Selamat Kepada Calon Kepala Daerah Banyumas

Rabu, 28 Maret 2018

Asal usul Desa Kebarongan Kemranjen Banyumas


Nama Desa Kebarongan yang terletak di wilayah Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas bukanlah nama yang asing bagi telinga warga Banyumas dan sekitarnya, bahkan di kancah nasional sekalipun nama desa ini cukup dikenal oleh berbagai kalangan.
Nama Desa Kebarongan cukup dikenal bukan karena di desa ini pernah ditangkap dedengkot teroris sekelas Abu Dujana pada tahun 2007 ataupun karena baru – baru ini ditangkap juga seorang terduga teroris bernama Imam Syafe’i, akan tetapi jauh – jauh hari sebelumnya desa ini sudah dikenal masyarakat luas, salah satunya karena di desa ini terdapat satu Pondok Pesantren yang telah berumur lebih dari satu abad, yaitu Pondok Pesantren Madrasah Wathoniyah Islamiyah atau PPMWI.
Adanya Desa Kebarongan tidak lepas dari perjuangan seorang ulama asal Prembun, Kabupaten Kebumen yang bermaksud mengembangkan agama Islam ke daerah barat. Dialah KH. Mohammad Habib, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai Habib, orang yang pertama kali menginjakan kaki di hutan desa (Kebarongan).
Pada sekitar tahun 1840-an Kyai Habib beserta beberapa orang pengikutnya (santri) tengah dalam perjalanan berdakwah ke arah barat, setelah singgah di beberapa tempat, tibalah di sebuah daerah yang dipenuhi dengan pepohonan hutan lebat berawa – rawa yang konon tergolong angker.
Namun dengan keteguhan imannya, Sang Kyai dan santrinya tidak gentar bahkan tertarik untuk “babad alas” dan bermukim di daerah yang baru disinggahinya itu. Akan tetapi untuk babad alas kecil ini ternyata juga bukan hal yang mudah. Karena keangkerannya, di hutan berawa – rawa itu masih banyak bergentayangan makhluk halus dan dedemit yang setiap saat bisa mengganggu manusia.
“Jalmamara Jalmamati, Sato Moro Sato Mati”, walau seangker apapun hutan yang jarang terjamah manusia itu, tidak menyurutkan niat Kyai Habib dan santrinya untuk babad alas. Keimanan dan ketauhidan yang kukuh menjadi senjata yang ampuh menaklukan hutan angker tersebut, hingga para mahluk halus dan para dedemit dapat dikalahkan dan tidak menggaggu proses babad alas.
Konon, setelah alas dibabad dan menjadi semacam pemukiman, kemudian Kyai Habib memberi nama daerah itu dengan sebutan “Teleng” karena daerah itu semula merupakan hutan rawa – rawa yang banyak airnya, dan bersamaan itu pula, Kyai Habib mendirikan sebuah Padepokan (Pondokan) untuk mengaji dan melakukan musyawarah.
Hari demi hari, Grumbul Teleng semakin ramai dikunjungi orang dan banyak pula yang mulai bermukim di daerah ini untuk berguru agama kepada Kyai Habib, dan keramaian ini menjadikan Grumbul Teleng berubah menjadi sebuah pemukiman yang padat dan layak menjadi sebuah desa.
Karena itu pada suatu waktu, Kyai Habib mengumpulkan para santri dan warga untuk memberikan nama desa yang bukan “Teleng”. Namun dari sekian kali pertemuan belum juga diputuskan nama apa yang tepat untuk desa itu, hingga kemudian Kyai Habib menceritakan sebuah pengalaman manakala beliau pertama kali melakukan babad alas.
Konon, menurut Kyai Habib pada saat pertama kali melakukan babad alas beliau mengaku sempat melihat perwujudan aneh, sejenis makhluk halus sebangsa dedemit yang berwujud seperti “Barongan” yang bermaksud mengganggunya. Atas dasar itu, kemudian peserta rapat menyepakati agar desa ini diberi nama “Kebarongan” yang berasal dari kata “Barong”.
Di Desa Kebarongan ini pula, Kyai Habib beserta para santrinya mendirikan masjid yang hingga sekarang ini dikenal sebagai Masjid Jami’ Kebarongan dan merintis padepokan (Pondokan) untuk pengajian yang kemudian sekarang ini menjadi Pondok Pesantren Wathoniyah Islamiyah (PPMWI) Kebarongan yang sebelumnya pada saat didirikan oleh Kyai Habib hanya bernama Pondok Pesantren Kebarongan.
Selain PPMWI, dari Kyai Habib inilah kemudian anak – cucu dan kerabatnya meneruskan dakwah dengan mendirikan pesantren dan madrasah yang lain, seperti PP. Hidayatul Mubtadi’in, PP. Darul Aitam, PP. Annur, MI Salafiyah, SMP Salafiyah, MI Tarbiyatul Athfal, MI Wathoniyah dan masih banyak lembaga pendidikan baik formal maupun non – formal yang berkembang di Desa Kebarongan.
Pondok Pesantren dan lembaga – lembaga pendidikan tersebut juga sama sekali tidak memiliki hubungan dengan jaringan terorisme di Indonesia, baik dari segi kesejarahan, maupun dari segi ideologi keagamaan yang dianut mayoritas masyarakat Desa Kebarongan.


sumber kiriman suharyadi di Page FB  Banyumas dalam Info 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Info Tentang Blog Banyumas Corner

saya mencoba mendeskripsikan sebuah ungkapan yang berasal dari bahasa populer saat ini yaitu ungkapan Menduniakan Banyumas dan Memb...