

Entri yang Diunggulkan

Info Tentang Blog Banyumas Corner

saya mencoba mendeskripsikan sebuah ungkapan yang berasal dari bahasa populer saat ini yaitu ungkapan Menduniakan Banyumas dan Memb...